GIRO, DEPOSITO,
DAN TABUNGAN
Oleh: Andi Batara
Guruh
01133052
Abstrack:
Bank dalam melakukan kegiatannya memerlukan
dana untuk melakukan kegiatan-kegiatannya. Sumber dana yang dimiliki oleh bank
di bagi atas tiga sumber dana pihak pertama, sumber dana pihak kedua, sumber
dana pihak ketiga. Sumber dana pihak ketiga yang berasal dari masyarakat berupa
giro, deposito, dan tabungan merupakan sumber dana terpenting dan terbesar bagi
suatu bank. Giro, deposito, dan tabungan di istilahkan sebagai produk
penghimpunan. Adapun giro adalah simpanan yang penarikannya dengan cek, bilyet
giro.deposito penarikannya dilakukan di waktu tertentu. Tabungan yang
penarikannya bisa kapanpun.dan perbankan syariah memakai sistem profit sharing dimana akadnya ada dua, wadiah dan mudharabah. Wadiah adalah simpanan yang berupa titpan ada yang
bersifat sebagai amanah atau tidak
boleh dikelola dan yad dhamanah boleh
dikelola untuk dilakukan pembiayaan. Mudharabah adalah akad kerjasama dimana
pihak satu menyediakan modal dan pihak satunya mengelola modal. Dalam
mudharabah terbagi dua, ada mudharabah
mutlaqah dan nudharabah muqayyadah.
Kata Kunci: Giro, Deopsito,
tabungan
PENDAHULUAN
Bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dengan mendasarkan pengertian bank
menurut undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan undang-undang nomor
7 tahun 1992 tentang perbankan dan undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang
perbankan syariah tampak bahwa bank adalah lembaga keuangan yang berfungsi
sebagai intermediasi keuangan (financial
Intermediary Institution).[1]
Dengan demikian dalam sebuah
bank terdapat minimal dua macam kegiatan yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang
kelebihan dana untuk kemudian menyalurkannya kepada masyarakat yang membutuhkan
dana. Undang –undang nomor 10 tahun 1998 juga secara tegas mengakui eksistensi
dari perbankan syariah, yaitu bank umum maupun bank perkreditan rakyat yang
menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah.
Salah satu kegiatan perbankan
syariah yaitu menghimpun dana dari masyarakat. Produk penghimpunan dana pada
bank syariah meliputi giro, tabungan, dan deposito[2].karena melihat semakin
banyaknya masyarakat yang menabung dibank maka saya tertarik membahas produk
penghimpunan bank syariah. Ketiga produk inilah yang akan saya bahas dan
mengkaji lebih dalam apakah pengertian deposito, giro dan tabungan, bagaimana
mekanismenya dalam perbankan islam ? dan risiko yang terjadi apa saja ?
PEMBAHASAN
Pengertian Giro, Deposito,Dan
Tabungan
Giro
Pengertian giro menurut undang-undang
perbankan nomor 10 tahun 1998 adalah simpanan
yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet
giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindah bukuan.[3]
Cek merupakan perintah tidak
bersyarat kepada bank untuk membayar sejumlah uang tertentu pada saat
penyerahannya atas beban rekening penarik cek. Cek dapat ditarik atau
diterbitkan oleh pemegang rekening giro (giran) atas unjuk atau atas nama dan
tidak dapat dibatalkan oleh penarik, kecuali cek tersebut dinyatakan hilang
atau dicuri dengan bukti dari kepolisian .
Bilyet giro pada dasarnya
merupakan perintah kepada bank untuk memindahbukukan sejumlah tertentu uang
atas beban rekening penarik pada tanggal tertentu kepada pihak yang tercantum
dalam bilyet giro tersebut dan bilyet giro dapat dibatalkan secara sepihak oleh
penarik disertai dengan alasan pembatalan.[4]
giro adalah simpanan yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat maksudnya adalah uang yang disimpan
dalam rekening giro dapat diambil atau dicairkan kapanpun setelah memenuhi
berbagai persyaratan yang ditetapkan.[5]
Deposito
Pengertian deposito menurut
undang-undang no. 10 tahun 1998 adalah simpanan
yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan
perjanjian nasabah penyimpan dengan bank.[6]
Deposito merupakan produk dari
bank yang memang di tujukan untuk kepentingan investasi dalam bentuk
surat-surat berharga, sehingga dalam perbankan syariah akan memakai prinsip mudharabah. Berbeda dengan perbankan
konvensional yang memberikan imbalan berupa bunga bagi nasabah deposan, maka
dalam perbankan syariah imbalan yang diberikan kepada nasabah deposan adalah
bagi hasil (profit sharing) sebesar
nisbah yang telah disepakati di awal akad.[7]
Bank dan nasabah masing-masing
mendapatkan keuntungan. Keuntungan bagi bank dengan menghimpun dana lewat
deposito adalah uang yang tersimpan relatif lebih lama, mengingat deposito
memiliki jangka waktu yang relatif panjang dan frekuensi penarikan yang
panjang. Oleh karena itu bank akan lebih leluasa melempar dana tersebut untuk
kegiatan yang produktif. Sedangkan nasabah akan mendapatkan keuntungan berupa
bagi hasil yang besarnya sesuai dengan nisbah yang telah disepakati diawal
perjanjian.[8]
Kelebihan deposito berjangka ini
adalah dapat ditarik tunai setiap jangka waktu tertentu ataupun ditransfer ke
rekening deposan. Nasabah biasanya membuka rekening tabungan untuk menampung
bunga atas deposito tersebut dan menampung dana deposito yang telah jatuh tempo
dan tidak di perpanjang lagi. Bank-bank tertentu juga memberikan fasilitas agar
bunga deposito yang tidak ditarik oleh pemiliknya dapat ditambahkan dalam
simpanan pokok deposito sehingga nilai deposito berjangkanya bertambah besar.
Pada dasarnya sebelum jatuh tenpo, simpanan ini tidak dapat ditarik, tetapi
apabila pihak deposan tetap menginginkan penarikan sebelum jatuh tempo,
biasanya bank mengenakan denda atau biaya administrasi atas penarikan tersebut.[9]
Pada sisi deposan, nasabah lebih
menyukai menyimpan kelebihan dananya dalam bentuk deposito berjangka sesuai
jangka waktu yang diinginkan karena simpanan ini menawarkan tingkat bunga yang
relatif lebih tinggi.[10]
Tabungan
Berbeda dengan simpanan giro,
simpanan tabungan memiliki ciri khas tersendiri. Jika simpanan giro digunakan
oleh para pengusaha atau para pedagang dalam bertransaksi, simpanan tabungan
digunakan untuk umum dan lebih banyak digunakan oleh perorangan baik pegawai, mahasiswa
atau ibu rumah tangga.[11]
Seperti halnya simpanan giro,
simpanan tabungan juga mempunyai syarat-syarat tertentu bagi pemegangnya dan
persyaratan masing-masing bank berbeda satu sama lainnya. Di samping di
rekening tabungan juga berbeda. Dengan demikian, tujuan bank dalam memasarkan
produknya juga berbeda sesuai dengan sasarannya.
Pengertian tabungan menurut
undang-undang perbankan nomor 10 tahun 1998 adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat
tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro,
dan/atau lainnya yang dipersamakan dengan itu.[12]
... cara penarikan rekening tabungan yang paling banyak digunakan saat ini
adalah dengan buku tabungan, cash card atau
kartu ATM, dan debet card. Persaingan
ketat dalam penghimpunan dana melalui tabungan antarbank telah banyak
memunculkan cara baru untuk menarik nasabah tabungan. Cara- cara tersebut
antara lain hadiah atas tabungan, fasilitas asuransi atas tabungan, fasilitas
kartu ATM, dan fasilitas debet card.[13]
Giro, Deposito,
Dan Tabungan Atas Dasar Akad Wadiah Dan Mudharabah
Wadiah
Secara bahasa wadi’ah (berarti meniggalkan titipan
atau kepercayaan. Para ahli fiqih sepakat, wadi’ah
hanyalah amanah tidak dengan
dipertanggungkan. Adapun secara istilah harta yang dititipkan kepada pihak yang
mau mengamalkannya tanpa dibebani biaya. Atau wadi’ah juga berarti barang yang
dititipkan pada seseorang dengan tujuan pengamanan. Definisi wadi’ah juga
menuju pada dzat yang dititipkan berupa materi (benda) atas dasar kontrak yang
sistematis untuk proses penitipan.[14]
Wadiah menurut wiroso (2005)
adalah titipan nasabah yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat apabila
nasabah yang bersangkutan menghendaki. Bank bertanggung jawab atas pengembalian
titipan.[15]wadiah
juga dapat diartikan sebagai amanat yang ada pada orang yang dititipi dan ia
wajib mengembalikannya pada saat pemilik meminta.[16]
Wadiah terbagi atas dua yaitu
wadiah Yad Al-amanah (amanah) dan wadiah Yad Adh-dhamanah.
Mudharabah
Kata mudharabah berasal dari kata dharb
yang berarti memukul atau berjalan. Pegertian memukul atau berjalan ini
maksudnya adalah proses seeorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha.
Suatu kontrak disebut mudharabah,
karena pekerjaan (mudharib) biasanya
membutuhkan suatu perjalanan untuk menjalankan bisnis. Sedangkan perjalanan
dalam bahasa arab disebut juga dharb fil
Ardhi dalam bahasa iraq menamakannya mudharabah,
sedangkan penduduk hijaz menyebutnya qiradh.
... .[17]
Mudharabah bisa disebut dengan al-qiradh yang berarti potongan karena
pemilik modal memotong apabila hartanya untuk diperdagangkan dengan sebagian
keuntungannya. Istilah mudharabah dipopulerkan ulama iraq, sedangkan qiradh
oleh ulama hijaz, namun tidak ada perbedaan prinsip antara kedua istilah
tersebut.[18]
... .mudharabah menurut antonio
(2001) perjanjian atas suatu jenis perkonsian, di mana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan dana, dan
pihak kedua (mudharib) bertanggung
jawab atas pengelolaan usaha. Hasil usaha dibagikan sesuai dengan nisbah (Porsi
bagi hasil) yang telah disepakati bersama secara awal.[19]
Dari beberapa pengertian di atas
dapat ditarik kesimpulan bahwa mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara
dua pihak di mana pihak pertama adalah pemilik modal (shahibul maal), sedangkan
pihak lainnya menjadi pengelola modal (mudharib), dengan syarat behwa hasil
keuntungan yang diperoleh akan dibagi untuk kedua belah pihak sesuai dengan
kesepakatan bersama (nisbah yanag telah di sepakati), namun bila terjadi
kerugian akan ditanggung shahibul maal.[20]
Landasan syari’ah al-Mudharobah lebih mencerminkan anjuran
untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam surat Al-Muzzamil :20 yang artinya:
“...dan dari orang-orang yang berjalan di
muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT...”.
yang menjadi argumen dalam ayat
tersebut adalah adanya kata yadhribun yang
sama dengan akar kara mudharobah yang
berarti melakukan suatu pelajaran usaha.[21]
Giro wadiah
Prinsip wadi’ah yang diterapkan adalah wadi’ah
yad dhamanah yang diterapkan pada
produk rekening giro. Wadi’ah dhamanah berbeda
dengan wadi’ah amanah. Dalam wadi’ah amanah pada prinsipnya harta
titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi. Sementara itu, dalam hal wadi’ah dhamanah, , pihak yang dititipi
(bank) bertanggung jawab atas keutuhan barang titipan karena ia boleh memanfaatkan
harta titipan tersebut.[22]
M. Nur rianto mengakui penerapan
prinsip wadiah yad-dhamanah dalam
bank tidak menjanjikan adanya bagi hasil di awal, tetapi bank diperbolehkan
memberikan bonus kepada nasabah yang besarnya tidak ditentukan di awal, tergantung
dari kepada kebijaksanaan dan keputusan dari bank dalam menentukan besaran
bonusnya. Nasabah berperan sebagai orang yang meminjamkan dan bank selaku
peminjam. Dalam dunia perbankan yang semakin pesat penuh dengan persaingan,
insentif yang berupa bonus merupakan peransang masyarakat untuk menabung.
Karena semakin besar nilai keuntungan yang diberi untuk penabung berupa bonus,
semakin efisien pula pemanfaatan dana itu.[23]
Mekanisme giro atas dasar akad
wadiah:
1)
Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan nasabah
bertindak sebagai penitip dana;
2)
Bank tidak diperkenankan menjanjikan pemberian imbalan atau
bonus kepada nasabah;
3)
Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi
berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening
antara lain biaya cek/bilyet giro, biaya meterai, cetak laporan transaksi dan
saldo rekening, pembukuan dan penutupan rekening;
4)
Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah; dan
5)
Dana titipan dapat diambil setiap saat oleh nasabah.[24]
Giro mudharabah
Dalam giro mudharabah kegiatan
penghimpunan dana dalam bentuk giro atas dasar akad mudharabah berlaku
persyaratan sebagai berikut:
1)
bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal);
2)
pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang
disepakati;
3)
bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi
berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening
antara lain biaya cek/bilyet giro, biaya meterai, cetak laporan transaksi dan
saldo rekening; dan
4)
bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan
nasabah tanpa persetujuan nasabah.[25]
Dengan demikian
ketika hendak membuka rekening diro diperbankan syariah, seorang nasabah harus
telah menentukan tujuannya. Jika motifnya hanya untuk kemudahan dalam melakukan
transaksi pembayaran, maka giro wadiah
yang tepat karena melalui wadiah bank
akan selalu siap menerima penarikan dana dari nasabah dan nasabah tidak
terancam oleh risiko kerugian. Akan tetapi jika nasabah juga bermotifkan
mencari keuntungan/investasi maka giro
mudharabah yang selayaknya dipilih, karena dengan memilih giro mudharabah
nasabah akan mendapatkan keuntungan berupa bagi hasil yang telah disepakati di
awal. Namun demikian, secara yuridis pihak nasabah selaku shahibul maal memiliki risiko dana yang disimpannya berkurang jika
mudharib mengalami kerugian.[26]
Deposito
Deposito sebagai
salah satu produk perbankan syariah menggunakan skema mudharabah. Hal ini sejalan dengan tujuan dari nasabah menggunaka
instrumen deposito yakni sebagai saran investasi dalam upaya memperoleh
keuntungan.
Adapun yang
dimaksud dengan tabungan syariah adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan
prinsip syariah. Dalam hal ini dewan syariah nasional telah mengeluarkan fatwa
yang menyatakan bahwa tabungan yang dibenarkan adalah tabungan yang berdasarkan
prinsip wadiah dan mudharabah.[27]
Dalam kegiatan
penghimpunan dana dalam deposito atas dasar akad mudharabah berlaku persyaratan paling kurang sebagia berikut:
a.
Bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal);
b.
Pengelolaan dana oeh bank dapat dilakukan sesuai
batasan-batasan yang ditetapkan oleh pemilik dana (mudharabah muqayydah) atau dilakukan dengan tanpa batasan-batasan
dari pemilik dana (mudharabah mutlaqah);
c.
Dalam akad mudharabah
muqayyadah harus dinyatakan secara jelas syarat-syarat dan batasan tertentu
yang ditentukan oleh nasabah;
d.
Pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah bagi hasil yang telah
disepakati;
e.
Penarikan dana oleh nasabah hanya dapat dilakukan sesuai
waktu yang disepakati;
f.
Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi
berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening
antara lain biaya meterai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening,
pembukaan dan penutupan rekening; dan
g.
Bank tidak diperbolehkan mengurangi bagian keuntungan
nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan.[28]
Mekanisme penghimpunan dana oleh
bank syariah melalui produk berupa tabungan dan deposito biasanya didasarkan
pada akad mudharabah mutlaqah, yaitu
akad mudharabah yang memberikan
kebebasan kepada mudharib untuk
memproduktifkan dana yang ada meliputi jenis usaha dan ruang lingkupnya. Sedangkan
dana yang diperoleh akan dilempar/disalurkan kepada masyarakat dengan
mendasarkan pada akad mudharabah
muqayyadah sehingga memudahkan bank dalam proses monitoring.
Nasabah selaku deposan akan
mendapatkan kontraprestasi berupa bagi hasil yang besarnya sesuai dengan nisbah
yang telah ditentukan di awal akad. Dengan menggunakan akad mudharabah nasabah juga menanggung
risiko tidak mendapatkan keuntungan, bahkan akan kehilangan sebagian uang yang
disimpannya jika usaha yang didanai mengalami kerugian.[29]
tabungan
menurut abdul ghofur anshori bahwa secara singkat dapat
dikatakan bahwa dalam perbankan syariah mempunyai dua jenis produk tabungan,
yaitu tabungan wadiah dan tabungan mudharabah. Perbedaan utama dengan
tabungan di perbankan konvesional adalah
tidak dikenalnya suku bunga tertentu yang diperjanjikan . yang ada adalah
nisbah atau presentase bagi hasil pada tabungan mudharabah dan bonus pada tabungan wadiah.[30]
Mekanisme tabungan atas dasar
akad wadiah, yaitu:
a.
Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan nasabah
bertindak sebagai penitip dana;
b.
Bank tidak diperkenankan menjanjikan pemberian imbalan atau
bonus kepada nasabah;
c.
Bank dapat membebankan kepada nasabah berupa biaya
administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan
rekening
d.
Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah; dan
e.
Dana titipan dapat diambil setiap saat oleh nasabah.
Tabungan atas dasar akaq
mudharabah:
a.
Bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib)dan nasabah bertindak sebagai (shahibul maal) pemilik dana;
b.
Pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang
disepakati.
c.
Penarikan dana oleh nasabah hanya dapat dilakukan sesuai
waktu yang disepakati;
d.
Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi
berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening
antara lain biaya meterai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening pembukaan
dan penutupan rekening; dan
e.
Bank tidak diperbolehkan mengurangi bagian keuntungan
nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan.[31]
Risiko Giro,
Deposito Dan Tabungan
Risiko Pada Produk Perbankan
Syariah Secara umum, terdapat delapan jenis risiko yang dikandung oleh
produk-produk perbankan syariah. Risiko-risiko tersebut antara lain:
1. Risiko
Pembiayaan, yaitu risiko yang timbul akibat debitur gagal memenuhi
kewajibannya.
2. Risiko Pasar,
yaitu risiko yang timbul akibat adanya pergerakan variabel pasar dari
portofolio yang dimiliki bank yang dapat merugikan bank.
3. Risiko
Likuiditas, yaitu risiko yang timbul karena bank tidak dapat memenuhi
kewajibannya yang telah jatuh tempo.
4. Risiko Operasional, yaitu risiko yang
terjadi karena tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan
sistem, atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional bank;
5. Risiko Hukum,
yaitu risiko yang timbul yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis.
Hal ini terjadi karena adanya tuntutan hukum, lemahnya regulasi, ataupun
kelemahan dalam pengikatan.
6. Risiko
Reputasi, yaitu risiko yang disebabkan karena adanya publikasi negatif atau
persepsi negatif terhadap bank;
7. Risiko
Strategik, yakni risiko yang timbul karena pelaksanaan strategi bank yang tidak
tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat, atau kurang responsifnya
bank terhadap perubahan eksternal;
8. Risiko
Kepatuhan, yakni risiko yang disebabkan bank tidak mematuhi atau melaksanakan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun risiko-
risiko yang akan terjadi pada produk giro dan deposito serta tabungan, yaitu
risiko liquiditas dan operasional.[32]
PENUTUP
giro adalah simpanan yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat maksudnya adalah uang yang disimpan
dalam rekening giro dapat diambil atau dicairkan kapanpun setelah memenuhi
berbagai persyaratan yang ditetapkan.
Pengertian deposito menurut
undang-undang no. 10 tahun 1998 adalah simpanan
yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan
perjanjian nasabah penyimpan dengan bank.
Berbeda dengan simpanan giro,
simpanan tabungan memiliki ciri khas tersendiri. Jika simpanan giro digunakan
oleh para pengusaha atau para pedagang dalam bertransaksi, simpanan tabungan
digunakan untuk umum dan lebih banyak digunakan oleh perorangan baik pegawai,
mahasiswa atau ibu rumah tangga.
Wadiah adalah titipan nasabah
yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat apabila nasabah yang
bersangkutan menghendaki. Bank bertanggung jawab atas pengembalian titipan.
mudharabah adalah akad kerja
sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama adalah pemilik modal (shahibul
maal), sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola modal (mudharib), dengan
syarat behwa hasil keuntungan yang diperoleh akan dibagi untuk kedua belah
pihak sesuai dengan kesepakatan bersama (nisbah yanag telah di sepakati), namun
bila terjadi kerugian akan ditanggung shahibul maal.
Daftar Pustaka
Anshori, Abdul
Ghofur, Perbankan Syariah Di Indonesia ,
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009.
Arif, M. Nur
Rianto Al, Dasar-Dasar Pemasaran Bank, Bandung: Alfabeta, 2012.
Dahlan, Ahmad,
Bank Syariah, Yogyakarta: Teras, 2012.
Hak, Nurul,
ekonomi islam, hukum bisnis syariah, yogyakarta: teras, 2011.
Karim,
Adiwarman, analisis fiqih dan keuangan,
jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Kasmir, manajemen perbankan , Jakarta: PT raja grafindo persada, 2012.
Lubis, Suhrawardi
K., Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika 2000.
Muthahe, Osmad r,
Akuntansi Perbankan Syariah, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Muhammad, Manajemen
Dana Bank Syariah , Jakarta :PT Raja
Grafindo Persada, 2014.
Rahman, Abdur,
Muamalah Syariah III , Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996.
Syafei, Rachmat, Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Setia,
2011.
Saed, abdullah, bank
islam dan bunga, yogyakarta: pustaka belajar, 2008.
Umam, Khaerul, Manajemen Perbankan Syariah , Bandung: CV
Pustaka Setia, 2013.
Zona ekis,” manajemen risiko pada perbankan syariah”
http://zonaekis.com/manajemen-risiko-pada-perbankan-syariah-bagian-2/, diakses
Tanggal 25 Januari 2017.
[1] Abdul Ghofur Anshori, Perbankan
Syariah Di Indonesia (Cet. 2; Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
2009), h. 82.
[5] Abdul Ghoruf Anshori, Perbankan...,
h.84.
[6] Kasmir, Manajemen...,
h. 70.
[22] Abdul Ghofur Anshori, Pembentutukan
Bank Syariah Melalui Akuisisi Dan Konversi (T. Cet; Yogyakarta: UII Press,
2010), h. 35.
[26] Abdul Ghoruf Anshori, Perbankan...,
h. 91.
[27] Adiwarman Karim, analisis fiqih dan keuangan (jakarta: PT Raja Grafindo Persada), h. 297.
[29] Abdul Ghoruf Anshori, Perbankan...,
h. 103.
[32] Zona ekis,” manajemen
risiko pada perbankan syariah” http://zonaekis.com/manajemen-risiko-pada-perbankan-syariah-bagian-2/, diakses Tanggal 25 Januari 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar