Kamis, 26 Januari 2017

MANAJEMEN PEMBIAYAAN BANK SYARIAH

MANAJEMEN PEMBIAYAAN BANK SYARIAH
Oleh Hastuti. A
Jurusan Syariah Prodi Ekonomi Syariah STAIN Watampone
ABSTRAK
 Manajemen berasal dari kata to manage, yang artinya mengatur atau mengelola. Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dan fungsi-fungsi manajemen itu. Jadi, manajemen merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan. Pembiayaan atau financing adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan. Istilah pembiayaan berarti I Belive, I Trust, saya percaya, saya menaruh kepercayaan. Perkataan pembiayaan berarti lembaga pembiayaan selaku menaruh kepercayaan kepada seseorang untuk malaksanakan amanah yang diberikan. Dalam pelaksanaan pembiayaan, bank syariah harus memenuhi dua aspek penting, yaitu (1) aspek syar’i, dimana dalam setiap realisasi pembiayaan kepada para nasabah, bank syariah harus tetap berpedoman pada syariat islam; dan (2) aspek ekonomi, yakni tetap mempertimbangkan perolehan keuntungan, baik bagi bank syariah maupun bagi nasabah bank syariah.
Kata kunci: Manajemen, pembiayaan, bank syariah.


PENDAHULUAN
Perkembangan kebudayaan dan peradaban telah menjadikan masyarakat semakin kritis terhadap kebutuhan mereka. Demikian juga halnya dengan masyarakat muslim, dimana mereka akhirnya mulai memikirkan bagaimana semua urusan kehidupan seperti lembaga keuangan yang semestinya dapat menciptakan suatu sistem yang berdasarkan syariah. Mereka enggan berurusan dengan lembaga keuangan konvensional, karena sistem keuangan ini beroperasi berdasarkan warisan sistem kapitalis. Persoalan mendasar yang dihadapi ialah adanya bunga ketika mereka menjadi nasabah pada lembaga keuangan tersebut, yang mana bunga tersebut tidak dibolehkan dalam ajaran islam, karena ada pihak-pihak dirugikan.
Dengan keterbatasan kemampuan financial lembaga negara dan swasta tersebut, maka perbankan nasional memegang peranan penting dan strategis dalam kaitannya penyediaan permodalan pengembangan sektor produktif. Untuk mencari penyelesaian persoalan ini, para ahli ekonomi islam mencoba mengembangkan sistem keuangan islam (tanpa riba). Salah satu usaha yang dilakukan supaya terhindar dari sistem ini adalah dengan mengganti sistem bunga dengan tanpa bunga, dimana dapat dilakukan melalui pembiayaan.
Bank sebagai lembaga perantara jasa keuangan yang tugas pokoknya adalah menghimpun dana dari masyarakat, diharapkan dengan dana dimaksud dapat memenuhi kebutuhan dana pembiayaan yang tidak disediakan oleh dua lembaga (swasta dan negara).
Oleh sebab itu, Islam memandang ssistem pembiayaan sebagai salah satu alternatif untuk memenuhi keinginan masyarakat, karena dapat melindungi masyarakat dari segala penindasan, kerugian, dan sebagainya. Dengan demikian sistem pembiayaan yang dikelola secara syariah merupakan suatu keinginan yang memberi harapan bagi pembangunan ekonomi umat, karena diharapkan dapat mewujudkan rasa keadilan, terhindar dari riba yang masih membelenggu kehidupan masyarakat Islam.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Manajemen Pembiayaan Bank Syariah
Keberadaan lembaga keuangan yang menawarkan berbagai bentuk fasilitas pembiayaan untuk lebih memperluas penyediaan pembiayaan alternatif bagi dunia usaha dalam sistem perekonomian modern sangatlah dibutuhkan. Lembaga pembiayaan diperlukan guna mendukung dan memperkuat sistem keuangan nasional yang terdiverifikasi sehingga dapat m,emberikan alternatif yang lebih banyak bagi pengembangan sektor usaha.
Kebijakan pengembangan dan perluasan berbagai jenis lembaga keuangan melalui diverifikasi kegiatan pembiayaan landasan operasionalnya diatur lewat Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1998 sebagai bagian dari deregulasi 20 Desember 1998 (Paket Desember). Melalui PakDes ini diperkenalkan lembaga pembiayaan yang bidang usahanya adalah
1.      Sewa guna usaha (leasing)
2.      Modal ventura (venture capital)
3.      Anjak piutang (factoring)
4.      Kartu kredit (credit card)
5.      Pembiayaan konsumen (consumer finance)
6.      Perdagangan surat berharga (securities company).[1]
Kata manajemen berasal dari bahasa Inggris, management, yang dikembangkan dari kata to manage, yang artinya mengatur atau mengelola. Kata manage itu berasal dari bahasa Italia, maneggio, yang diadopsi dari bahasa latin managiare, yang berasal dari kata manus, yang artinya tangan. Konsep manajemen ialah bekerja dengan orang-orang untuk mencapai tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penyusunan personalia atau kepegawaian (staffing), pengarahan dan kepemimpinan (leading), dan pengawasan (controlling).[2]
Manajmenen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efisien. Manajemen adalah suatu proses atau kerangaka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang ke arah tujuan-tujuan organisasi atau maksud-maksud yang nyata.[3]
Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan peranan tenga kerja yang agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.[4]  
Manajemen adalah kegiatan untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan terlebih dahulu dengan menggunakan orang-orang lain (getting things done through the effort of other people). Dari pengertian tersebut terdapat empat unsur manajemen, yaitu:
1.      Pimpinan
2.      Orang-orang (pelaksana) yang dipimpin
3.      Tujuan yang akan dicapai
4.      Kerja sama dalam mencapai tujuan tersebut.[5]
Istilah pembiayaan berarti I Believe, I Trust, artinya saya percaya atau saya menaruh kepercayaan. Perkataan pembiayaan yang artinya kepercayaan (trust), berarti lembaga pembiayaan selaku shahibul maal menaruh kepercayaan kepada seseorang untuk melaksanakan amanah yang diberikan. Dana tersebut harus digunakan dengan benar, adil, dan harus disertai dengan ikatan dan syarat-syarat yang jelas, dan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.  Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah An-Nisa [4]: 29[6]

$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 Ÿwur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJŠÏmu ÇËÒÈ


Terjemahannya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepadamu.

Pembiayaan selalu berkaitan dengan aktivitas bisnis. Bisnis adalah aktivitas yang mengarah pada peningkatan nilai tambah melalui proses penyerahan jasa, perdagangan atau pengelolaan barang (produksi). Pelaku bisnis dalam menjalankan bisnisnya sangat butuh sumber modal. Jika pelaku tidak memiliki modal secara cukup, maka ia akan berhubungan dengan pihak lain, seperti bank, untuk mendapatkan suntikan dana dengan melakukan pembiayaan.
Bisnis adalah sebuah aktivitas yang sangat mengarah pada peningkatan nilai tambah melalui proses penyerahan jasa, perdagangan, atau pengelolaan barang (produksi). Dengan kata lain, bisnis merupakan aktivitas berupa pengembangan aktivitas ekonomi dalam bidang jasa, perdagangan dan industri guna mengoptimalkan nilai keuntungan.
Pembiayaan (financing), yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan.[7]
Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. [8]
Bank sebagai lembaga perantara jasa keuangan yang tugas pokoknya adalah menghimpun dana dari masyarakat, diharapkan dengan dana dimaksud dapat memenuhi kebutuhan dana pembiayaan yang tidak disediakan oleh dua lembaga (swasta dan negara).
Dalam aktivitas pembiayaan bank syariah akan menjalankan dengan berbagai teknik dan metode, yang penerapannya tergantung pada tujuan dan aktivitas, seperti kontrak mudharabah, musyarakah, dan yang lainnya. Disamping itu, bank syariah juga terlibat dalam kontrak murabahah. Mekanisme perbankan syariah yang berdasarkan prinsip mitra usaha, adalah bebas bunga sehingga pembebanan suatu bunga kepada nasabah tidak timbul.
Dalam pelaksanaan pembiayaan, bank syariah harus memenuhi:
1.      Aspek syariah, berarti dalam setiap realisasi pembiayaan kepada para nasabah, bank syariah harus tetap berpedoman pada syariat Islam (antara lain tidak mengandung unsur maisir, gharar dan riba serta bidang usaha yang halal).
2.      Aspek ekonomi, berarti disamping mempertimbangkan hal-hal syariah, bank syariah tetap mempertimbangkan perolehan keuntungan baik bagi bank syariah maupun bagi nasabah bank syariah.[9]


B. Unsur Pembiayaan
 Pembiayaan pada dasarnya diberikan atas dasar kepercayaan. Dengan demikian pemberian pembiayan adalah pemberian kepercayaan. Hal ini berarti prestasi yang diberikan benar-benar harus diyakini dapat dikembalikan oleh penerima pembiayaan sesuai dengan waktu dan syarat-syarat yang telah disepakati bersama. Berdasarkan hal tersebut, unsur-unsur dalam pembiayaan adalah:
1.      Adanya dua pihak, yaitu pemberi pembiayaan (shahibul mal) dan penerima (mudharib). Hubungan pemberi pembiayaan dan penerima pembiayaan merupakan kerja sama yang saling menguntungkan, yang diberikan pula kehidupan tolong-menolong sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Al-Maidah [5]: 2
 (#qçRur$yès?ur n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ
Terjemahannya:
...Dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam (mengerjakan) dosa dan pelanggaran...

2.      Adanya kepercayaan shahibul maal kepada mudharib yang didasarkan atas prestasi dan potensi mudharib.
3.      Adanya persetujuan, berupa kesepakatan pihak shahibul mal dengan pihak lainnya yang berjanji membayar dari mudharib kepada shahibul maal. Janji membayar tersebut dapat berupa janji lisan, tertulis (akad pembiayaan) atau berupa instrumen.
4.      Adanya penyerahan barang, jasa atau uang dari shahibul maal kepada mudharib.
5.      Adanya unsur waktu. Unsur waktu merupakan unsur esensial pembiayaan. Pembiayaan terjadi karena unsur waktu, baik dilihat dari shahibul maal maupun dilihat dari mudharib.
6.      Adanya risiko baik pada pihak shahibul maal maupun pihak mudharib.
C. Tujuan dan Fungsi Pembiayaan
1. Tujuan Pembiayaan
Secara umum tujuan pembiayaan dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:
a.       Secara Makro, pembiayaan bertujuan untuk:
1)      peningkatan ekonomi umat, artinya masyarakat yang tidak dapat akses secara ekonomi, dengan adanya pembiayaan mereka dapat melakukan akses ekonomi. Dengan demikian dapat meningkatkan taraf ekonominya.
2)      Tersedianya dana bagi peningkatan usaha, artinya untuk pengembangan usaha membutuhkan dana tambahan. Dana tambahan ini dapat diperoleh melakukan aktivitas pembiayaan. Pihak yang surplus dana menyalurkan kepada pihak minus dana, sehingga dapat tergulirkan.
3)      Meningkatkan produktivitas, artinya adanya pembiayaan memberikan peluang bagi masyarakat usaha mampu meningkatkan daya produksinya. Sebab upaya produksi tidak akan dapat jalan tanpa adanya dana.
4)      Membuka lapangan kerja baru, artinya dengan dibukanya sektor-sektor usaha melalui penambahan dana pembiayaan, maka sektor usaha tersebut akan menyerap tenaga kerja. Hal ini berarti menambah atau membuka lapangan kerja baru.
5)      Terjadi distribusi pendapatan, artinya masyarakat usaha produktif mampu melakukan aktivitas kerja, berarti mereka akan memperoleh pendapatan dari hasil usahanya. Penghasilan merupakan bagian dari pendapatan masyarakat . jika ini terjadi maka akan terdistribusi pendapatan.
b.      Secara Mikro, pembiayaan diberikan dalam rangka untuk:
1)      Upaya memaksimalkan laba, artinya setiap usaha yang dibuka  memiliki tujuan tertinggi yaitu menghasilkan laba usaha . setiap usaha pengusaha menginginkan mampu mencapai laba maksimal. Untuk dapat memaksimalkan laba maksimal  maka mereka perlu dukungan dana yang cukup.
2)      Upaya meminimalkan risiko, artinya usaha yang dilakukan agar mampu menghasilkan laba maksimal, maka pengusaha harus mampu meminimalkan risiko yang mungkin timbul. Risiko kecurangan modal usaha dapat diperoleh melalui tindakan pembiayaan.
3)      Pendayagunaan sumber ekonomi, artinya sumber daya ekonomi dapat dikembangkan dengan melakukan mixing antara sumber daya alam dengan sumber daya manusia serta sumber daya modal. Jika sumber daya alam dan sumber daya manusianya ada, dan sumber daya tidak ada. Maka dipastikan diperlukan pembiayaan. Dengan demikian, pembiayaan pada dasarnya dapat meningkatkan daya guna sumber-sumber daya ekonomi.
4)      Penyaluran klebihan dana, artinya dalam kehidupan masyarakat ini ada yang kelebihan dana dan ada yang kekurangan dana. Dalam kaitannya dengan maslah dana, maka mekanisme pembiayaan dapat menjadi jembatan dalam penyeimbangan dan penyaluran kelebihan dana dari pihak yang klebihan kepada pihak yang kekurangan dana.
Tujuan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah untuk meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai Islam. Pembiayaan tersebut harus dapat dinikmati oleh sebanyak-banyaknya pengusaha yang bergerak dibidang industri, pertanian, dan perdagangan untuk menunjang kesempatan kerja dan menunjang produksi dan distribusi barang-barang dan jasa-jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.
2. Fungsi Pembiayaan
Keberadaan bank syariah yang menjalankan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah bukan hanya untuk mencari keuntungan dan meramaikan bisnis perbankan di indonesia, tetapi juga untuk menciptakan lingkungan bisnis yang aman, diantaranya:
a)        memberikan pembiayaan dengan prinsip syariah yang menerapkan sistem bagi hasi yang tidak memberatkan debitur.
b)        Membantu kaum duafa yang tidak tersentuh oleh bank konvensional karena tidak mampu memenuhiu persyaratan yang ditetapkan oleh bank konvensional.
c)        Membantu masyarakat ekonomi lemah yang selalu dipermainkan oleh rentenir dengan membantu melalui pendanaan untuk usaha yang dilakukan. [10]
D. Prinsip Transaksi Pembiayaan Syariah
Setiap taransakasi kegiatan operasional perusahaan pembiayaan syariah harus memenuhi prinsip syariah. Aturan mengenai transaksi perusahaan pembiayaan syariah, antara lain
1.      Untuk setiap jenis transakasi pembayaran syariah wajib tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
2.      Akad-akad syariah yang telah ditandatangani oleh kedua bela pihak tidak dapat dibatalkan secara sepihak, kecuali memenuhi kondisi
a)      Kedua bela pihak setuju untuk menghentikannya.
b)      Akad bertentangan dengan prinsip syariah
c)      Akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad.
3.      Upaya setiap jenis transaksi pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, setiap pihak yang bertransaksi wajib memiliki kecakapan dan kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum baik menurut syariah maupun peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
4.      Untuk setiap jenis transaksi pembiayaan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam peraturan ini, wajib dilaksanakan tanpa unsur paksaan di antara para pihak yang berakad atau bertransaksi.
5.      Untuk setiap jenis transaksi pembiayaan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam peraturan ini, yang diikuti dengan kewajiban melaksanakan asuransi atas objek pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, maka objek yang diasuransikan wajib diasuransikan pada perusahaan asuransi dengan prinsip syariah juga.
6.      Pencatatan akuntansi untuk setiap jenis transaksi pembiayaan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam peraturan ini wajib disusun berdasarkan pernyataan standar akuntansi keuangan yang berlaku.[11]
Dalam melakukan penilaian permohonan pembiayaan bank syariah bagian marketing harus memperhatikan beberapa prinsip utama yang berkaitan dengan kondisi secara keseluruhan calon nasabah. Di dunia perbankan syariah prinsip penilaian dikenal dengan 5C + 1S[12], yaitu:
a.       Character, yaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon penerima pembiayaan dengan tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa pemiayaan dapat memenuhi kewajibannya.
b.      Capacity, yaitu penilaian secara subyektif tentang kemampuan penerima pembiayaan untuk melakukan pembayaran. Kemampuan diukur dengan catatan prestasi penerima pembiayaan di masa lalu yang didukung dengan pengamatan di lapangan atas saranan usahanya seperti toko, karyawan, alat-alat, pabrik serta metode kegiatan.
c.       Capital, yaitu penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon penerima pembiayaan yang diukur dengar posisi perusahaan secara keseluruhan yang ditujukan oleh rasio financial dan penekanan pada komposisi modalnya.
d.      Collateral, yaitu jamian yang dimiliki oleh calon penerima pembiayaan. Penilaian ini bertujuan untuk lebih meyakinkan bahwa jika suatu risiko kegagalan pembayaran tercapai terjadi, maka jaminan dapat dipakai sebagai pengganti dari kewajiban.
e.       Condition. Bank syariah harus melihat kondisi ekonomi yang terjadi di masyarakat secara spesifik melihat adanya keterkaitan dengan jenis usaha yang dilakukan oleh calon penerima pembiayaan. Hal tersebut karena kondisi eksternal berperan besar dalam proses berjalannya usaha calon penerima pembiayaan.
f.       Syariah. Penilaian ini dilakukan untuk menegaskan bahwa usaha yang akan dibiayai benar-benar usaha yang tidak melanggar syariat sesuai dengan fatwa DSN “pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah.”
E. Jenis-Jenis Pembiayaan
Sesuai dengan akad pengembangan produk, maka bank syariah memiliki beberapa jenis pembiayaan. Adapun jenis produk/jasa pembiayaan pada bank syariah. Jenis-jenis pembiayaan  pada dasarnya dikelompokkan menurut beberapa aspek,[13] diantaranya:
1.      Pembiayaan menurut tujuan
a)      Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan yang dimaksudkan untuk mendapatkan modal dalam rangka pengembangan usaha.
b)      Pembiayaaan investasi, yaitu pembiayaan yang dimaksudkan untuk melakukan investasi atau pengadaan barang konsumtif.
2.      Pembiayaan menurut jangka waktu
a)      Pembiayaan jangka waktu pendek, yaitu pembiayaan yang dilakukan dengan waktu 1 bulan sampai dengan 1 tahun.
b)      Pembiayaan jangka waktu menengah, pembiayaan yang dilakukan dengan waktu 1 tahun sampai dengan 5 tahun.
c)      Pembiayaan jangka waktu panjang, pembiayaan yang dilakukan dengan waktu lebih dari 5 tahun.


Jenis pembiayaan pada bank syariah akan diwujudkan dalam bentuk pembiayaan sebagai berikut:
1.      Jenis aktiva produktif pada Bank Syariah akan diwujudkan dalam bentuk pembiayaan sebagai berikut:
a)      Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
1)      Pembiayaan Mudharabah
Pembiayaan mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara bank sebagai pemilik dana (shahibul maal) dan nasabah sebagai pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha dengan nisbah pembagian hasil (keuntungan atau kerugian)menurut kesepakatan dimuka. Aplikasinya: pembiayaan modal kerja, pembiayaan proyek, dan pembiayaan ekspor.
2)      Pembiayaan musyarakah
Pembiayaan musyarakah adalah perjanjian antara pemilik dana/ modal untuk mencampurkan dana/ modal mereka pada suatu usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan di antara pemilik dana/ modal berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
b)      Pembiayaan dengan prinsip jual beli (piutang)
1)      Pembiayaan murabahah
Murabahah diartiakan sebagai suatu perjanjian antara bank dengan nasabah dalam bentuk pembiayaan pembelian atas sesuatu barang yang dibutuhkan oleh nasabah.[14] Murabahah adalah penjualan dengan batas laba yang disetujui bersama antara pembeli dan penjual. Pembayran harga, termasuk imbuhan harga yang disetujui, dapat langsung dilakukan atau dengan cicilan. Pengaturan ini mungkin banyak digunakan, bukan hanya dalam pembiayaan pembelian barang-barang konsumsi tahan lama, tetapi juga dalam pembiayaan keperluan-keperluan kebutuhan industri dan pertanian karena operasi yang relatif sederhana.[15]
Pembiayaan murabahah mendapatkan pengaturan dalam pasal 1 angka 13 UU No 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU No 7 tahun 1992 tentang perbankan. Pengaturan secara khusus terdapat dalam UU No 21 tahun 2009 tentang perbankan syariah, yakni pasal 19 ayat 1 yang intinya menyatakan bahwa kegiatan usaha bank umum syariah meliputi, antara lain menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murabahah, akad salam, akad istishna, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Pembiayaan murabahah juga diatur dalam fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000 pada tanggal 1 april 2000 yang intinya menyatakan bahwa dalam rangka membantu masyarakat guna melangsungkan dan meningkatkan kesejahteraan dan berbagai kegiatan, bank syariah perlu memiliki fasilitas murabahah bagi yang memerlukannya, yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembayarannya dengan harga yang lebih sebagai laba. [16]
 Pembiayaan murabahah adalah perjanjian jual beli antara bank dan nasabah di mana bank syariah membeli barang yang diperlukan nasabah dan kemudian kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin/ keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah.
Aplikasinyaa yaitu pembiayaan investasi/barang modal, pembiayaan konsumtif, pembiayaan modal kerja, dan pembiayaan ekspor.
2)      Pembiayaan Salam
Pembiayaan salam adalah perjanjian jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran harga terlebih dahulu. Aplikasinya pada pembiayaan sektor pertanian dan produk manufakturing.
3)      Pembiayaan Istishna
Pembiayaan istishna adalah perjanjian jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan dan penjual. Aplikasinya pada pembiayaan kontruksi/ proyek/ produk manufacturing.
c)      Pembiayaan dengan prinsip sewa
1)      Pembiayaan Ijarah
Ijarah adalah transaksi sewa-menyewa atas suatu barang atau upah mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa. Ijarah juga dapat diintrepresentasikan sebagai suatu akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.
Bank syariah selaku intitusi keuangan yang menyediakan pembiayaan kepada nasabah dalam bentuk sewa menyewa, baik sewa murni atau sewa yang memberikan opsi kepada nasabah selaku penyewa untuk memiliki objek sewa diakhir perjanjian perjanjian sewa atau yang lebih dikenal dengan ijarah mumtahiyah bitamlik.
Pembiayaan dalam bentuk ijarah yaitu pemindahan hak  guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership milkiyyah) atas barang tersebut.[17] Aplikasinya pada pembiayaan sewa.
2)      Pembiayaan Ijarah Mumtahiyah Biltamlik/ Wa Iqtina
Pembiayaan ijarah muntahiyah biltamlik yaitu perjanjian sewa menyewa suatu barang yang diakhiri dengan perpindahan kepemilikan barang dari pihak yang memberikan sewa kepada pihak penyewa.
d)     Surat berharga Syariah
Surat berharga syariah adalah surat bukti berinvestasi berdasarkan prinsip syariah yang lazim diperdagangkan di pasar uang dan/ atau pasar modal antara lain wesel, obligasi syariah, sertifikat dana syariah dan surat berharga lainya berdasarkan prinsip syariah.
e)      Penempatan
Penempatan adalah penanaman dana bank syariah pada bank syariah lainnyadan/ atau Bank Pengkreditan Syariah antara lain dalam bentuk giro, dan/ atau tabungan wadi’ah, deposito berjangka dan/ atau tabungan mudharabah, pembiayaan yang diberikan, sertifikat investasi mudharabah Antar Bank (IMA) dan/ atau bentuk-bentuk penempatan lainnya berdasarkan prinsip syariah.

f)       Penyertaan modal
Penyertaan modal adalah penanaman dan bank syariah dalam bentuk saham pada perusahaan yang bergerak di bidang keuangan syariah, termasuk penanaman dana dalam bentuk surat utang konversi dan opsi saham atau jenis transaksi tertentu berdasarkan prinsip syariah yang berakibat bank syariah memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaanyang bergerak di bidang keuangan syariah.
g)      Penyertaan modal sementara
Penyertaan modal sementara adalah penyertaan modal Bank Syariah dalam perusahaan untuk mengatasi kegagalan pembiayaan dan/ atau piutang sebagiaman maksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku, termasuk dalam surat utang konvesi dengan opsi saham atau jenis transaksi tertentu yang berakibat Bank Syariah memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan nasabah.
h)      Taransaksi Rekening Administratif
Transaksi rekening administratif adalah komitmen dan kontijensi berdasarkan prinsip syariah yang terdiri atas bank garansi, ekseptasi/endosemen, irrovecable letter of credit (L/C), yang masih berjalan, ekspetasi wesel impor atas L/C berjangka, standby L/C, dan garansi lain berdasarkan prinsip syariah.
i)        Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia (SWBI)
SWBI adalah sertifikat yang diterbitkan Bnak Indinesia sebagai bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadi’ah.

2. Jenis aktiva tidak produktif yang berkaitan dengan aktivitas pembiayaan adalah berbentuk pinjaman yang disebut dengan penjaman Qard (talangan) merupakan penyediaan dana dan/atau tagihan antara Bank Syariah dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam melakukan pembayaran sekaligus atau eceran cicilan dalam jangka waktu tertentu.

PENUTUP
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakn dengan itu berdasarkan persetujuan atas kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka eaktu tertentu dengan imbalan bagi hasil. Dalam melakukan pembiayaan maka Bank Syariah memerlukan analisis pembiayaan agar bank syariah memperoleh keyakinan bahwa pembiayaan yang diberikan dapat dikembalikan oleh nasabahnya. Namun realisasi pembiayaan bukanlah tahap terakhir dari proses pembiayaan. Setelah realisasi pembiayaan, maka pejabat bank syariah perlu melakukan pemantauan dan pengawasan pembiayaan supaya memajukan efisiensi di dalam pengelolaan tata laksana usaha di bidang peminjaman dan sasaran pencapaian yang ditetapkan sehingga tujuan daripada adanya pembiayaan bisa tercapai.

DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman , Nana Herdiana, Manajemen Bisnis Syariah dan Kewirausahaan, Cet.III; Bandung: CV Pustaka Setia, 2013
Anshori, Abdul Ghofur, Perbankan Syariah di Indonesia, Cet. 1; Yogyakarta: Gadja Mada University Press, 2007 
BPRS PNM Al-Ma’soem, Kebijakan Manajemen Pembiayaan Bank Syariah,t.  Bandung: BPRS PNM Al-Ma’soem, 2004
Dahlan, Ahmad  Bank Syariah Teori, Praktik, Kritik, Cet.1; Yogyakarta: Teras, 2012
Deprtemen Agama RI, Al Jumanatul Ali Al-Qur’an dan Terjemahannya (Bandung: CV Penerbit J-ART, 2004
Hasibuan, Malayu, Dasar-Dasar Perbankan, Cet. XI; Jakarta: Bumi Aksara, 2011 
K. Lubis, Suhrawardi, Hukum EkonomiIislam,  Jakarta: Sinar Grafika, 2000
Kasmir, Manajemen PerbankanEd. Rev,  Cet. 11; Jakarta: Rajawali Pers, 2012
Mannan, Muhammad Abdul, Ekonomi islam: teori dan praktik (dasar-dasar ekonomi islam), Ed.1; Jakarta:  Intermesa, 1992
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, t. Cet; Yogyakarta: Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, 2005
Soemitra, Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Cet. I; Jakarta: Kencana, 2009
Tim Penyusun Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (IAI), Pedoman Akuntansi Syariah Indonesia, Cet. 1; Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia, 2003
Umam, Khaerul, Manajemen Perbankan Syariah, Cet. I; Bnadung: Pustaka Setia, 2013
Yusuf, Burhanuddin, Manajemen Sumber Daya Manusia di Lembaga Keuangan Syariah, Cet. 1; Jakarta: Rajawali Perss, 2015
Yusuf, Dkk, Manajemen Operasional Bank Syariah, Cirebon: STAIN Press, 2009



[1] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Cet. 1 Jakarta Kencana, 2009), h. 333
[2] Burhanuddin Yusuf, Manajemen Sumber Daya Manusia di Lembaga Keuangan Syariah, (Cet. 1; Jakarta: Rajawali Perss, 2015), h. 19
[3]  Nana Herdiana Abdurahman, Manajemen Bisnis Syariah dan Kewirausahaan, (Cet.III Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), h. 19-20
[4] Malayu Hasibuan, Dasar-Dasar Perbankan, (Cet. 9; Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 54  
[5] Khaerul Umam, Manajemen Perbankan Syariah, (Cet. 1; Bnadung: Pustaka Setia, 2013), h. 39
[6]  Deprtemen Agama RI, Al Jumanatul Ali Al-Qur’an dan Terjemahannya (Bandung: CV Penerbit J-ART, 2004), h. 84
[7] Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (t. Cet; Yogyakarta: Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, 2005), h. 16-17
[8] Kasmir, Manajemen PerbankanEd. Rev, ( cet. 11; Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 82
[9] Muhammad. Op.Cit, h. 15-16
[10] Yusuf, Ayus Ahmad, dan Abdul Aziz, Manajemen Operasional Bank Syariah, ({t. Cet}; Cirebon: STAIN Press, 2009), h. 68
[11] Andri Soemitra, Op.Cit, h. 343-344
[12] BPRS PNM Al-Ma’soem, Kebijakan Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, ({t. Cet}; Bandung: BPRS PNM Al-Ma’soem, 2004), h. 7
[13] Muhammad, Lo. Cit, h.22
[14] Suhrawardi K. Lubis, Hukum EkonomiIislam, ({T. Cet; Jakarta: Sinar Grafika, 2000), h. 62
[15] Muhammad Abdul Mannan, Ekonomi islam: teori dan praktik (dasar-dasar ekonomi islam), (Ed.1; Jakarta:  Intermesa, 1992), h. 224
[16] Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, (cet. 1; Yogyakarta: Gadja Mada University Press, 2007) h. 108-109 
[17] Ahmad dahlan, Bank Syariah Teori, Praktik, Kritik, (Cet.1; Yogyakarta: Teras, 2012, h. 180.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar