MANAJEMEN
PERMODALAN BANK SYARIAH
NURHAYATI
Jurusan
Syariah Prodi Ekonomi Syariah STAIN Watampone
ABSTRAK
Pertumbuhan suatu bank sangat
dipengaruhi oleh perkembangan kemampuannya menghimpun dana mayarakat baik
yang berskala kecil maupun besar dengan masa pengendapan yang memadahi. Sebagai
lembaga keuangan maka dana merupakan masalah bank yang paling utama. Tanpa dana
yang cukup maka bank tidak dapat melakukan fungsi-fungsinya sebagai financial
intermediary secara maksimal. Bahkan apabila bank tidak dapat
mengelola menejemen dana dengan baik maka bank akan menemukan masalah-masalah
berkaitan dengan liabilitas ,rentabilitas,serta solvabilitasnya.
Dana tersebut tidak saja dapat
dipenuhi oleh kemampuan modal awal dari pemilik serta kemampuannya dalam
menghasilkan laba, tetapi juga dari luar perusahaan. Pendanaan adalah suatu
usaha untuk menyediakan modal atau uang dalam pengoperasian perusahaan.[1]
Pada suatu bank, sumber
perolehan modal bank diperoleh dari beberapa sumber. Pada awal
pendirian, modal diperoleh dari para pendiri dan para pemegang saham. Pemegang
saham menempatkan modalnya pada bank dengan harapan memperoleh hasil keuntungan
di masa yang akan datang.
Kata Kunci :
Manajemen, Permodalan, dan Bank Syariah
PENDAHULUAN
Perbankan adalah segala sesuatu
yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara
dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.[2]
Sementara itu pengertian bank
yaitu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.[3]
Sedangkan bank syariah merupakan bank yang beroperasi berdasarkan prinsip
syariah, bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadist yaitu tidak menggunakan
instrument riba (bunga) dan memposisikan kesetaraan antara pihak bank dan
nasabah dalam melakukan berbagai transaksi.
Baik bank syariah maupun bank
umum (konvensional) pada dasarnya mempunyai fungsi yang sama yaitu sebagai
lembaga perantara keuangan (financial intermediary) dimana aktivitasnya
berkaitan dengan masalah uang. Keduanya sama-sama menghimpun dana dari pihak
surplus kemudian menyalurkannya kepada pihak yang mengalami defisit dana.
Meskipun dalam operasinya bank syariah dan bank umum (konvensional) berbeda
dalam prinsip. Yaitu operasional bank syariah menggunakan instrument bagi hasil
(loss and profit sharing) sedangkan bank umum ( konvensional)
menggunakan instrument bunga (interest). Kegiatan bank mengumpulkan dana
dari masyarakat disebut funding sedangkan kegiatan bank menyalurkan dana
kepada masyarakat disebut financing atau lending.
Kegiatan funding pada
bank syariah memerlukan menejemen tersendiri yaitu yang sering disebut
manajemen dana bank syariah. Pengertian dari manajemen dana bank syariah adalah
upaya yang dilakukan oleh lembaga bank syariah dalam mengelola dan mengatur posisi
dana yang diterima dari aktifitas funding untuk disalurkan kepada
aktivitas financing dengan harapan bank yang bersangkutan tetap mampu
memenuhi kriteria-kriteria likuiditas, rentabilitas, dan solvabilitas.[4]
Likuiditas merupakan kemampuan
bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya pada saat ditagih. Sementara
rentabilitas adalah tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai
oleh bank yang bersangkutan. Dan solvabilitas merupakan kemampuan bank dalam
mencari sumber dana untuk membiayai kegiatannya. Ketiganya
(likuiditas,rentabilitas dan solvabilitas) berhubungan dengan tingkat kesehatan
suatu bank.[5]
Dalam manajemen dana bank
syariah dapat menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk titipan: (wadiah)
simpanan yang dijamin keamanan dan pengembaliaanya (guaranted deposit)
tetapi tanpa memperloleh imbalan atau keuntungan. Partisipasi modal
berbagi untung dan berbagi resiko (non guaranted account) untuk
investasi umum (general investment account/mudharadah mutlaqah) dimana
bank akan membayar keuntungan secara proporsional dengan portofolio yang
didanai dengan modal tersebut. Investasi khusus (special investment account/
mudharabah muqayyadah) dimana bank bertindak sebagai manajer investasi
untuk memperoleh fee. Jadi bank tidak ikut berinvestasi sedangkan
investor sepenuhnya mengambil resiko atas investasi itu.[6]
PEMBAHASAN
Manajemen
Manajemen
adalah seni dan ilmu dalm perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pemotivasian, dan pengendalian terhadap orang dan mekanisme kerja untuk
mencapai tujuan.[7]
Definisi
manajemen menurut Suyadi Prawiro dalam buku “Kebijakan Kinerja Karyawan, Kiat
Membangun Organisasi Kompetitif”, sebagai berikut “Manajemen adalah suatu ilmu
dan seni yang berkaitandengan rangkaian aktivitas terpadu untuk mensinerjikan
tenaga manusia, sumber daya alam, dan teknologi untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan sebelumnya, serta dengan memperhatikn kelestarian lingkungan
hidup”. Kegiatan-kegiatan terpadu ini diformulasikan dalam bentuk perencanaan (planning),
pelaksanaan (implementing), dan pengawasan (controlling)
berdasarkan etika kerja.[8]
Manajemen sebagai “proses
yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan : perencanaan, pengorganisasian,
menggerkan dan pengawasan yang dialkukan untuk menentukan serta mencapai
sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia
serta sumber-sumber lain”.(George R. Terry, Ph.D).
Manajemen dalam bahasa arab
disebut dengan idarah. Idarah (manajemen) adalah suatu aktivitas khusus
menyamgkut kepemimpinan, pengarahan, dan pengawasan terhadap
pekerjaan-pekerjaan yang berkenaan dengan unsur-unsur pokok dalam suatu proyek.
Tujuannya adalah agar hasil-hasil yang ditargertkan dapat dicapai dengan cara
yang efektif dan efesien.[9]
Manajemen dalam islam, memiliki
dua pengertian yaitu: Sebagai ilmu, dan sebagai aktivitas. Yang mana sebagai
manjemen dipandang sebagai salah satu ilmu umum yang tidak berkaitan dengan
nilai, peradaban sehingga hukum mempelajarinya adalah fardu kifayah. Sedangkan
sebagai aktivitas ia terikat pada aturan syara, nilai atau Hadlarah islam.
Permodalan Bank Syariah
Bank pada umumnya dan bank
syariah pada khususnya adalah lembaga yang didirikan dengan orientasi
laba.Untuk mendirikan lembaga yang demikian perlu didukung dengan aspek
permodalan yang kuat, kekuatan aspek permodalan akan membangun kepercayaan dari
masyarakat, karena bank merupakan lembaga kepercayaan.Untuk tetap menjaga
kepercayaan masyarakat itu perangkat yang strategis yang harus digunakan adalah
permodalan yang cukup memadai, karena modal merupakan faktor yang penting dalam
perkembangan dan kemajuan bank sekaligus menjaga kepercayaan masyarakat.
Modal Bank adalah dana yang
diinvestasikan oleh pemilik dalam rangka pendirian badan usaha yang dimaksudkan
untuk membiayai kegiatan usaha bank disamping untuk memenuhi regulasi yang
ditetapkan oleh otoritas moneter.[10]
Menurut Zainul Arifin, Modal
adalah sesuatu yang mewakili pemilik dalam perusahaan. Berdasarkan nilai
buku modal didefenisikan sebagai kekayaan bersih(net worth), yaitu
selisih nilai buku aktiva dikurangi dengan nilai buku dari kewajiban (liabilities).[11]
Modal didifinisikan sebagai
kekayaan bersih (net worth) yaitu
selisih antara nilai buku dari aktiva dikurangi dengan nilai buku dari
kewajiban (liabilities). Pemegang
saham menempatkan modalnya pada bank dengan harapan memperoleh hasil keuntungan
dimasa yang akan datang. Dalam neraca terlihat pada sisi pasiva bank, yaitu
rekening modal dan cadangan. Rekening modal berasal dari setoran para pemegang
saham, sedangkan rekening cadangan adalah berasal dari bagian keuntungan yang
tidak dibagikan kepada pemegang saham, yang digunakan untuk keperluan tertentu,
misalnya untuk perluasan usaha dan untuk menjaga likuiditas karena adanya
kredit-kredit yang diragukan atau menjurus kepada macet.
Bank indonesia telah menetapkan
ketentuan tentang aspek permodalan bank-bank syariah. Bank syariah wajib
menyediakan minimum sebesar 8% dari aktiva tertimbang menurut risiko, yaitu
risiko penyaluran dana dan risiko pasar, dalam hal ini risiko nilai tukar.
Demikian juga dengan Unit Usaha Syariah. Dalam hal modal minimum Uus kurang
dari 8% maka kantor pusat bank umum konvensional dari UUS wajib menambah
kekurangannya sehingga menjadi 8%.
Fungsi Modal Bank
Kebanyakan masyarakat mengatakan
bahwa fungsi utama modal bank adalah melindungi para penyimpan uang dari
kerugian yang timbul, modal bank adalah manifestasi dari keinginan para
pemegang saham untuk berperan dalam bisnis perbankan.[12]
Menurut Johnson and Johnson[13] modal
bank mempunyai tiga fungsi yaitu:
1.
Sebagai penyangga untuk menyerap kerugian operasional dan
kerugian lainnya. Dalam fungsi ini modal
memberikan perlindungan terhadap kegagalan atau kerugian bank dan perlindungan
terhadap kepentingan para deposan.
2.
Sebagai dasar bagi menetapan batas maksimum pemberian
kredit. Hal ini adalah merupakan pertimbangan operasional bagi bank sentral,
sebagai regulator, untuk membatasi jumlah pemberian kredit kepada setiap
individu nasabah bank. Melalui pembatasan ini bank sentral memaksa bank untuk
melakukan diversifikasi kredit mereka agar dapat melindungi diri terhadap
kegagalan kredit dari satu individu debitur.
3.
Modal juga menjadi dasar perhitungan bagi para partisipan
pasar untuk mengevaluasi tingkat kemampuan bank secara relatif untuk
menghasilkan keuntungan. Tingkat keuntungan bagi para investor diperkirakan
dengan membandingkan keuntungan bersih dengan ekuitas. Para partisipan pasar
membandingkan return on investment diantara
bank-bank yang ada.
Sumber Permodalan Bank Syariah
Sumber utama modal bank syariah
ialah modal inti (core capital) dan kuasi ekuitas. Modal inti adalah
modal yang berasal dari para pemilik bank, yang terdiri dari modal yang
diinvestasikan para pemegang saham, cadangan dan laba di tahan. Sedangkan kuasi
ekuitas ialah dana-dana yang tercatatdalam rekening-rekening bagi hasil (mudharabah).[14]
Di samping itu, ada modal dari
pinjaman (subordinated loan). Menurut Antonio, dalam pandangan syariah,
modal seperti itu termaksud dalam kategori qard, yaitu pinjaman harta
yang bisa diminta kembali. Dalam literature fiqih salaf al-saleh, qard
dikategorikan dalam ‘aqd tatawwu’ atau akad saling membantu dan bukan
traksaksi komersial.[15]
Apabila dilihat dari sumbernya,
pada dasarnya dana bank syariah terdiri dari:
a. Modal ialah dana yang diserahkan
pemilik (owner). Dalam perbankan syariah, mekanisme pernyataan modal
pemegang saham bisa dilakukan melalui musyarakah fi sahm al-syarikah atau
equity parcipation pada saham perseroan bank.[16]
b. Penitipan atau Pengiriman, yaitu
salah satu cara yang digunakan bank syariah dalam menggerakkan dana ialah
penitipan. Adapun akad yang sesuai dengan cara ini ialah al-wadiah.
Al-wadiah merupakan penitipan murni yang setiap saat bisa diambil jika
pemiliknya menghendaki.
c. Investasi, akad yang digunakan
yaitu akad mudharabah, tujuannya ialah kerjasama antara pemilik dana
(shahib al-mal) dengan pengelolaan dana (mudharib) yaitu bank.
Kecukupan Modal
Bank.
Tingkat kecukupan modal bank
dinyatakan dengan suatu ratio tertentu yang disebut ratio kecukupan modal atau capital edequasy ratio (CAR). Tingkat
kecukupan modal ini dapat diukur dengan cara:
1.
Membandingkan modal dengan dana-dana pihak ketiga
Dilihat dari sudut perlindungan
kepentingan para deposan, perbandingan antara modal dengan pos-pos pasiva
merupakan petunjuk tentang tingkat keamanan simpanan masyarakat pada bank.
Perhitungannya merupakan ratio modal dikaitkan dengan simpanan pihak ketiga
(giro, deposito dan tabungan) sebagai berikut:
Modal dan
cadangan
-------------------------------------- = 10 %
Giro + Deposito + tabungan
Dari perhitungan tersebut
diketahui bahwa ratio modal atas simpanan cukup dengan 10 % dan dengan ratio
itu permodalan bank dianggap sehat. Ratio antara modal dan simpanan masyarakat
harus dipadukan dengan memperhitungkan aktiva yang mengandung resiko. Oleh karena
itu modal harus dilengkapi oleh berbagai cadangan sebagai penyangga modal,
sehingga secara umum modal bank terdiri dari modal inti dan modal pelengkap.
2.
Membandingkan modal dengan aktiva beresiko
Ukuran kedua inilah yang dewasa
ini menjadi kesepakatan BIS (bank for
International Settlements) yaitu organisasi bank sentral dari negara-megara
maju yang disponsori oleh Amerika Serikat, Kanada, negara-negara Eropah Barat
dan Jepang. Kesepakatan tentang ketentuan permodalan itu dicapai pada tahun
1988, dengan menetapkan CAR, yaitu ratio minimum yang mendasarkan kepada
perbandingan antara modal dengan aktiva beresiko. Kesepakatan ini
dilatar-belakangi oleh hasil pengamatan para ahli perbankan negara-negara maju,
termasuk para pakar IMF dan World Bank, tentang adanya ketimpangan struktur dan
sistem perbankan internasional. Berdasarkan indikasi-indikasi itu lalu BIS
menetapkan ketentuan perhitungan Capital
Edequacy Ratio (CAR) yang harus diikuti oleh bank-bank di seluruh dunia
sebagai aturan main dalam kompetisi yang fair
di pasar keuangan global, yaitu ratio minimum 8% permodalan terhadap aktiva
berisiko.[17]
Penerapan CAR untuk Perbankan IndOnesia
Baik bank nasional
maupun internasional harus memenuhi rasio kecakupan modalnya (Capital Adequacy
Ratio).[18]
·
Pengertian modal.
Modal dibagi ke dalam modal inti
dan modal pelengkap yaitu:
1.
Modal inti (tier 1) terdiri dari
:
a. Modal
Setor, yaitu modal yang disetor secara efektif oleh pemilik. Bagi Bank milik
koperasi modal setor terdiri dari simpanan pokok dan simpana wajib para
anggotanya.
b. Agio
saham, yaitu selisih lebih dari harga saham dengan nilai nominal saham.
c. Modal
sumbangan, yaitu modal yang diperoleh kembali dari sumbangan saham, termasuk
selisih nilai yang tercatat dengan harga (apabila saham tersebut dijual).
d. Cadangan
Umum, yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan dengan
persetujuan RUPS.
e. Cadangan
tujuan, yaitu bagian laba setelah pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu
atas persetujuan RUPS.
f. Laba
ditahan, yaitu saldo laba bersih setelah pajak yang oleh RUPS diputuskan untuk
tidak dibagikan.
g. Laba
tahun lalu, yaitu laba bersih tahun lalu setelah pajak, yang belum ditetapkan
penggunaannya oleh RUPS. Jumlah laba tahun lalu hanya diperhitungkan sebesar 50
% sebagai modal inti. Bila tahun lalu rugi harus dikurangkan terhadap modal
inti.
Bila dalam pembukuan bank
terdapat goodwill, maka jumlah modal inti harus dikurangkan dengan nilai
goodwill tersebut. Bank syariah dapat mengikuti sepenuhnya pengkategorian
unsur-unsur tersebut di atas sebagai modal inti, karena tidak ada hal-hal yang
bertentangan dengan prinsp-prinsp syariah.
2.
Modal pelengkap (tier 2)
Modal pelengkap terdiri atas cadangan-cadangan yang
dibentuk bukan dari laba setelah pajak serta pinjaman yang sifatnya
dipersamakan dengan modal. Secara terinci modal pelengkap dapat berupa :
a.
Cadangan revaluasi aktiva tetap
b.
Cadangan penghapusan aktiva yang diklasifkaskan.
c.
Modal pinjaman yang mempunyai ciri-ciri :
ü Tidak dijamin oleh bank yang
bersangkutan dan dipersamakan dengan modal dan telah dibayar penuh
ü Tidak dapat dilunasi atas
inisiatif pemilik, tanpa persetujuan BI
d.
Mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam hal
memikul kerugian bank.
e.
Pembayaran bunga dapat ditangguhkan bila bank dalam keadaan
rugi
f.
Pinjaman subordinasi yang memenuhi syarat-syarat sbb.:
ü Ada perjanjian tertulis antara
pemberi pinjaman dengan bank
ü Mendapat persetujuan dari BI
ü Tidak dijamin oleh bank yang
bersangkutan
ü Minimal berjangka waktu 5 tahun
ü Pelunasan pinjaman harus dengan
persetujuan BI
ü Hak tagih dalam hal terjadi terjadi
likuidasi berlaku paling akhir (kedudukannya sama dengan modal).
Modal pelengkap ini hanya dapat
diperhitungkan sebagai modal setinggi-tingginya 100 % dari jumlah modal inti.
Khusus menyangkut modal pinjaman dan pinjaman subordinasi, bank syariah tidak
dapat mengkategorikannya sebagai modal, karena sebagaimana diuraikan di atas,
pinjaman harus tunduk pada prinsip qard
dan qard tidak boleh diberikan
syarat-syarat seperti ciri-ciri atau syarat-syarat yang diharuskan dalam
ketentuan tersebut.
KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF (KAP)
Aktiva produktif bank syari’ah
dapat dibedakan atas :
a.
Piutang penjualan (murabahah)
dan sewa (ijarah)
b.
Investasi pada:
ü Musyarakah
ü Mudharabah
ü Salam
ü Istishna’
ü Persediaan
ü Aktiva yang disewakan.
Kualitas piutang penjualan (murabahah) dan sewa (ijarah) didasarkan pada kemampuan
membayar, kondisi keuangan dan prospek usaha. Demikian juga kualitas investasi
pada musyarakah dan mudharabah dapat di dasarkan atas
tingkat kesesuaian antara realisasi bagi hasil dengan proyeksinya, kondisi
keuangan dan prospek usaha.
Dalam pembiayaan mudharabah, bank dapat menolak untuk
menanggung resiko, bila ternyata diakibatkan oleh kesengajaan, kelalian atau
pelanggaran oleh nasabah sebagai mudharib. Berdasarkan hal itu maka faktor
jaminan dalam pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan untuk menutup resiko
tersebut. Salam dan istishna’
adalah cara memperoleh barang dengan membayar di muka sedang barangnya akan
diterima kemudian, dan bukan aktiva produktif. Oleh karena itu tidak diperlukan
perhitungan KAPnya. Sedangkan untuk masalah pencadangannya diatur dalam standar
akuntansi sebagaimana unsur aktiva lain (seperti aktiva dalam proses). Demikian
pula halnya dengan persediaan dan aktiva yang disewakan.
Bank Syariah
Secara umum bank disebut sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya
menerima simpanan, tabungan dan giro. Selain itu, bank juga dikenal sebagai
lembaga yang memberikan pinjaman uang (kredit) bagi masyarakat yang
membutuhkan. Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa lalu lintas pembayaran.[19]
Bank syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatannya dengan aturan
perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan
dana atau pembayaran kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya ynag dinyatakan
sesuai dengan syariat islam. Dalam devinisi lain, perbankan syariah ialah
lembaga perbankan yang selaras dengan sistem nilai dan etos islam.[20]
Bank syariah menurut UU Nomor 21 tahun 2008 adalah bank
yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut
jenisnya terdiri atas BUS dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).[21]
Dalam ekonomi islam, istilah bank syariah memiliki konsep
tersendiri, yaitu bank syariah, yang beroperasi diatas dasar ajaran (syariat)
islam, yang memiliki asas operasional berbeda dengan asas operasional bank
konvensional.[22]
Adapun dalam pembukaan standar akuntansi yang di
keluarkan oleh Accounting and Auditing Organization for Islamic Finansial
Institution (AAOIFI) di jelaskan tentang fungsi dan peran bank syariah,
sebagai berikut:
1)
Maanjer investasi, yaitu bank syariah dapat mengelola invetasi dana
nasabah.
2)
Investor bank syariah, yaitu bank syariah dapat menginvestasikan dana yang
dimiliki ataupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya.
3)
Penyediaan jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, yaitu bank yariah
dapat melakukan kegiatan jasa layanan perbankan sebagaimana lazimnya.
4)
Pelakssanaan kegiatan sosial sebagai ciri yang melekat pada entitas
keuangan syariah, bank islam juga memiliki kewajiban untuk mengeluarkan dan
mengelola (menghimpun, mengadministrasikan, dan mendistribusikan) zakat serta
dana-dana sosial lainnya.[23]
Prinsip utama
yang di ikuti oleh bank Islami itu adalah yaitu:
a)
Larangan riba dalam berbagai
bentuk transaksi
b)
Melakukan kegiatan usaha dan
perdagangan berdasarkan perolehan keuntungan yang sah.
c)
Memberikan zakat
Prinsip
Perbankan Syariah di Indonesia pertama kali dikenakan kepada masyarakat pada
tahun 1992 dengan diberlakukannya UU No. 7/1992 tentang Perbankan. Meskipun
Undang-undang ini dianggap belum memberiakan landasan hukum yang kuat terhadap
pengembangan Perbankan Syariah karena hanya mengatur bank bagi hasil dan belum
secara tegas mengatur mengenai keberadaan bank berdasarkan prinsip syariah.
Namun keberadaan UU No 7 tahun 1992 ini merupakan titik awal dari perkembangan
perbankan syariah di Indonesia yang diikuti berdirinya bank umum syariah
pertama di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992.
Ketentuan
tentang kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip syariah dalam UU No. 7 tahun
1992 sangat terbatas yakni hanya menyangkut kegiatan pembiayaan dan tidak di
atur tentang penghimpunan dana. Untuk itu diberlakukannya undang-undang baru
yang lebih jelas dan lengkap yaitu UU No. 10 tahun 1998 sebagai amandemen UU
No. 7 tahun 1992 yang diikuti dengan dikeluarnya sejumlah ketentuan pelaksanaan
dalam bentuk SK Direksi BI atau Peraturan Bank Indonesia memberikan landasan
operasionalsyariah di Indonesia, baik dari segi kelembagaan maupun landasan
operasional syariah.
Penutup
Struktur
permodalan bank-bank di indonesia cukup memprihatinkan. Rasio pinjaman terhadap
dana masyarakat rata-rata bank swasta sebesar 130% dan bank pemerintah 200%.
Kenaikan kredoit 2-3 tahun terakhir mencapau ekspansi 70%, pemberian kredit
yang cukup agresif tahun 89-90 tidak ditunjang dengan struktur permodalan yang
kuat dan likuiditas yang memadai. Kondisi yang tidak sehat ini semakin ruwet
dengan adanya ketentuan CAR yang harus dipenuhi.
Sebagai
konsekuensi logis dari upaya pemenuhan CAR ini, bank harus menyisihkan
cadangan-cadangannya untuk memperbesar modal. Karenanya bank mengurangi
ekspensi kreditnya dan memindahkan kearah permodalan. Dapat dimaklumi bahwa
bank dipacu untuk menyusun struktur permodalan yang sehat dan sanggup
menanggung risiko atas aktifa yang produktif. Ini juga bersamaan dengan
penyusunan strategi likuiditas yang menunjang. Kondisi saat ini yang cukup
ketat, mengharuskan bank untuk mengkonsolidasikan diri dalam menghadapi
tantangan persaingan yang semakin penuh variasi, sehingga pada saatnya nanti,
mampu berbicara lantang dan sanggup melayani kebutuhan masyarakat.
Modal dalam
sebuah bank sangat penting sekali dimana dengan adanya modal dapat menjaga
keaman dan kenyamana para nasabah agar tetap percaya dan yakin akan
keberlansungan proses bank yang bersangkutan. langkah langah dalam
memperhitungkan kebutuhan modal yang memadai , yaitu:
a.
Menyusun rencana keuanga secara menyeluruh
b.
Menentukan modal yang memadai
c.
Mengusahakan pemenuhan modal dari internal tampa merusak
kepentingan pemiliknya/pemegang saham.
DAFTAR PUSTAKA
A. Djuzuli, dkk, Lembaga-lembaga
Perekonomian Umat, Jakarta: Rajawali Grafindo Persada, 2002.
Abdurrahman, Nana Herdiana, Manajemen
Bisnis Syariah dan Kewirausahaan, Bandung: CV Pustaka Setia, 2013
Ahmed, Ziauddin Concept
and Model of Islam Bangking, Islamabad: Internasional Institute of islam
Economic, 1984
Antonio, Muhammad
Syafii, Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendikiawan, Jakarta: BI dn Tazkia
Institute, 1999.
Arifin, Zainul,
Dasar-Dasar Manajemen Bank Syari’ah, Jakarta: Alfabeta, 2002.
Dewi, Gemala, Aspek-aspek
Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, Jakarta:
Kencana, 2006
Frank P. Johnson
and Richard D. Johnson, Commercial Bank
Management, New York : The Dryden Press, 1985
Iska, Syukri, System
Perbankan di Indonessia, Yogyakarta: Fajar Media Press, 2012
Kasmir, Manajemen
Perbankan, Jakarta: Rajawali Pers, 2012
Muhammad, Manajemen Dana Bank
Syariah, Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
Prawirosentono,
Suyadi & Dewi Primasari, Manajemen Stratejik & Pengambilan Keputusan
Korporasi (Strategic Management & Corporate Decision Making), Jakarta:
PT Bumi Aksara, 2014
Rustam, Bambang
Rianto, Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia Jakarta: Salemba
Empat, 2013
Sinungan, Muchdarsyah, Manajemen Dana
Bank, Jakarta:PT Bumi Aksara, 1999
, Strategi Manajemen Bank, Menghadapi Tahun
2000, Jakarta : Penerbit Rineka Cipta, 1994
Siswanto, Pengantar
Manajemen, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2015
Taswan, Manajemen perbankan, Yogyakarta:
UPP STIM YKPN, 2006.
Umar,
Khaerul, Manajemen Perbankan Syariah, Bandung: Pustaka Setia, 2013.
Undang-undang
No.10. tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang No.7 tahun 1992 tentang
perbankan pasal 1 nomor 1
Undang-undang
No.10. tahun 1998 tentang perubahan atas undang-undang No.7 tahun 1992 tentang
perbankan pasal 1 nomor 2
[1] Nana Herdiana
Abdurrahman, Manajemen Bisnis Syariah dan Kewirausahaan, (Cet. 1;
Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), h. 361
[2] Undang-undang No.10. tahun 1998
tentang perubahan atas undang-undang No.7 tahun 1992 tentang perbankan pasal 1
nomor 1
[3] Undang-undang No.10. tahun
1998 tentang perubahan atas undang-undang No.7 tahun 1992 tentang perbankan
pasal 1 nomor 2
[4] Muhammad, Manajemen
Dana Bank Syariah Ed. 1 (Cet. I; Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h. 228
[7] Siswanto, Pengantar Manajemen (Cet.
XI; Jakarta: PT Bumi Aksara, 2015), h. 2
[8] Suyadi
Prawirosentono & Dewi Primasari, Manajemen Stratejik & Pengambilan
Keputusan Korporasi (Strategic Management & Corporate Decision Making) ([t.
Cet]; Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014), h. 6
[9] Muhammad, Manajamen
bank…, h. 197
[13] Frank P. Johnson
and Richard D. Johnson, Commercial Bank
Management, (t. Cet; New York : The Dryden Press, 1985), h. 331-332
[14] Syukri Iska, System
Perbankan di Indonessia, (Cet. 1; Yogyakarta: Fajar Media Press,
2012), h. 105-106
[15] Muhammad Syafii
Antonio, Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendikiawan, (Jakarta: BI dn
Tazkia Institute, 1999), h. 223
[16] Gemala Dewi, Aspek-aspek
Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2006), h. 81
[17]
Muchdarsyah Sinungan, Strategi Manajemen
Bank, Menghadapi Tahun 2000, (Jakarta : Rineka Cipta, 1994), h.131-132.
[19] Kasmir, Manajemen
Perbankan, h. 33
[20] Ziauddin Ahmed, Concept
and Model of Islam Bangking, (t. Cet; Islamabad: Internasional Institute of
islam Economic, 1984), h. 5
[21] Bambang Rianto
Rustam, Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia ([t.Cet];
Jakarta: Salemba Empat, 2013), h. 29
[22] A. Djuzuli, dkk, Lembaga-lembaga
Perekonomian Umat, (t. Cet; Jakarta: Rajawali Grafindo Persada, 2002), h.
54
[23] Khaerul Umar, Manajemen
Perbankan Syariah, (Cet. 1; Bandung: Pustaka Setia, 2013), h. 19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar