Kamis, 26 Januari 2017

GIRO, DEPOSITO, DAN TABUNGAN

GIRO, DEPOSITO, DAN TABUNGAN


Oleh: Andi Batara Guruh
01133052



Abstrack:
 Bank dalam melakukan kegiatannya memerlukan dana untuk melakukan kegiatan-kegiatannya. Sumber dana yang dimiliki oleh bank di bagi atas tiga sumber dana pihak pertama, sumber dana pihak kedua, sumber dana pihak ketiga. Sumber dana pihak ketiga yang berasal dari masyarakat berupa giro, deposito, dan tabungan merupakan sumber dana terpenting dan terbesar bagi suatu bank. Giro, deposito, dan tabungan di istilahkan sebagai produk penghimpunan. Adapun giro adalah simpanan yang penarikannya dengan cek, bilyet giro.deposito penarikannya dilakukan di waktu tertentu. Tabungan yang penarikannya bisa kapanpun.dan perbankan syariah memakai sistem profit sharing dimana akadnya ada dua, wadiah dan mudharabah. Wadiah adalah simpanan yang berupa titpan ada yang bersifat sebagai amanah atau tidak boleh dikelola dan yad dhamanah boleh dikelola untuk dilakukan pembiayaan. Mudharabah adalah akad kerjasama dimana pihak satu menyediakan modal dan pihak satunya mengelola modal. Dalam mudharabah terbagi dua, ada mudharabah mutlaqah dan nudharabah muqayyadah.
Kata Kunci: Giro, Deopsito, tabungan



PENDAHULUAN
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dengan mendasarkan pengertian bank menurut undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan dan undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah tampak bahwa bank adalah lembaga keuangan yang berfungsi sebagai intermediasi keuangan (financial Intermediary Institution).[1]
Dengan demikian dalam sebuah bank terdapat minimal dua macam kegiatan yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana untuk kemudian menyalurkannya kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Undang –undang nomor 10 tahun 1998 juga secara tegas mengakui eksistensi dari perbankan syariah, yaitu bank umum maupun bank perkreditan rakyat yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah.
Salah satu kegiatan perbankan syariah yaitu menghimpun dana dari masyarakat. Produk penghimpunan dana pada bank syariah meliputi giro, tabungan, dan deposito[2].karena melihat semakin banyaknya masyarakat yang menabung dibank maka saya tertarik membahas produk penghimpunan bank syariah. Ketiga produk inilah yang akan saya bahas dan mengkaji lebih dalam apakah pengertian deposito, giro dan tabungan, bagaimana mekanismenya dalam perbankan islam ? dan risiko yang terjadi apa saja ?



PEMBAHASAN
Pengertian Giro, Deposito,Dan Tabungan
Giro
Pengertian giro menurut undang-undang perbankan nomor 10 tahun 1998 adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindah bukuan.[3]
Cek merupakan perintah tidak bersyarat kepada bank untuk membayar sejumlah uang tertentu pada saat penyerahannya atas beban rekening penarik cek. Cek dapat ditarik atau diterbitkan oleh pemegang rekening giro (giran) atas unjuk atau atas nama dan tidak dapat dibatalkan oleh penarik, kecuali cek tersebut dinyatakan hilang atau dicuri dengan bukti dari kepolisian .
Bilyet giro pada dasarnya merupakan perintah kepada bank untuk memindahbukukan sejumlah tertentu uang atas beban rekening penarik pada tanggal tertentu kepada pihak yang tercantum dalam bilyet giro tersebut dan bilyet giro dapat dibatalkan secara sepihak oleh penarik disertai dengan alasan pembatalan.[4]
giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat maksudnya adalah uang yang disimpan dalam rekening giro dapat diambil atau dicairkan kapanpun setelah memenuhi berbagai persyaratan yang ditetapkan.[5]



Deposito
Pengertian deposito menurut undang-undang no. 10 tahun 1998 adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank.[6]
Deposito merupakan produk dari bank yang memang di tujukan untuk kepentingan investasi dalam bentuk surat-surat berharga, sehingga dalam perbankan syariah akan memakai prinsip mudharabah. Berbeda dengan perbankan konvensional yang memberikan imbalan berupa bunga bagi nasabah deposan, maka dalam perbankan syariah imbalan yang diberikan kepada nasabah deposan adalah bagi hasil (profit sharing) sebesar nisbah yang telah disepakati di awal akad.[7]
Bank dan nasabah masing-masing mendapatkan keuntungan. Keuntungan bagi bank dengan menghimpun dana lewat deposito adalah uang yang tersimpan relatif lebih lama, mengingat deposito memiliki jangka waktu yang relatif panjang dan frekuensi penarikan yang panjang. Oleh karena itu bank akan lebih leluasa melempar dana tersebut untuk kegiatan yang produktif. Sedangkan nasabah akan mendapatkan keuntungan berupa bagi hasil yang besarnya sesuai dengan nisbah yang telah disepakati diawal perjanjian.[8]
Kelebihan deposito berjangka ini adalah dapat ditarik tunai setiap jangka waktu tertentu ataupun ditransfer ke rekening deposan. Nasabah biasanya membuka rekening tabungan untuk menampung bunga atas deposito tersebut dan menampung dana deposito yang telah jatuh tempo dan tidak di perpanjang lagi. Bank-bank tertentu juga memberikan fasilitas agar bunga deposito yang tidak ditarik oleh pemiliknya dapat ditambahkan dalam simpanan pokok deposito sehingga nilai deposito berjangkanya bertambah besar. Pada dasarnya sebelum jatuh tenpo, simpanan ini tidak dapat ditarik, tetapi apabila pihak deposan tetap menginginkan penarikan sebelum jatuh tempo, biasanya bank mengenakan denda atau biaya administrasi atas penarikan tersebut.[9]
Pada sisi deposan, nasabah lebih menyukai menyimpan kelebihan dananya dalam bentuk deposito berjangka sesuai jangka waktu yang diinginkan karena simpanan ini menawarkan tingkat bunga yang relatif lebih tinggi.[10]
Tabungan
Berbeda dengan simpanan giro, simpanan tabungan memiliki ciri khas tersendiri. Jika simpanan giro digunakan oleh para pengusaha atau para pedagang dalam bertransaksi, simpanan tabungan digunakan untuk umum dan lebih banyak digunakan oleh perorangan baik pegawai, mahasiswa atau ibu rumah tangga.[11]
Seperti halnya simpanan giro, simpanan tabungan juga mempunyai syarat-syarat tertentu bagi pemegangnya dan persyaratan masing-masing bank berbeda satu sama lainnya. Di samping di rekening tabungan juga berbeda. Dengan demikian, tujuan bank dalam memasarkan produknya juga berbeda sesuai dengan sasarannya.
Pengertian tabungan menurut undang-undang perbankan nomor 10 tahun 1998 adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau lainnya yang dipersamakan dengan itu.[12] ... cara penarikan rekening tabungan yang paling banyak digunakan saat ini adalah dengan buku tabungan, cash card atau kartu ATM, dan debet card. Persaingan ketat dalam penghimpunan dana melalui tabungan antarbank telah banyak memunculkan cara baru untuk menarik nasabah tabungan. Cara- cara tersebut antara lain hadiah atas tabungan, fasilitas asuransi atas tabungan, fasilitas kartu ATM, dan fasilitas debet card.[13]
Giro, Deposito, Dan Tabungan Atas Dasar Akad Wadiah Dan Mudharabah
Wadiah
Secara bahasa wadi’ah (berarti meniggalkan titipan atau kepercayaan. Para ahli fiqih sepakat, wadi’ah  hanyalah amanah tidak dengan dipertanggungkan. Adapun secara istilah harta yang dititipkan kepada pihak yang mau mengamalkannya tanpa dibebani biaya. Atau wadi’ah juga berarti barang yang dititipkan pada seseorang dengan tujuan pengamanan. Definisi wadi’ah juga menuju pada dzat yang dititipkan berupa materi (benda) atas dasar kontrak yang sistematis untuk proses penitipan.[14]
Wadiah menurut wiroso (2005) adalah titipan nasabah yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat apabila nasabah yang bersangkutan menghendaki. Bank bertanggung jawab atas pengembalian titipan.[15]wadiah juga dapat diartikan sebagai amanat yang ada pada orang yang dititipi dan ia wajib mengembalikannya pada saat pemilik meminta.[16]
Wadiah terbagi atas dua yaitu wadiah Yad Al-amanah (amanah) dan wadiah Yad Adh-dhamanah.
Mudharabah
Kata mudharabah berasal dari kata dharb yang berarti memukul atau berjalan. Pegertian memukul atau berjalan ini maksudnya adalah proses seeorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Suatu kontrak disebut mudharabah, karena pekerjaan (mudharib) biasanya membutuhkan suatu perjalanan untuk menjalankan bisnis. Sedangkan perjalanan dalam bahasa arab disebut juga dharb fil Ardhi dalam bahasa iraq menamakannya mudharabah, sedangkan penduduk hijaz menyebutnya qiradh. ... .[17]
Mudharabah bisa disebut dengan al-qiradh yang berarti potongan karena pemilik modal memotong apabila hartanya untuk diperdagangkan dengan sebagian keuntungannya. Istilah mudharabah dipopulerkan ulama iraq, sedangkan qiradh oleh ulama hijaz, namun tidak ada perbedaan prinsip antara kedua istilah tersebut.[18]
... .mudharabah menurut antonio (2001) perjanjian atas suatu jenis perkonsian, di mana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan dana, dan pihak kedua (mudharib) bertanggung jawab atas pengelolaan usaha. Hasil usaha dibagikan sesuai dengan nisbah (Porsi bagi hasil) yang telah disepakati bersama secara awal.[19]
Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama adalah pemilik modal (shahibul maal), sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola modal (mudharib), dengan syarat behwa hasil keuntungan yang diperoleh akan dibagi untuk kedua belah pihak sesuai dengan kesepakatan bersama (nisbah yanag telah di sepakati), namun bila terjadi kerugian akan ditanggung shahibul maal.[20]
Landasan syari’ah al-Mudharobah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam surat Al-Muzzamil :20 yang artinya: “...dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT...”.
yang menjadi argumen dalam ayat tersebut adalah adanya kata yadhribun yang sama dengan akar kara mudharobah yang berarti melakukan suatu pelajaran usaha.[21]
Giro wadiah
Prinsip wadi’ah yang diterapkan adalah wadi’ah yad dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro. Wadi’ah dhamanah berbeda dengan wadi’ah amanah. Dalam wadi’ah amanah pada prinsipnya harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi. Sementara itu, dalam hal wadi’ah dhamanah, , pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan barang titipan karena ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut.[22]
M. Nur rianto mengakui penerapan prinsip wadiah yad-dhamanah dalam bank tidak menjanjikan adanya bagi hasil di awal, tetapi bank diperbolehkan memberikan bonus kepada nasabah yang besarnya tidak ditentukan di awal, tergantung dari kepada kebijaksanaan dan keputusan dari bank dalam menentukan besaran bonusnya. Nasabah berperan sebagai orang yang meminjamkan dan bank selaku peminjam. Dalam dunia perbankan yang semakin pesat penuh dengan persaingan, insentif yang berupa bonus merupakan peransang masyarakat untuk menabung. Karena semakin besar nilai keuntungan yang diberi untuk penabung berupa bonus, semakin efisien pula pemanfaatan dana itu.[23]
Mekanisme giro atas dasar akad wadiah:
1)      Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan nasabah bertindak sebagai penitip dana;
2)      Bank tidak diperkenankan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus kepada nasabah;
3)      Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya cek/bilyet giro, biaya meterai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukuan dan penutupan rekening;
4)      Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah; dan
5)      Dana titipan dapat diambil setiap saat oleh nasabah.[24]
Giro mudharabah
Dalam giro mudharabah kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk giro atas dasar akad mudharabah berlaku persyaratan sebagai berikut:
1)      bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal);
2)      pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati;
3)      bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya cek/bilyet giro, biaya meterai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening; dan
4)      bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah.[25]
Dengan demikian ketika hendak membuka rekening diro diperbankan syariah, seorang nasabah harus telah menentukan tujuannya. Jika motifnya hanya untuk kemudahan dalam melakukan transaksi pembayaran, maka giro wadiah yang tepat karena melalui wadiah bank akan selalu siap menerima penarikan dana dari nasabah dan nasabah tidak terancam oleh risiko kerugian. Akan tetapi jika nasabah juga bermotifkan mencari keuntungan/investasi maka giro mudharabah yang selayaknya dipilih, karena dengan memilih giro mudharabah nasabah akan mendapatkan keuntungan berupa bagi hasil yang telah disepakati di awal. Namun demikian, secara yuridis pihak nasabah selaku shahibul maal memiliki risiko dana yang disimpannya berkurang jika mudharib mengalami kerugian.[26]
Deposito
Deposito sebagai salah satu produk perbankan syariah menggunakan skema mudharabah. Hal ini sejalan dengan tujuan dari nasabah menggunaka instrumen deposito yakni sebagai saran investasi dalam upaya memperoleh keuntungan.
Adapun yang dimaksud dengan tabungan syariah adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini dewan syariah nasional telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa tabungan yang dibenarkan adalah tabungan yang berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.[27]
Dalam kegiatan penghimpunan dana dalam deposito atas dasar akad mudharabah berlaku persyaratan paling kurang sebagia berikut:
a.       Bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal);
b.      Pengelolaan dana oeh bank dapat dilakukan sesuai batasan-batasan yang ditetapkan oleh pemilik dana (mudharabah muqayydah) atau dilakukan dengan tanpa batasan-batasan dari pemilik dana (mudharabah mutlaqah);
c.       Dalam akad mudharabah muqayyadah harus dinyatakan secara jelas syarat-syarat dan batasan tertentu yang ditentukan oleh nasabah;
d.      Pembagian keuntungan dinyatakan  dalam bentuk nisbah bagi hasil yang telah disepakati;
e.       Penarikan dana oleh nasabah hanya dapat dilakukan sesuai waktu yang disepakati;
f.       Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya meterai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening; dan
g.      Bank tidak diperbolehkan mengurangi bagian keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan.[28]
Mekanisme penghimpunan dana oleh bank syariah melalui produk berupa tabungan dan deposito biasanya didasarkan pada akad mudharabah mutlaqah, yaitu akad mudharabah yang memberikan kebebasan kepada mudharib untuk memproduktifkan dana yang ada meliputi jenis usaha dan ruang lingkupnya. Sedangkan dana yang diperoleh akan dilempar/disalurkan kepada masyarakat dengan mendasarkan pada akad mudharabah muqayyadah sehingga memudahkan bank dalam proses monitoring.
Nasabah selaku deposan akan mendapatkan kontraprestasi berupa bagi hasil yang besarnya sesuai dengan nisbah yang telah ditentukan di awal akad. Dengan menggunakan akad mudharabah nasabah juga menanggung risiko tidak mendapatkan keuntungan, bahkan akan kehilangan sebagian uang yang disimpannya jika usaha yang didanai mengalami kerugian.[29]
tabungan
menurut abdul ghofur anshori bahwa secara singkat dapat dikatakan bahwa dalam perbankan syariah mempunyai dua jenis produk tabungan, yaitu tabungan wadiah dan tabungan mudharabah. Perbedaan utama dengan tabungan di perbankan konvesional  adalah tidak dikenalnya suku bunga tertentu yang diperjanjikan . yang ada adalah nisbah atau presentase bagi hasil pada tabungan mudharabah dan bonus pada tabungan wadiah.[30]
Mekanisme tabungan atas dasar akad wadiah, yaitu:
a.       Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan nasabah bertindak sebagai penitip dana;
b.      Bank tidak diperkenankan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus kepada nasabah;
c.       Bank dapat membebankan kepada nasabah berupa biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening
d.      Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah; dan
e.       Dana titipan dapat diambil setiap saat oleh nasabah.
Tabungan atas dasar akaq mudharabah:
a.       Bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib)dan nasabah bertindak sebagai (shahibul maal) pemilik dana;
b.      Pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati.
c.       Penarikan dana oleh nasabah hanya dapat dilakukan sesuai waktu yang disepakati;
d.      Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya meterai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening pembukaan dan penutupan rekening; dan
e.       Bank tidak diperbolehkan mengurangi bagian keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan.[31]
Risiko Giro, Deposito Dan Tabungan
Risiko Pada Produk Perbankan Syariah Secara umum, terdapat delapan jenis risiko yang dikandung oleh produk-produk perbankan syariah. Risiko-risiko tersebut antara lain:
1. Risiko Pembiayaan, yaitu risiko yang timbul akibat debitur gagal memenuhi kewajibannya.
2. Risiko Pasar, yaitu risiko yang timbul akibat adanya pergerakan variabel pasar dari portofolio yang dimiliki bank yang dapat merugikan bank.
3. Risiko Likuiditas, yaitu risiko yang timbul karena bank tidak dapat memenuhi kewajibannya yang telah jatuh tempo.
 4. Risiko Operasional, yaitu risiko yang terjadi karena tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional bank;
5. Risiko Hukum, yaitu risiko yang timbul yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis. Hal ini terjadi karena adanya tuntutan hukum, lemahnya regulasi, ataupun kelemahan dalam pengikatan.
6. Risiko Reputasi, yaitu risiko yang disebabkan karena adanya publikasi negatif atau persepsi negatif terhadap bank;
7. Risiko Strategik, yakni risiko yang timbul karena pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat, atau kurang responsifnya bank terhadap perubahan eksternal;
8. Risiko Kepatuhan, yakni risiko yang disebabkan bank tidak mematuhi atau melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun risiko- risiko yang akan terjadi pada produk giro dan deposito serta tabungan, yaitu risiko liquiditas dan operasional.[32]



PENUTUP
giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat maksudnya adalah uang yang disimpan dalam rekening giro dapat diambil atau dicairkan kapanpun setelah memenuhi berbagai persyaratan yang ditetapkan.
Pengertian deposito menurut undang-undang no. 10 tahun 1998 adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank.
Berbeda dengan simpanan giro, simpanan tabungan memiliki ciri khas tersendiri. Jika simpanan giro digunakan oleh para pengusaha atau para pedagang dalam bertransaksi, simpanan tabungan digunakan untuk umum dan lebih banyak digunakan oleh perorangan baik pegawai, mahasiswa atau ibu rumah tangga.
Wadiah adalah titipan nasabah yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat apabila nasabah yang bersangkutan menghendaki. Bank bertanggung jawab atas pengembalian titipan.
mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama adalah pemilik modal (shahibul maal), sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola modal (mudharib), dengan syarat behwa hasil keuntungan yang diperoleh akan dibagi untuk kedua belah pihak sesuai dengan kesepakatan bersama (nisbah yanag telah di sepakati), namun bila terjadi kerugian akan ditanggung shahibul maal.



Daftar Pustaka

Anshori, Abdul Ghofur, Perbankan Syariah Di Indonesia , Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009.
, Pembentutukan Bank Syariah Melalui Akuisisi Dan Konversi,  Yogyakarta: UII Press, 2010.
Arif, M. Nur Rianto Al, Dasar-Dasar Pemasaran Bank, Bandung: Alfabeta, 2012.
Dahlan, Ahmad, Bank Syariah,  Yogyakarta: Teras, 2012.
Hak, Nurul, ekonomi islam, hukum bisnis syariah, yogyakarta: teras, 2011.
Karim, Adiwarman,  analisis fiqih dan keuangan, jakarta:  PT Raja Grafindo Persada.
Kasmir, manajemen perbankan ,  Jakarta: PT raja grafindo persada, 2012.
Lubis, Suhrawardi K., Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika 2000.
Muthahe, Osmad r, Akuntansi Perbankan Syariah, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah ,  Jakarta :PT Raja Grafindo Persada, 2014.
Rahman, Abdur, Muamalah Syariah III , Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996.
Syafei, Rachmat, Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2011.
Saed, abdullah, bank islam dan bunga, yogyakarta: pustaka belajar, 2008.
Umam, Khaerul, Manajemen Perbankan Syariah , Bandung: CV Pustaka Setia, 2013.
Zona ekis,” manajemen risiko pada perbankan syariah” http://zonaekis.com/manajemen-risiko-pada-perbankan-syariah-bagian-2/, diakses Tanggal 25 Januari 2017.






[1] Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah Di Indonesia (Cet. 2; Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009), h. 82.
[2] Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah (Cet. 1; Jakarta :PT Raja Grafindo Persada, 2014), h. 30.
[3] Kasmir, manajemen perbankan (cet. 11; Jakarta: PT raja grafindo persada, 2012), h. 55.
[4] Khaerul Umam, Manajemen Perbankan Syariah (Cet. 1; Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), h. 157
[5] Abdul Ghoruf Anshori, Perbankan..., h.84.
[6] Kasmir, Manajemen..., h. 70.
[7] Abdul Ghoruf Anshori, Perbankan..., h. 99.
[8] Ibid.
[9]   Khaerul Umam, Manajemen..., h. 158.
[10] Ibid., h. 159.
[11] Kasmir, Manajemen..., h. 64.
[12] Ibid.
[13] Khaerul Umam, Manajemen..., h. 159.
[14] Ahmad Dahlan, Bank Syariah (Cet. 1; Yogyakarta: Teras, 2012), h. 124.
[15] Osmad Muthaher, Akuntansi Perbankan Syariah (Cet. 1; Yogyakarta: Graha Ilmu), h. 39.
[16] Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam (Jakarta: Sinar Grafika 2000), h. 49.
[17] Abdur Rahman, Muamalah Syariah III (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), h. 68.
[18] Ahmad Dahlan, Bank...,  h. 128.
[19] Osmad Muthaher, Akuntansi..., h. 45.
[20] Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah (Bandung: Pustaka Setia, 2011), h. 223.
[21] Nurul hak, ekonomi islam, hukum bisnis syariah (cet. 1; yogyakarta: teras, 2011), h. 29.
[22] Abdul Ghofur Anshori, Pembentutukan Bank Syariah Melalui Akuisisi Dan Konversi (T. Cet; Yogyakarta: UII Press, 2010), h. 35.
[23] M. Nur Rianto Al Arif, Dasar-Dasar Pemasaran Bank (Cet. 2; Bandung: Alfabeta, 2012), h. 38.
[24] Muhammad, manajemen..., h. 33.
[25] Ibid., h. 33-34.
[26] Abdul Ghoruf Anshori, Perbankan..., h. 91.
[27] Adiwarman Karim,  analisis fiqih dan keuangan (jakarta:  PT Raja Grafindo Persada), h. 297.
[28] Muhammad, Manajemen..., h. 39.
[29] Abdul Ghoruf Anshori, Perbankan..., h. 103.
[30] Ibid., h. 93.
[31]   Muhammad, Manajemen..., h. 36.
[32] Zona ekis,” manajemen risiko pada perbankan syariah” http://zonaekis.com/manajemen-risiko-pada-perbankan-syariah-bagian-2/, diakses Tanggal 25 Januari 2017.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar