Kamis, 26 Januari 2017

MANAJEMEN PERMODALAN BANK SYARIAH

MANAJEMEN PERMODALAN BANK SYARIAH

NURHAYATI
Jurusan Syariah Prodi Ekonomi Syariah STAIN Watampone

ABSTRAK
Pertumbuhan suatu bank sangat dipengaruhi oleh perkembangan kemampuannya menghimpun dana mayarakat  baik yang berskala kecil maupun besar dengan masa pengendapan yang memadahi. Sebagai lembaga keuangan maka dana merupakan masalah bank yang paling utama. Tanpa dana yang cukup maka bank tidak dapat melakukan fungsi-fungsinya sebagai financial intermediary secara maksimal. Bahkan  apabila bank tidak dapat mengelola menejemen dana dengan baik maka bank akan menemukan masalah-masalah berkaitan dengan liabilitas ,rentabilitas,serta solvabilitasnya.
Dana tersebut tidak saja dapat dipenuhi oleh kemampuan modal awal dari pemilik serta kemampuannya dalam menghasilkan laba, tetapi juga dari luar perusahaan. Pendanaan adalah suatu usaha untuk menyediakan modal atau uang dalam pengoperasian perusahaan.[1]
Pada suatu bank, sumber perolehan modal bank diperoleh dari beberapa sumber. Pada awal pendirian, modal diperoleh dari para pendiri dan para pemegang saham. Pemegang saham menempatkan modalnya pada bank dengan harapan memperoleh hasil keuntungan di masa yang akan datang.
Kata Kunci : Manajemen, Permodalan, dan Bank Syariah



PENDAHULUAN
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.[2]
Sementara itu pengertian bank yaitu  badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.[3] Sedangkan bank syariah merupakan bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah, bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadist yaitu tidak menggunakan instrument riba (bunga) dan memposisikan kesetaraan antara pihak bank dan nasabah dalam melakukan berbagai transaksi.
Baik bank syariah maupun bank umum (konvensional) pada dasarnya mempunyai fungsi yang sama yaitu sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediary) dimana aktivitasnya berkaitan dengan masalah uang. Keduanya sama-sama menghimpun dana dari pihak surplus kemudian menyalurkannya kepada pihak yang mengalami defisit dana. Meskipun dalam operasinya bank syariah dan bank umum (konvensional) berbeda dalam prinsip. Yaitu operasional bank syariah menggunakan instrument bagi hasil (loss and profit sharing) sedangkan bank umum ( konvensional) menggunakan instrument bunga (interest). Kegiatan bank mengumpulkan dana dari masyarakat disebut funding sedangkan kegiatan bank menyalurkan dana kepada masyarakat disebut financing atau lending.
Kegiatan funding pada bank syariah memerlukan menejemen tersendiri yaitu yang sering disebut manajemen dana bank syariah. Pengertian dari manajemen dana bank syariah adalah upaya yang dilakukan oleh lembaga bank syariah dalam mengelola dan mengatur posisi dana yang diterima dari aktifitas funding untuk disalurkan kepada aktivitas financing dengan harapan bank yang bersangkutan tetap mampu memenuhi kriteria-kriteria likuiditas, rentabilitas, dan solvabilitas.[4]
Likuiditas merupakan kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya pada saat ditagih. Sementara rentabilitas adalah tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Dan solvabilitas merupakan kemampuan bank dalam mencari sumber dana untuk membiayai kegiatannya. Ketiganya (likuiditas,rentabilitas dan solvabilitas) berhubungan dengan tingkat kesehatan suatu bank.[5]
 Dalam manajemen dana bank syariah dapat menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk titipan: (wadiah) simpanan yang dijamin keamanan dan pengembaliaanya (guaranted deposit) tetapi tanpa memperloleh imbalan atau keuntungan.  Partisipasi modal berbagi untung dan berbagi resiko (non guaranted account) untuk investasi umum (general investment account/mudharadah mutlaqah) dimana bank akan membayar keuntungan secara proporsional dengan portofolio yang didanai dengan modal tersebut. Investasi khusus (special investment account/ mudharabah muqayyadah) dimana bank bertindak sebagai manajer investasi untuk memperoleh fee. Jadi bank tidak ikut berinvestasi sedangkan investor sepenuhnya mengambil resiko atas investasi itu.[6]



PEMBAHASAN
Manajemen
Manajemen adalah seni dan ilmu dalm perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pemotivasian, dan pengendalian terhadap orang dan mekanisme kerja untuk mencapai tujuan.[7]
Definisi manajemen menurut Suyadi Prawiro dalam buku “Kebijakan Kinerja Karyawan, Kiat Membangun Organisasi Kompetitif”, sebagai berikut “Manajemen adalah suatu ilmu dan seni yang berkaitandengan rangkaian aktivitas terpadu untuk mensinerjikan tenaga manusia, sumber daya alam, dan teknologi untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya, serta dengan memperhatikn kelestarian lingkungan hidup”. Kegiatan-kegiatan terpadu ini diformulasikan dalam bentuk perencanaan (planning), pelaksanaan (implementing), dan pengawasan (controlling) berdasarkan etika kerja.[8]
Manajemen sebagai “proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan : perencanaan, pengorganisasian, menggerkan dan pengawasan yang dialkukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia serta sumber-sumber lain”.(George R. Terry, Ph.D).
Manajemen dalam bahasa arab disebut dengan idarah. Idarah (manajemen) adalah suatu aktivitas khusus menyamgkut kepemimpinan, pengarahan, dan pengawasan terhadap pekerjaan-pekerjaan yang berkenaan dengan unsur-unsur pokok dalam suatu proyek. Tujuannya adalah agar hasil-hasil yang ditargertkan dapat dicapai dengan cara yang efektif dan efesien.[9]
Manajemen dalam islam, memiliki dua pengertian yaitu: Sebagai ilmu, dan sebagai aktivitas. Yang mana sebagai manjemen dipandang sebagai salah satu ilmu umum yang tidak berkaitan dengan nilai, peradaban sehingga hukum mempelajarinya adalah fardu kifayah. Sedangkan sebagai aktivitas ia terikat pada aturan syara, nilai atau Hadlarah islam.
Permodalan Bank Syariah
Bank pada umumnya dan bank syariah pada khususnya adalah lembaga yang didirikan dengan orientasi laba.Untuk mendirikan lembaga yang demikian perlu didukung dengan aspek permodalan yang kuat, kekuatan aspek permodalan akan membangun kepercayaan dari masyarakat, karena bank merupakan lembaga kepercayaan.Untuk tetap menjaga kepercayaan masyarakat itu perangkat yang strategis yang harus digunakan adalah permodalan yang cukup memadai, karena modal merupakan faktor yang penting dalam perkembangan dan kemajuan bank sekaligus menjaga kepercayaan masyarakat.
Modal Bank adalah dana yang diinvestasikan oleh pemilik dalam rangka pendirian badan usaha yang dimaksudkan untuk membiayai kegiatan usaha bank disamping untuk memenuhi regulasi yang ditetapkan oleh otoritas moneter.[10]
Menurut Zainul Arifin, Modal adalah sesuatu yang mewakili pemilik  dalam perusahaan. Berdasarkan nilai buku modal didefenisikan sebagai kekayaan bersih(net worth), yaitu selisih nilai buku aktiva dikurangi dengan nilai buku dari kewajiban (liabilities).[11]
Modal didifinisikan sebagai kekayaan bersih (net worth) yaitu selisih antara nilai buku dari aktiva dikurangi dengan nilai buku dari kewajiban (liabilities). Pemegang saham menempatkan modalnya pada bank dengan harapan memperoleh hasil keuntungan dimasa yang akan datang. Dalam neraca terlihat pada sisi pasiva bank, yaitu rekening modal dan cadangan. Rekening modal berasal dari setoran para pemegang saham, sedangkan rekening cadangan adalah berasal dari bagian keuntungan yang tidak dibagikan kepada pemegang saham, yang digunakan untuk keperluan tertentu, misalnya untuk perluasan usaha dan untuk menjaga likuiditas karena adanya kredit-kredit yang diragukan atau menjurus kepada macet.
Bank indonesia telah menetapkan ketentuan tentang aspek permodalan bank-bank syariah. Bank syariah wajib menyediakan minimum sebesar 8% dari aktiva tertimbang menurut risiko, yaitu risiko penyaluran dana dan risiko pasar, dalam hal ini risiko nilai tukar. Demikian juga dengan Unit Usaha Syariah. Dalam hal modal minimum Uus kurang dari 8% maka kantor pusat bank umum konvensional dari UUS wajib menambah kekurangannya sehingga menjadi 8%.
Fungsi Modal Bank
Kebanyakan masyarakat mengatakan bahwa fungsi utama modal bank adalah melindungi para penyimpan uang dari kerugian yang timbul, modal bank adalah manifestasi dari keinginan para pemegang saham  untuk berperan dalam bisnis perbankan.[12]
Menurut Johnson and Johnson[13] modal bank mempunyai tiga fungsi yaitu:
1.    Sebagai penyangga untuk menyerap kerugian operasional dan kerugian lainnya.  Dalam fungsi ini modal memberikan perlindungan terhadap kegagalan atau kerugian bank dan perlindungan terhadap kepentingan para deposan.
2.      Sebagai dasar bagi menetapan batas maksimum pemberian kredit. Hal ini adalah merupakan pertimbangan operasional bagi bank sentral, sebagai regulator, untuk membatasi jumlah pemberian kredit kepada setiap individu nasabah bank. Melalui pembatasan ini bank sentral memaksa bank untuk melakukan diversifikasi kredit mereka agar dapat melindungi diri terhadap kegagalan kredit dari satu individu debitur.
3.      Modal juga menjadi dasar perhitungan bagi para partisipan pasar untuk mengevaluasi tingkat kemampuan bank secara relatif untuk menghasilkan keuntungan. Tingkat keuntungan bagi para investor diperkirakan dengan membandingkan keuntungan bersih dengan ekuitas. Para partisipan pasar membandingkan return on investment diantara bank-bank yang ada.
Sumber Permodalan Bank Syariah
Sumber utama modal bank syariah ialah modal inti (core capital) dan kuasi ekuitas. Modal inti adalah modal yang berasal dari para pemilik bank, yang terdiri dari modal yang diinvestasikan para pemegang saham, cadangan dan laba di tahan. Sedangkan kuasi ekuitas ialah dana-dana yang tercatatdalam rekening-rekening bagi hasil (mudharabah).[14]
Di samping itu, ada modal dari pinjaman (subordinated loan). Menurut Antonio, dalam pandangan syariah, modal seperti itu termaksud dalam kategori qard, yaitu pinjaman harta yang bisa diminta kembali. Dalam literature fiqih salaf al-saleh, qard dikategorikan dalam ‘aqd tatawwu’ atau akad saling membantu dan bukan traksaksi komersial.[15]
Apabila dilihat dari sumbernya, pada dasarnya dana bank syariah terdiri dari:
a.  Modal ialah dana yang diserahkan pemilik (owner). Dalam perbankan syariah, mekanisme pernyataan modal pemegang saham bisa dilakukan melalui musyarakah fi sahm al-syarikah atau equity parcipation pada saham perseroan bank.[16]
b. Penitipan atau Pengiriman, yaitu salah satu cara yang digunakan bank syariah dalam menggerakkan dana ialah penitipan. Adapun akad yang sesuai dengan cara ini ialah al-wadiah. Al-wadiah merupakan penitipan murni yang setiap saat bisa diambil jika pemiliknya menghendaki.
c.  Investasi, akad yang digunakan yaitu akad mudharabah, tujuannya ialah kerjasama antara pemilik dana (shahib al-mal) dengan pengelolaan dana (mudharib) yaitu bank.
Kecukupan Modal Bank.
Tingkat kecukupan modal bank dinyatakan dengan suatu ratio tertentu yang disebut ratio kecukupan modal atau capital edequasy ratio (CAR). Tingkat kecukupan modal ini dapat diukur dengan cara:
1.      Membandingkan modal dengan dana-dana pihak ketiga
Dilihat dari sudut perlindungan kepentingan para deposan, perbandingan antara modal dengan pos-pos pasiva merupakan petunjuk tentang tingkat keamanan simpanan masyarakat pada bank. Perhitungannya merupakan ratio modal dikaitkan dengan simpanan pihak ketiga (giro, deposito dan tabungan) sebagai berikut:
    Modal dan cadangan
--------------------------------------  = 10 %
Giro + Deposito + tabungan
Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa ratio modal atas simpanan cukup dengan 10 % dan dengan ratio itu permodalan bank dianggap sehat. Ratio antara modal dan simpanan masyarakat harus dipadukan dengan memperhitungkan aktiva yang mengandung resiko. Oleh karena itu modal harus dilengkapi oleh berbagai cadangan sebagai penyangga modal, sehingga secara umum modal bank terdiri dari modal inti dan modal pelengkap.
2.      Membandingkan modal dengan aktiva beresiko
Ukuran kedua inilah yang dewasa ini menjadi kesepakatan BIS (bank for International Settlements) yaitu organisasi bank sentral dari negara-megara maju yang disponsori oleh Amerika Serikat, Kanada, negara-negara Eropah Barat dan Jepang. Kesepakatan tentang ketentuan permodalan itu dicapai pada tahun 1988, dengan menetapkan CAR, yaitu ratio minimum yang mendasarkan kepada perbandingan antara modal dengan aktiva beresiko. Kesepakatan ini dilatar-belakangi oleh hasil pengamatan para ahli perbankan negara-negara maju, termasuk para pakar IMF dan World Bank, tentang adanya ketimpangan struktur dan sistem perbankan internasional. Berdasarkan indikasi-indikasi itu lalu BIS menetapkan ketentuan perhitungan Capital Edequacy Ratio (CAR) yang harus diikuti oleh bank-bank di seluruh dunia sebagai aturan main dalam kompetisi yang fair di pasar keuangan global, yaitu ratio minimum 8% permodalan terhadap aktiva berisiko.[17]
Penerapan CAR untuk Perbankan IndOnesia
Baik bank nasional maupun internasional harus memenuhi rasio kecakupan modalnya (Capital Adequacy Ratio).[18]
·         Pengertian modal.
Modal dibagi ke dalam modal inti dan modal pelengkap yaitu:
1.    Modal inti (tier 1) terdiri dari :
a.       Modal Setor, yaitu modal yang disetor secara efektif oleh pemilik. Bagi Bank milik koperasi modal setor terdiri dari simpanan pokok dan simpana wajib para anggotanya.
b.      Agio saham, yaitu selisih lebih dari harga saham dengan nilai nominal saham.
c.       Modal sumbangan, yaitu modal yang diperoleh kembali dari sumbangan saham, termasuk selisih nilai yang tercatat dengan harga (apabila saham tersebut dijual).
d.      Cadangan Umum, yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan dengan persetujuan RUPS.
e.       Cadangan tujuan, yaitu bagian laba setelah pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu atas persetujuan RUPS.
f.       Laba ditahan, yaitu saldo laba bersih setelah pajak yang oleh RUPS diputuskan untuk tidak dibagikan.
g.      Laba tahun lalu, yaitu laba bersih tahun lalu setelah pajak, yang belum ditetapkan penggunaannya oleh RUPS. Jumlah laba tahun lalu hanya diperhitungkan sebesar 50 % sebagai modal inti. Bila tahun lalu rugi harus dikurangkan terhadap modal inti.
Bila dalam pembukuan bank terdapat goodwill, maka jumlah modal inti harus dikurangkan dengan nilai goodwill tersebut. Bank syariah dapat mengikuti sepenuhnya pengkategorian unsur-unsur tersebut di atas sebagai modal inti, karena tidak ada hal-hal yang bertentangan dengan prinsp-prinsp syariah.
2.    Modal pelengkap (tier 2)
Modal pelengkap terdiri atas cadangan-cadangan yang dibentuk bukan dari laba setelah pajak serta pinjaman yang sifatnya dipersamakan dengan modal. Secara terinci modal pelengkap dapat berupa :
a.    Cadangan revaluasi aktiva tetap
b.    Cadangan penghapusan aktiva yang diklasifkaskan.
c.    Modal pinjaman yang mempunyai ciri-ciri :
ü  Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan dipersamakan dengan modal dan telah dibayar penuh
ü  Tidak dapat dilunasi atas inisiatif pemilik, tanpa persetujuan BI
d.   Mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam hal memikul kerugian bank.
e.    Pembayaran bunga dapat ditangguhkan bila bank dalam keadaan rugi
f.     Pinjaman subordinasi yang memenuhi syarat-syarat sbb.:
ü  Ada perjanjian tertulis antara pemberi pinjaman dengan bank
ü  Mendapat persetujuan dari BI
ü  Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan
ü  Minimal berjangka waktu 5 tahun
ü  Pelunasan pinjaman harus dengan persetujuan BI
ü  Hak tagih dalam hal terjadi terjadi likuidasi berlaku paling akhir (kedudukannya sama dengan modal).
Modal pelengkap ini hanya dapat diperhitungkan sebagai modal setinggi-tingginya 100 % dari jumlah modal inti. Khusus menyangkut modal pinjaman dan pinjaman subordinasi, bank syariah tidak dapat mengkategorikannya sebagai modal, karena sebagaimana diuraikan di atas, pinjaman harus tunduk pada prinsip qard dan qard tidak boleh diberikan syarat-syarat seperti ciri-ciri atau syarat-syarat yang diharuskan dalam ketentuan tersebut.
KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF (KAP)
Aktiva produktif bank syari’ah dapat dibedakan atas :
a.       Piutang penjualan (murabahah) dan sewa (ijarah)
b.      Investasi pada:
ü  Musyarakah
ü  Mudharabah
ü  Salam
ü  Istishna’
ü  Persediaan
ü  Aktiva yang disewakan.
Kualitas piutang penjualan (murabahah) dan sewa (ijarah) didasarkan pada kemampuan membayar, kondisi keuangan dan prospek usaha. Demikian juga kualitas investasi pada musyarakah dan mudharabah dapat di dasarkan atas tingkat kesesuaian antara realisasi bagi hasil dengan proyeksinya, kondisi keuangan dan prospek usaha.
Dalam pembiayaan mudharabah, bank dapat menolak untuk menanggung resiko, bila ternyata diakibatkan oleh kesengajaan, kelalian atau pelanggaran oleh nasabah sebagai mudharib. Berdasarkan hal itu maka faktor jaminan dalam pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan untuk menutup resiko tersebut.   Salam dan istishna’ adalah cara memperoleh barang dengan membayar di muka sedang barangnya akan diterima kemudian, dan bukan aktiva produktif. Oleh karena itu tidak diperlukan perhitungan KAPnya. Sedangkan untuk masalah pencadangannya diatur dalam standar akuntansi sebagaimana unsur aktiva lain (seperti aktiva dalam proses). Demikian pula halnya dengan persediaan dan aktiva yang disewakan.
Bank Syariah
Secara umum bank disebut sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan, tabungan dan giro. Selain itu, bank juga dikenal sebagai lembaga yang memberikan pinjaman uang (kredit) bagi masyarakat yang membutuhkan. Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa lalu lintas pembayaran.[19]
Bank syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatannya dengan aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembayaran kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya ynag dinyatakan sesuai dengan syariat islam. Dalam devinisi lain, perbankan syariah ialah lembaga perbankan yang selaras dengan sistem nilai dan etos islam.[20]
Bank syariah menurut UU Nomor 21 tahun 2008 adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas BUS dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).[21]
Dalam ekonomi islam, istilah bank syariah memiliki konsep tersendiri, yaitu bank syariah, yang beroperasi diatas dasar ajaran (syariat) islam, yang memiliki asas operasional berbeda dengan asas operasional bank konvensional.[22]
Adapun dalam pembukaan standar akuntansi yang di keluarkan oleh Accounting and Auditing Organization for Islamic Finansial Institution (AAOIFI) di jelaskan tentang fungsi dan peran bank syariah, sebagai berikut:
1)      Maanjer investasi, yaitu bank syariah dapat mengelola invetasi dana nasabah.
2)      Investor bank syariah, yaitu bank syariah dapat menginvestasikan dana yang dimiliki ataupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya.
3)      Penyediaan jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, yaitu bank yariah dapat melakukan kegiatan jasa layanan perbankan sebagaimana lazimnya.
4)      Pelakssanaan kegiatan sosial sebagai ciri yang melekat pada entitas keuangan syariah, bank islam juga memiliki kewajiban untuk mengeluarkan dan mengelola (menghimpun, mengadministrasikan, dan mendistribusikan) zakat serta dana-dana sosial lainnya.[23]
Prinsip utama yang di ikuti oleh bank Islami itu adalah yaitu:
a)      Larangan riba dalam berbagai bentuk transaksi
b)      Melakukan kegiatan usaha dan perdagangan berdasarkan perolehan keuntungan yang sah.
c)      Memberikan zakat
Prinsip Perbankan Syariah di Indonesia pertama kali dikenakan kepada masyarakat pada tahun 1992 dengan diberlakukannya UU No. 7/1992 tentang Perbankan. Meskipun Undang-undang ini dianggap belum memberiakan landasan hukum yang kuat terhadap pengembangan Perbankan Syariah karena hanya mengatur bank bagi hasil dan belum secara tegas mengatur mengenai keberadaan bank berdasarkan prinsip syariah. Namun keberadaan UU No 7 tahun 1992 ini merupakan titik awal dari perkembangan perbankan syariah di Indonesia yang diikuti berdirinya bank umum syariah pertama di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992.
Ketentuan tentang kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip syariah dalam UU No. 7 tahun 1992 sangat terbatas yakni hanya menyangkut kegiatan pembiayaan dan tidak di atur tentang penghimpunan dana. Untuk itu diberlakukannya undang-undang baru yang lebih jelas dan lengkap yaitu UU No. 10 tahun 1998 sebagai amandemen UU No. 7 tahun 1992 yang diikuti dengan dikeluarnya sejumlah ketentuan pelaksanaan dalam bentuk SK Direksi BI atau Peraturan Bank Indonesia memberikan landasan operasionalsyariah di Indonesia, baik dari segi kelembagaan maupun landasan operasional syariah.



Penutup
Struktur permodalan bank-bank di indonesia cukup memprihatinkan. Rasio pinjaman terhadap dana masyarakat rata-rata bank swasta sebesar 130% dan bank pemerintah 200%. Kenaikan kredoit 2-3 tahun terakhir mencapau ekspansi 70%, pemberian kredit yang cukup agresif tahun 89-90 tidak ditunjang dengan struktur permodalan yang kuat dan likuiditas yang memadai. Kondisi yang tidak sehat ini semakin ruwet dengan adanya ketentuan CAR yang harus dipenuhi.
Sebagai konsekuensi logis dari upaya pemenuhan CAR ini, bank harus menyisihkan cadangan-cadangannya untuk memperbesar modal. Karenanya bank mengurangi ekspensi kreditnya dan memindahkan kearah permodalan. Dapat dimaklumi bahwa bank dipacu untuk menyusun struktur permodalan yang sehat dan sanggup menanggung risiko atas aktifa yang produktif. Ini juga bersamaan dengan penyusunan strategi likuiditas yang menunjang. Kondisi saat ini yang cukup ketat, mengharuskan bank untuk mengkonsolidasikan diri dalam menghadapi tantangan persaingan yang semakin penuh variasi, sehingga pada saatnya nanti, mampu berbicara lantang dan sanggup melayani kebutuhan masyarakat.
Modal dalam sebuah bank sangat penting sekali dimana dengan adanya modal dapat menjaga keaman dan kenyamana para nasabah agar tetap percaya dan yakin akan keberlansungan proses bank yang bersangkutan. langkah langah dalam memperhitungkan kebutuhan modal yang memadai , yaitu:
a.       Menyusun rencana keuanga secara menyeluruh
b.      Menentukan modal yang memadai
c.       Mengusahakan pemenuhan modal dari internal tampa merusak kepentingan pemiliknya/pemegang saham.



DAFTAR PUSTAKA

A. Djuzuli, dkk, Lembaga-lembaga Perekonomian Umat, Jakarta: Rajawali Grafindo Persada, 2002.
Abdurrahman, Nana Herdiana, Manajemen Bisnis Syariah dan Kewirausahaan, Bandung: CV Pustaka Setia, 2013
Ahmed, Ziauddin Concept and Model of Islam Bangking, Islamabad: Internasional Institute of islam Economic, 1984
Antonio, Muhammad Syafii, Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendikiawan, Jakarta: BI dn Tazkia Institute, 1999.
Arifin, Zainul, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syari’ah, Jakarta: Alfabeta, 2002.
Dewi, Gemala, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2006
Frank P. Johnson and Richard D. Johnson, Commercial Bank Management, New York : The Dryden Press, 1985
Iska, Syukri, System Perbankan di Indonessia, Yogyakarta: Fajar Media Press, 2012
Kasmir, Manajemen Perbankan, Jakarta: Rajawali Pers, 2012
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
Prawirosentono, Suyadi & Dewi Primasari, Manajemen Stratejik & Pengambilan Keputusan Korporasi (Strategic Management & Corporate Decision Making), Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014
Rustam, Bambang Rianto, Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia Jakarta: Salemba Empat, 2013
Sinungan, Muchdarsyah, Manajemen Dana Bank, Jakarta:PT Bumi Aksara, 1999
                                           , Strategi Manajemen Bank, Menghadapi Tahun 2000, Jakarta : Penerbit Rineka Cipta, 1994
Siswanto, Pengantar Manajemen, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2015
Taswan, Manajemen perbankan, Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2006.
Umar, Khaerul, Manajemen Perbankan Syariah, Bandung: Pustaka Setia, 2013.
Undang-undang No.10. tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang No.7 tahun 1992 tentang perbankan pasal 1 nomor 1
Undang-undang No.10. tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang No.7 tahun 1992 tentang perbankan pasal 1 nomor 2



[1] Nana Herdiana Abdurrahman, Manajemen Bisnis Syariah dan Kewirausahaan, (Cet. 1; Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), h. 361
[2] Undang-undang No.10. tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang No.7 tahun 1992 tentang perbankan pasal 1 nomor 1
[3] Undang-undang No.10. tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang No.7 tahun 1992 tentang perbankan pasal 1 nomor 2
[4] Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah Ed. 1 (Cet. I; Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h. 228
[5] Kasmir, Manajemen Perbankan, (Cet. 11; Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 281-307
[6]   Ibid, h.232
[7]   Siswanto, Pengantar Manajemen (Cet. XI; Jakarta: PT Bumi Aksara, 2015), h. 2
[8] Suyadi Prawirosentono & Dewi Primasari, Manajemen Stratejik & Pengambilan Keputusan Korporasi (Strategic Management & Corporate Decision Making) ([t. Cet]; Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014), h. 6
[9] Muhammad, Manajamen bank…, h. 197
[10] Taswan, Manajemen Perbankan (t. Cet: Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2006) h. 13
[11] Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syari’ah, (Jakarta: Alfabeta, 2002), h. 136
[12] Muchdarsyah Sinungan, Manajemen Dana Bank, (t. Cet; Jakarta:PT Bumi Aksara, 1999), h. 14
[13] Frank P. Johnson and Richard D. Johnson, Commercial Bank Management, (t. Cet; New York : The Dryden Press, 1985), h. 331-332
[14] Syukri Iska, System Perbankan di Indonessia, (Cet. 1; Yogyakarta: Fajar Media Press, 2012),  h. 105-106
[15] Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendikiawan, (Jakarta: BI dn Tazkia Institute, 1999), h. 223
[16] Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 81
[17] Muchdarsyah Sinungan, Strategi Manajemen Bank, Menghadapi Tahun 2000, (Jakarta : Rineka Cipta, 1994), h.131-132.
[18] Muhammad, Manajemen Bank…, h. 215
[19] Kasmir, Manajemen Perbankan, h. 33
[20] Ziauddin Ahmed, Concept and Model of Islam Bangking, (t. Cet; Islamabad: Internasional Institute of islam Economic, 1984), h. 5
[21] Bambang Rianto Rustam, Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia ([t.Cet]; Jakarta: Salemba Empat, 2013), h. 29
[22] A. Djuzuli, dkk, Lembaga-lembaga Perekonomian Umat, (t. Cet; Jakarta: Rajawali Grafindo Persada, 2002), h. 54
[23] Khaerul Umar, Manajemen Perbankan Syariah, (Cet. 1; Bandung: Pustaka Setia, 2013), h. 19

Tidak ada komentar:

Posting Komentar