MANAJEMEN
PEMBIAYAAN BANK SYARIAH
Oleh Hastuti. A
Jurusan Syariah Prodi Ekonomi
Syariah STAIN
Watampone
ABSTRAK
Manajemen berasal
dari kata to manage, yang artinya mengatur atau mengelola. Pengaturan
dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dan fungsi-fungsi
manajemen itu. Jadi, manajemen merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan
yang diinginkan. Pembiayaan atau financing adalah pendanaan yang
diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang
direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain,
pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang
telah direncanakan. Istilah pembiayaan berarti I Belive, I Trust, saya
percaya, saya menaruh kepercayaan. Perkataan pembiayaan berarti lembaga
pembiayaan selaku menaruh kepercayaan kepada seseorang untuk malaksanakan
amanah yang diberikan. Dalam pelaksanaan pembiayaan, bank syariah harus
memenuhi dua aspek penting, yaitu (1) aspek syar’i, dimana dalam setiap
realisasi pembiayaan kepada para nasabah, bank syariah harus tetap berpedoman
pada syariat islam; dan (2) aspek ekonomi, yakni tetap mempertimbangkan
perolehan keuntungan, baik bagi bank syariah maupun bagi nasabah bank syariah.
Kata
kunci: Manajemen, pembiayaan, bank syariah.
PENDAHULUAN
Perkembangan
kebudayaan dan peradaban telah menjadikan masyarakat semakin kritis terhadap
kebutuhan mereka. Demikian juga halnya dengan masyarakat muslim, dimana mereka
akhirnya mulai memikirkan bagaimana semua urusan kehidupan seperti lembaga
keuangan yang semestinya dapat menciptakan suatu sistem yang berdasarkan
syariah. Mereka enggan berurusan dengan lembaga keuangan konvensional, karena
sistem keuangan ini beroperasi berdasarkan warisan sistem kapitalis. Persoalan
mendasar yang dihadapi ialah adanya bunga ketika mereka menjadi nasabah pada
lembaga keuangan tersebut, yang mana bunga tersebut tidak dibolehkan dalam
ajaran islam, karena ada pihak-pihak dirugikan.
Dengan
keterbatasan kemampuan financial lembaga negara dan swasta tersebut, maka
perbankan nasional memegang peranan penting dan strategis dalam kaitannya
penyediaan permodalan pengembangan sektor produktif. Untuk mencari penyelesaian
persoalan ini, para ahli ekonomi islam mencoba mengembangkan sistem keuangan
islam (tanpa riba). Salah satu usaha yang dilakukan supaya terhindar dari
sistem ini adalah dengan mengganti sistem bunga dengan tanpa bunga, dimana
dapat dilakukan melalui pembiayaan.
Bank sebagai
lembaga perantara jasa keuangan yang tugas pokoknya adalah menghimpun dana dari
masyarakat, diharapkan dengan dana dimaksud dapat memenuhi kebutuhan dana
pembiayaan yang tidak disediakan oleh dua lembaga (swasta dan negara).
Oleh sebab itu,
Islam memandang ssistem pembiayaan sebagai salah satu alternatif untuk memenuhi
keinginan masyarakat, karena dapat melindungi masyarakat dari segala
penindasan, kerugian, dan sebagainya. Dengan demikian sistem pembiayaan yang
dikelola secara syariah merupakan suatu keinginan yang memberi harapan bagi
pembangunan ekonomi umat, karena diharapkan dapat mewujudkan rasa keadilan,
terhindar dari riba yang masih membelenggu kehidupan masyarakat Islam.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Manajemen
Pembiayaan Bank Syariah
Keberadaan lembaga
keuangan yang menawarkan berbagai bentuk fasilitas pembiayaan untuk lebih memperluas
penyediaan pembiayaan alternatif bagi dunia usaha dalam sistem perekonomian
modern sangatlah dibutuhkan. Lembaga pembiayaan diperlukan guna mendukung dan
memperkuat sistem keuangan nasional yang terdiverifikasi sehingga dapat
m,emberikan alternatif yang lebih banyak bagi pengembangan sektor usaha.
Kebijakan
pengembangan dan perluasan berbagai jenis lembaga keuangan melalui diverifikasi
kegiatan pembiayaan landasan operasionalnya diatur lewat Keputusan Presiden No.
61 Tahun 1998 sebagai bagian dari deregulasi 20 Desember 1998 (Paket Desember).
Melalui PakDes ini diperkenalkan lembaga pembiayaan yang bidang usahanya
adalah
1.
Sewa guna usaha (leasing)
2.
Modal ventura (venture
capital)
3.
Anjak piutang (factoring)
4.
Kartu kredit (credit card)
5.
Pembiayaan konsumen (consumer
finance)
6.
Perdagangan surat berharga (securities
company).[1]
Kata manajemen
berasal dari bahasa Inggris, management, yang dikembangkan dari kata to
manage, yang artinya mengatur atau mengelola. Kata manage itu
berasal dari bahasa Italia, maneggio, yang diadopsi dari bahasa latin managiare,
yang berasal dari kata manus, yang artinya tangan. Konsep manajemen
ialah bekerja dengan orang-orang untuk mencapai tujuan organisasi dengan
pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),
penyusunan personalia atau kepegawaian (staffing), pengarahan dan
kepemimpinan (leading), dan pengawasan (controlling).[2]
Manajmenen adalah
proses perencanaan, pengorganisasian, pengoordinasian, dan pengontrolan sumber
daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efisien.
Manajemen adalah suatu proses atau kerangaka kerja, yang melibatkan bimbingan
atau pengarahan suatu kelompok orang ke arah tujuan-tujuan organisasi atau
maksud-maksud yang nyata.[3]
Manajemen adalah ilmu
dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan peranan tenga
kerja yang agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan,
karyawan, dan masyarakat.[4]
Manajemen adalah
kegiatan untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan terlebih
dahulu dengan menggunakan orang-orang lain (getting things done through the
effort of other people). Dari pengertian tersebut terdapat empat unsur
manajemen, yaitu:
1.
Pimpinan
2.
Orang-orang (pelaksana) yang
dipimpin
3.
Tujuan yang akan dicapai
4.
Kerja sama dalam mencapai tujuan
tersebut.[5]
Istilah pembiayaan
berarti I Believe, I Trust, artinya saya percaya atau saya menaruh
kepercayaan. Perkataan pembiayaan yang artinya kepercayaan (trust),
berarti lembaga pembiayaan selaku shahibul maal menaruh kepercayaan
kepada seseorang untuk melaksanakan amanah yang diberikan. Dana tersebut harus
digunakan dengan benar, adil, dan harus disertai dengan ikatan dan
syarat-syarat yang jelas, dan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah
An-Nisa [4]: 29[6]
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& cqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 wur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJÏmu ÇËÒÈ
Terjemahannya:
Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang
batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antara
kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah maha
penyayang kepadamu.
Pembiayaan selalu
berkaitan dengan aktivitas bisnis. Bisnis adalah aktivitas yang mengarah pada
peningkatan nilai tambah melalui proses penyerahan jasa, perdagangan atau
pengelolaan barang (produksi). Pelaku bisnis dalam menjalankan bisnisnya sangat
butuh sumber modal. Jika pelaku tidak memiliki modal secara cukup, maka ia akan
berhubungan dengan pihak lain, seperti bank, untuk mendapatkan suntikan dana
dengan melakukan pembiayaan.
Bisnis adalah
sebuah aktivitas yang sangat mengarah pada peningkatan nilai tambah melalui
proses penyerahan jasa, perdagangan, atau pengelolaan barang (produksi). Dengan
kata lain, bisnis merupakan aktivitas berupa pengembangan aktivitas ekonomi
dalam bidang jasa, perdagangan dan industri guna mengoptimalkan nilai
keuntungan.
Pembiayaan (financing),
yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk
mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun
lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk
mendukung investasi yang telah direncanakan.[7]
Pembiayaan adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah
jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. [8]
Bank sebagai
lembaga perantara jasa keuangan yang tugas pokoknya adalah menghimpun dana dari
masyarakat, diharapkan dengan dana dimaksud dapat memenuhi kebutuhan dana
pembiayaan yang tidak disediakan oleh dua lembaga (swasta dan negara).
Dalam aktivitas
pembiayaan bank syariah akan menjalankan dengan berbagai teknik dan metode,
yang penerapannya tergantung pada tujuan dan aktivitas, seperti kontrak mudharabah,
musyarakah, dan yang lainnya. Disamping itu, bank syariah juga terlibat
dalam kontrak murabahah. Mekanisme perbankan syariah yang berdasarkan
prinsip mitra usaha, adalah bebas bunga sehingga pembebanan suatu bunga kepada
nasabah tidak timbul.
Dalam pelaksanaan
pembiayaan, bank syariah harus memenuhi:
1.
Aspek syariah, berarti dalam
setiap realisasi pembiayaan kepada para nasabah, bank syariah harus tetap
berpedoman pada syariat Islam (antara lain tidak mengandung unsur maisir,
gharar dan riba serta bidang usaha yang halal).
2.
Aspek ekonomi, berarti disamping
mempertimbangkan hal-hal syariah, bank syariah tetap mempertimbangkan perolehan
keuntungan baik bagi bank syariah maupun bagi nasabah bank syariah.[9]
B. Unsur Pembiayaan
Pembiayaan pada
dasarnya diberikan atas dasar kepercayaan. Dengan demikian pemberian pembiayan
adalah pemberian kepercayaan. Hal ini berarti prestasi yang diberikan
benar-benar harus diyakini dapat dikembalikan oleh penerima pembiayaan sesuai
dengan waktu dan syarat-syarat yang telah disepakati bersama. Berdasarkan hal
tersebut, unsur-unsur dalam pembiayaan adalah:
1.
Adanya dua pihak, yaitu pemberi
pembiayaan (shahibul mal) dan penerima (mudharib). Hubungan
pemberi pembiayaan dan penerima pembiayaan merupakan kerja sama yang saling
menguntungkan, yang diberikan pula kehidupan tolong-menolong sebagaimana firman
Allah SWT dalam surah Al-Maidah [5]: 2
(#qçRur$yès?ur n?tã ÎhÉ9ø9$# 3uqø)G9$#ur ( wur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ßÏx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ
Terjemahannya:
...Dan tolong-menolonglah dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam
(mengerjakan) dosa dan pelanggaran...
2.
Adanya kepercayaan shahibul
maal kepada mudharib yang didasarkan atas prestasi dan potensi mudharib.
3.
Adanya persetujuan, berupa
kesepakatan pihak shahibul mal dengan pihak lainnya yang berjanji
membayar dari mudharib kepada shahibul maal. Janji membayar
tersebut dapat berupa janji lisan, tertulis (akad pembiayaan) atau berupa
instrumen.
4.
Adanya penyerahan barang, jasa
atau uang dari shahibul maal kepada mudharib.
5.
Adanya unsur waktu. Unsur waktu
merupakan unsur esensial pembiayaan. Pembiayaan terjadi karena unsur waktu,
baik dilihat dari shahibul maal maupun dilihat dari mudharib.
6.
Adanya risiko baik pada pihak shahibul
maal maupun pihak mudharib.
C. Tujuan dan Fungsi Pembiayaan
1.
Tujuan Pembiayaan
Secara umum tujuan
pembiayaan dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:
a.
Secara Makro, pembiayaan
bertujuan untuk:
1)
peningkatan ekonomi umat,
artinya masyarakat yang tidak dapat akses secara ekonomi, dengan adanya
pembiayaan mereka dapat melakukan akses ekonomi. Dengan demikian dapat
meningkatkan taraf ekonominya.
2)
Tersedianya dana bagi
peningkatan usaha, artinya untuk pengembangan usaha membutuhkan dana tambahan.
Dana tambahan ini dapat diperoleh melakukan aktivitas pembiayaan. Pihak yang
surplus dana menyalurkan kepada pihak minus dana, sehingga dapat tergulirkan.
3)
Meningkatkan produktivitas,
artinya adanya pembiayaan memberikan peluang bagi masyarakat usaha mampu
meningkatkan daya produksinya. Sebab upaya produksi tidak akan dapat jalan
tanpa adanya dana.
4)
Membuka lapangan kerja baru,
artinya dengan dibukanya sektor-sektor usaha melalui penambahan dana
pembiayaan, maka sektor usaha tersebut akan menyerap tenaga kerja. Hal ini
berarti menambah atau membuka lapangan kerja baru.
5)
Terjadi distribusi pendapatan,
artinya masyarakat usaha produktif mampu melakukan aktivitas kerja, berarti
mereka akan memperoleh pendapatan dari hasil usahanya. Penghasilan merupakan
bagian dari pendapatan masyarakat . jika ini terjadi maka akan terdistribusi
pendapatan.
b.
Secara Mikro, pembiayaan
diberikan dalam rangka untuk:
1)
Upaya memaksimalkan laba,
artinya setiap usaha yang dibuka
memiliki tujuan tertinggi yaitu menghasilkan laba usaha . setiap usaha
pengusaha menginginkan mampu mencapai laba maksimal. Untuk dapat memaksimalkan
laba maksimal maka mereka perlu dukungan
dana yang cukup.
2)
Upaya meminimalkan risiko,
artinya usaha yang dilakukan agar mampu menghasilkan laba maksimal, maka
pengusaha harus mampu meminimalkan risiko yang mungkin timbul. Risiko
kecurangan modal usaha dapat diperoleh melalui tindakan pembiayaan.
3)
Pendayagunaan sumber ekonomi,
artinya sumber daya ekonomi dapat dikembangkan dengan melakukan mixing antara
sumber daya alam dengan sumber daya manusia serta sumber daya modal. Jika
sumber daya alam dan sumber daya manusianya ada, dan sumber daya tidak ada.
Maka dipastikan diperlukan pembiayaan. Dengan demikian, pembiayaan pada dasarnya
dapat meningkatkan daya guna sumber-sumber daya ekonomi.
4)
Penyaluran klebihan dana,
artinya dalam kehidupan masyarakat ini ada yang kelebihan dana dan ada yang
kekurangan dana. Dalam kaitannya dengan maslah dana, maka mekanisme pembiayaan
dapat menjadi jembatan dalam penyeimbangan dan penyaluran kelebihan dana dari
pihak yang klebihan kepada pihak yang kekurangan dana.
Tujuan pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah adalah untuk meningkatkan kesempatan kerja dan
kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai Islam. Pembiayaan tersebut
harus dapat dinikmati oleh sebanyak-banyaknya pengusaha yang bergerak dibidang
industri, pertanian, dan perdagangan untuk menunjang kesempatan kerja dan
menunjang produksi dan distribusi barang-barang dan jasa-jasa dalam rangka
memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.
2. Fungsi
Pembiayaan
Keberadaan bank
syariah yang menjalankan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah bukan hanya
untuk mencari keuntungan dan meramaikan bisnis perbankan di indonesia, tetapi
juga untuk menciptakan lingkungan bisnis yang aman, diantaranya:
a)
memberikan pembiayaan dengan
prinsip syariah yang menerapkan sistem bagi hasi yang tidak memberatkan debitur.
b)
Membantu kaum duafa yang
tidak tersentuh oleh bank konvensional karena tidak mampu memenuhiu persyaratan
yang ditetapkan oleh bank konvensional.
c)
Membantu masyarakat ekonomi
lemah yang selalu dipermainkan oleh rentenir dengan membantu melalui
pendanaan untuk usaha yang dilakukan. [10]
D. Prinsip Transaksi Pembiayaan
Syariah
Setiap taransakasi
kegiatan operasional perusahaan pembiayaan syariah harus memenuhi prinsip
syariah. Aturan mengenai transaksi perusahaan pembiayaan syariah, antara lain
1.
Untuk setiap jenis transakasi
pembayaran syariah wajib tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
2.
Akad-akad syariah yang telah
ditandatangani oleh kedua bela pihak tidak dapat dibatalkan secara sepihak,
kecuali memenuhi kondisi
a)
Kedua bela pihak setuju untuk
menghentikannya.
b)
Akad bertentangan dengan prinsip
syariah
c)
Akad batal demi hukum karena
timbul kondisi hukum yang dapat menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad.
3.
Upaya setiap jenis transaksi
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, setiap pihak yang bertransaksi wajib
memiliki kecakapan dan kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum baik menurut
syariah maupun peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
4.
Untuk setiap jenis transaksi
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam peraturan ini,
wajib dilaksanakan tanpa unsur paksaan di antara para pihak yang berakad atau
bertransaksi.
5.
Untuk setiap jenis transaksi
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam peraturan ini,
yang diikuti dengan kewajiban melaksanakan asuransi atas objek pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah, maka objek yang diasuransikan wajib diasuransikan
pada perusahaan asuransi dengan prinsip syariah juga.
6.
Pencatatan akuntansi untuk
setiap jenis transaksi pembiayaan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana
diatur dalam peraturan ini wajib disusun berdasarkan pernyataan standar
akuntansi keuangan yang berlaku.[11]
Dalam melakukan
penilaian permohonan pembiayaan bank syariah bagian marketing harus
memperhatikan beberapa prinsip utama yang berkaitan dengan kondisi secara
keseluruhan calon nasabah. Di dunia perbankan syariah prinsip penilaian dikenal
dengan 5C + 1S[12],
yaitu:
a.
Character, yaitu
penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon penerima pembiayaan dengan
tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa pemiayaan dapat memenuhi
kewajibannya.
b.
Capacity, yaitu
penilaian secara subyektif tentang kemampuan penerima pembiayaan untuk
melakukan pembayaran. Kemampuan diukur dengan catatan prestasi penerima
pembiayaan di masa lalu yang didukung dengan pengamatan di lapangan atas saranan
usahanya seperti toko, karyawan, alat-alat, pabrik serta metode kegiatan.
c.
Capital, yaitu
penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon penerima pembiayaan
yang diukur dengar posisi perusahaan secara keseluruhan yang ditujukan oleh rasio
financial dan penekanan pada komposisi modalnya.
d.
Collateral, yaitu
jamian yang dimiliki oleh calon penerima pembiayaan. Penilaian ini bertujuan
untuk lebih meyakinkan bahwa jika suatu risiko kegagalan pembayaran tercapai
terjadi, maka jaminan dapat dipakai sebagai pengganti dari kewajiban.
e.
Condition. Bank
syariah harus melihat kondisi ekonomi yang terjadi di masyarakat secara
spesifik melihat adanya keterkaitan dengan jenis usaha yang dilakukan oleh
calon penerima pembiayaan. Hal tersebut karena kondisi eksternal berperan besar
dalam proses berjalannya usaha calon penerima pembiayaan.
f.
Syariah.
Penilaian ini dilakukan untuk menegaskan bahwa usaha yang akan dibiayai
benar-benar usaha yang tidak melanggar syariat sesuai dengan fatwa DSN “pengelola
tidak boleh menyalahi hukum syariah islam dalam tindakannya yang berhubungan
dengan mudharabah.”
E. Jenis-Jenis Pembiayaan
Sesuai dengan akad
pengembangan produk, maka bank syariah memiliki beberapa jenis pembiayaan.
Adapun jenis produk/jasa pembiayaan pada bank syariah. Jenis-jenis
pembiayaan pada dasarnya dikelompokkan
menurut beberapa aspek,[13] diantaranya:
1.
Pembiayaan menurut tujuan
a)
Pembiayaan modal kerja, yaitu
pembiayaan yang dimaksudkan untuk mendapatkan modal dalam rangka pengembangan
usaha.
b)
Pembiayaaan investasi, yaitu
pembiayaan yang dimaksudkan untuk melakukan investasi atau pengadaan barang
konsumtif.
2.
Pembiayaan menurut jangka waktu
a)
Pembiayaan jangka waktu pendek,
yaitu pembiayaan yang dilakukan dengan waktu 1 bulan sampai dengan 1 tahun.
b)
Pembiayaan jangka waktu
menengah, pembiayaan yang dilakukan dengan waktu 1 tahun sampai dengan 5 tahun.
c)
Pembiayaan jangka waktu panjang,
pembiayaan yang dilakukan dengan waktu lebih dari 5 tahun.
Jenis pembiayaan
pada bank syariah akan diwujudkan dalam bentuk pembiayaan sebagai berikut:
1.
Jenis aktiva produktif pada Bank
Syariah akan diwujudkan dalam bentuk pembiayaan sebagai berikut:
a)
Pembiayaan dengan prinsip bagi
hasil
1)
Pembiayaan Mudharabah
Pembiayaan
mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara bank sebagai pemilik dana
(shahibul maal) dan nasabah sebagai pengelola dana (mudharib)
untuk melakukan kegiatan usaha dengan nisbah pembagian hasil (keuntungan atau
kerugian)menurut kesepakatan dimuka. Aplikasinya: pembiayaan modal kerja,
pembiayaan proyek, dan pembiayaan ekspor.
2)
Pembiayaan musyarakah
Pembiayaan
musyarakah adalah perjanjian antara pemilik dana/ modal untuk
mencampurkan dana/ modal mereka pada suatu usaha tertentu, dengan pembagian
keuntungan di antara pemilik dana/ modal berdasarkan nisbah yang telah
disepakati sebelumnya.
b)
Pembiayaan dengan prinsip jual
beli (piutang)
1)
Pembiayaan murabahah
Murabahah
diartiakan sebagai suatu perjanjian antara bank dengan nasabah dalam bentuk
pembiayaan pembelian atas sesuatu barang yang dibutuhkan oleh nasabah.[14] Murabahah adalah
penjualan dengan batas laba yang disetujui bersama antara pembeli dan penjual.
Pembayran harga, termasuk imbuhan harga yang disetujui, dapat langsung
dilakukan atau dengan cicilan. Pengaturan ini mungkin banyak digunakan, bukan
hanya dalam pembiayaan pembelian barang-barang konsumsi tahan lama, tetapi juga
dalam pembiayaan keperluan-keperluan kebutuhan industri dan pertanian karena
operasi yang relatif sederhana.[15]
Pembiayaan
murabahah mendapatkan pengaturan dalam pasal 1 angka 13 UU No 10 Tahun 1998
tentang perubahan atas UU No 7 tahun 1992 tentang perbankan. Pengaturan secara
khusus terdapat dalam UU No 21 tahun 2009 tentang perbankan syariah, yakni
pasal 19 ayat 1 yang intinya menyatakan bahwa kegiatan usaha bank umum syariah
meliputi, antara lain menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murabahah, akad
salam, akad istishna, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah.
Pembiayaan
murabahah juga diatur dalam fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000 pada tanggal 1
april 2000 yang intinya menyatakan bahwa dalam rangka membantu masyarakat guna melangsungkan
dan meningkatkan kesejahteraan dan berbagai kegiatan, bank syariah perlu
memiliki fasilitas murabahah bagi yang memerlukannya, yaitu menjual suatu
barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembayarannya dengan harga yang
lebih sebagai laba. [16]
Pembiayaan murabahah adalah perjanjian
jual beli antara bank dan nasabah di mana bank syariah membeli barang yang
diperlukan nasabah dan kemudian kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga
perolehan ditambah dengan margin/ keuntungan yang disepakati antara bank
syariah dan nasabah.
Aplikasinyaa yaitu
pembiayaan investasi/barang modal, pembiayaan konsumtif, pembiayaan modal
kerja, dan pembiayaan ekspor.
2)
Pembiayaan Salam
Pembiayaan
salam adalah perjanjian jual beli barang dengan cara pemesanan dengan
syarat-syarat tertentu dan pembayaran harga terlebih dahulu. Aplikasinya pada
pembiayaan sektor pertanian dan produk manufakturing.
3)
Pembiayaan Istishna
Pembiayaan
istishna adalah perjanjian jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan
barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan
dan penjual. Aplikasinya pada pembiayaan kontruksi/ proyek/ produk
manufacturing.
c)
Pembiayaan dengan prinsip sewa
1)
Pembiayaan Ijarah
Ijarah adalah
transaksi sewa-menyewa atas suatu barang atau upah mengupah atas suatu jasa
dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa. Ijarah juga
dapat diintrepresentasikan sebagai suatu akad pemindahan hak guna atas barang
atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
atas barang itu sendiri.
Bank syariah
selaku intitusi keuangan yang menyediakan pembiayaan kepada nasabah dalam
bentuk sewa menyewa, baik sewa murni atau sewa yang memberikan opsi kepada
nasabah selaku penyewa untuk memiliki objek sewa diakhir perjanjian perjanjian
sewa atau yang lebih dikenal dengan ijarah mumtahiyah bitamlik.
Pembiayaan dalam
bentuk ijarah yaitu pemindahan hak
guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan (ownership milkiyyah) atas barang tersebut.[17]
Aplikasinya pada pembiayaan sewa.
2)
Pembiayaan Ijarah Mumtahiyah
Biltamlik/ Wa Iqtina
Pembiayaan
ijarah muntahiyah biltamlik yaitu perjanjian sewa menyewa suatu barang
yang diakhiri dengan perpindahan kepemilikan barang dari pihak yang memberikan
sewa kepada pihak penyewa.
d)
Surat berharga Syariah
Surat
berharga syariah adalah surat bukti berinvestasi berdasarkan prinsip syariah
yang lazim diperdagangkan di pasar uang dan/ atau pasar modal antara lain
wesel, obligasi syariah, sertifikat dana syariah dan surat berharga lainya
berdasarkan prinsip syariah.
e)
Penempatan
Penempatan
adalah penanaman dana bank syariah pada bank syariah lainnyadan/ atau Bank
Pengkreditan Syariah antara lain dalam bentuk giro, dan/ atau tabungan wadi’ah,
deposito berjangka dan/ atau tabungan mudharabah, pembiayaan yang
diberikan, sertifikat investasi mudharabah Antar Bank (IMA) dan/ atau
bentuk-bentuk penempatan lainnya berdasarkan prinsip syariah.
f)
Penyertaan modal
Penyertaan
modal adalah penanaman dan bank syariah dalam bentuk saham pada perusahaan yang
bergerak di bidang keuangan syariah, termasuk penanaman dana dalam bentuk surat
utang konversi dan opsi saham atau jenis transaksi tertentu berdasarkan prinsip
syariah yang berakibat bank syariah memiliki atau akan memiliki saham pada
perusahaanyang bergerak di bidang keuangan syariah.
g)
Penyertaan modal sementara
Penyertaan
modal sementara adalah penyertaan modal Bank Syariah dalam perusahaan untuk
mengatasi kegagalan pembiayaan dan/ atau piutang sebagiaman maksud dalam
ketentuan Bank Indonesia yang berlaku, termasuk dalam surat utang konvesi
dengan opsi saham atau jenis transaksi tertentu yang berakibat Bank Syariah
memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan nasabah.
h)
Taransaksi Rekening
Administratif
Transaksi rekening administratif adalah komitmen dan
kontijensi berdasarkan prinsip syariah yang terdiri atas bank garansi,
ekseptasi/endosemen, irrovecable letter of credit (L/C), yang masih
berjalan, ekspetasi wesel impor atas L/C berjangka, standby L/C, dan
garansi lain berdasarkan prinsip syariah.
i)
Sertifikat Wadi’ah Bank
Indonesia (SWBI)
SWBI adalah sertifikat yang diterbitkan Bnak Indinesia
sebagai bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadi’ah.
2. Jenis aktiva tidak produktif yang berkaitan dengan
aktivitas pembiayaan adalah berbentuk pinjaman yang disebut dengan penjaman Qard
(talangan) merupakan penyediaan dana dan/atau tagihan antara Bank Syariah
dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam melakukan pembayaran
sekaligus atau eceran cicilan dalam jangka waktu tertentu.
PENUTUP
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan
uang atau tagihan yang dipersamakn dengan itu berdasarkan persetujuan atas
kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai
untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka eaktu tertentu
dengan imbalan bagi hasil. Dalam melakukan pembiayaan maka Bank Syariah
memerlukan analisis pembiayaan agar bank syariah memperoleh keyakinan bahwa
pembiayaan yang diberikan dapat dikembalikan oleh nasabahnya. Namun realisasi
pembiayaan bukanlah tahap terakhir dari proses pembiayaan. Setelah realisasi
pembiayaan, maka pejabat bank syariah perlu melakukan pemantauan dan pengawasan
pembiayaan supaya memajukan efisiensi di dalam pengelolaan tata laksana usaha
di bidang peminjaman dan sasaran pencapaian yang ditetapkan sehingga tujuan
daripada adanya pembiayaan bisa tercapai.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdurahman , Nana
Herdiana, Manajemen Bisnis Syariah dan Kewirausahaan, Cet.III; Bandung:
CV Pustaka Setia, 2013
Anshori, Abdul
Ghofur, Perbankan Syariah di Indonesia, Cet. 1; Yogyakarta: Gadja Mada
University Press, 2007
BPRS PNM
Al-Ma’soem, Kebijakan Manajemen Pembiayaan Bank Syariah,t. Bandung: BPRS PNM Al-Ma’soem, 2004
Dahlan, Ahmad Bank Syariah Teori, Praktik, Kritik,
Cet.1; Yogyakarta: Teras, 2012
Deprtemen Agama
RI, Al Jumanatul Ali Al-Qur’an dan Terjemahannya (Bandung: CV Penerbit
J-ART, 2004
Hasibuan, Malayu, Dasar-Dasar
Perbankan, Cet. XI; Jakarta: Bumi Aksara, 2011
K. Lubis, Suhrawardi, Hukum EkonomiIislam, Jakarta: Sinar Grafika, 2000
Kasmir, Manajemen
PerbankanEd. Rev, Cet. 11; Jakarta:
Rajawali Pers, 2012
Mannan, Muhammad Abdul, Ekonomi islam: teori dan praktik
(dasar-dasar ekonomi islam), Ed.1; Jakarta:
Intermesa, 1992
Muhammad, Manajemen
Pembiayaan Bank Syariah, t. Cet; Yogyakarta: Akademi Manajemen Perusahaan
YKPN, 2005
Soemitra, Andri, Bank
dan Lembaga Keuangan Syariah, Cet. I; Jakarta: Kencana, 2009
Tim Penyusun
Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (IAI), Pedoman Akuntansi
Syariah Indonesia, Cet. 1; Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia, 2003
Umam, Khaerul, Manajemen
Perbankan Syariah, Cet. I; Bnadung: Pustaka Setia, 2013
Yusuf,
Burhanuddin, Manajemen Sumber Daya Manusia di Lembaga Keuangan Syariah,
Cet. 1; Jakarta: Rajawali Perss, 2015
Yusuf, Dkk, Manajemen
Operasional Bank Syariah, Cirebon: STAIN Press, 2009
[1] Andri Soemitra, Bank dan
Lembaga Keuangan Syariah, (Cet. 1 Jakarta Kencana, 2009), h. 333
[2] Burhanuddin Yusuf, Manajemen
Sumber Daya Manusia di Lembaga Keuangan Syariah, (Cet. 1; Jakarta: Rajawali
Perss, 2015), h. 19
[3] Nana Herdiana Abdurahman, Manajemen Bisnis
Syariah dan Kewirausahaan, (Cet.III Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), h. 19-20
[4] Malayu Hasibuan, Dasar-Dasar
Perbankan, (Cet. 9; Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 54
[5] Khaerul Umam, Manajemen
Perbankan Syariah, (Cet. 1; Bnadung: Pustaka Setia, 2013), h. 39
[6] Deprtemen Agama RI, Al Jumanatul Ali
Al-Qur’an dan Terjemahannya (Bandung: CV Penerbit J-ART, 2004), h. 84
[7] Muhammad, Manajemen
Pembiayaan Bank Syariah, (t. Cet; Yogyakarta: Akademi Manajemen Perusahaan
YKPN, 2005), h. 16-17
[8] Kasmir, Manajemen PerbankanEd.
Rev, ( cet. 11; Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 82
[9] Muhammad. Op.Cit, h.
15-16
[10] Yusuf, Ayus Ahmad, dan Abdul
Aziz, Manajemen Operasional Bank Syariah, ({t. Cet}; Cirebon: STAIN
Press, 2009), h. 68
[11] Andri Soemitra, Op.Cit,
h. 343-344
[12] BPRS PNM Al-Ma’soem, Kebijakan
Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, ({t. Cet}; Bandung: BPRS PNM Al-Ma’soem,
2004), h. 7
[13] Muhammad, Lo. Cit, h.22
[15] Muhammad Abdul Mannan, Ekonomi
islam: teori dan praktik (dasar-dasar ekonomi islam), (Ed.1; Jakarta: Intermesa, 1992), h. 224
[16] Abdul Ghofur Anshori, Perbankan
Syariah di Indonesia, (cet. 1; Yogyakarta: Gadja Mada University Press,
2007) h. 108-109
Tidak ada komentar:
Posting Komentar