PEMBIAYAAN
DENGAN PRINSIP JUAL BELI
(BAI’
AL MURABAHAH) PADA BANK SYARIAH
NAMA
: VINNI LESTARI
NIM
: 01133053
PRODI
: EKONOMI SYARIAH
JURUSAN
SYARIAH PRODI EKONOMI SYARIAH
ABSTRAK
Dalam praktik di Lembaga Keuangan Syariah (LKS) termasuk
bank syariah, bentuk murabahah dalam fiqh klasik tersebut mengalami beberapa
modifikasi. Murabahah yang dipraktikkan pada LKS dikenal dengan Murabahah Li al-‘Amir Bi asy-Syira’ yaitu
transaksi jual beli di mana seorang nasabah datang kepada pihak bank untuk
membelikan sebuah barang dengan kriteria tertentu, dan ia akan membeli barang
tersebut secara murabahah, yakni sesuai harga pokok pembelian ditambah dengan
tingkat keuntungan yang disepakati kedua pihak, dan nasabah akan melakukan
pembayaran secara cicilan berkala sesuai dengan kemampuan finansial yang
dimiliki.
murabahah yang banyak dituangkan dalam berbagai
literatur klasik, dimana barang yang menjadi obyek murabahah tersedia dan
dimiliki penjual pada waktu negosiasi atau akad jual beli berlangsung. Kemudian
ia menjual barang tersebut kepada pembeli dengan menjelaskan harga pembelian
dan keuntungan yang akan diperoleh. Karena itu, dapat dikatakan praktik
tersebut adalah transaksi jual beli
biasa, kelebihannya terletak pada pengetahuan pembeli tentang harga
pembelian awal sehingga menuntut kejujuran penjual dalam menjelaskan harga awal
yang sebenarnya.
Pendahuluan
Diantar begitu banyaknya akad. Murabahah adalah salah
satu bentuk akad jual beli yang telah banyak dikembangkan sebagai sandaran poko
dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah yang
memiliki prospek keuntungan yang cukup menjanjikan. Dan krena itulah hampir
semua lembaga keuangan syariah menjadikannya
sebagai produk financing dalam pengembangan modal mereka.
Di samping itu bank syariah merupakan salah satu
aplikasi dari sistem ekonomi syariah
islam dalam mewujudkan niali-niali dan ajaran islam yang emngatur
prekonomian islam yang tidak terpisahkan dari aspek-aspek ajaran islam yang
komprehensif dan universal.
Bank syariah disamping melakukan penghimpunan dana juga
melakukan melakuakn kegiatan usaha penyaluran dana kepada masyarakat berdasarka
prinsip syariah, baik bank umum syariah maupun bank perkreditan rakyat syariah
dapat melakukan kegiatan usaha penyaluran dana perbankan kepada masyarakat.
Penyaluran tersebut berupa pembiayaan dengan jual beli, bagi hasil,
sewa-menyewa, dan pinjam-meminjam.
Bank syariah
Bank Syariah adalah suatu badan usaha yang menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk pembiayaan. Dan didalam menjalankan usahanya berdasarkan prinsip
syariah yang termasuk dalam kaidah muamalah.[1]
Fungsi bank syariah tidak hanya
sebagai lembaga keuangan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi tetapi
benar-benar menjalankan aktivitas perdagangan seperti memiliki bangunan untuk
disewakan, memiliki mobil untuk dijual, memiliki usaha seperti toko bahan
pangan dan aktivitas lain yang benar –benar sebagai bergerak di sektor riil.
Mengingat hampir seluruh bank
syariah di indonesia, beroperasi sebagai lembaga keuangan yang hanya berfungsi
sebagai lembaga intermediasi saja, seperti menghimpun dan menyalurkan dana
masyarakat dalam aktivitas perekonomian dan belum ada yang beraktivitas di
sektor perdagangan secara riil atau nyata. Termasuk Bank Perkreditan Syariah
(BPRS) yang bergerak di segmen usaha kecil dan mikro belum ada yang menjalankan
aktivitas perdagangan. Dengan demikian, dana pihak ketiga yang dihimpun bank
syariah disalurkan kepadamacam-macam jenis pembiayaan salah satu diantaranya
adalah murabahah.[2]
Murabahah
Murabahah adalah termasuk transaksi
jual beli (Bai’). Pengertian dari Bai’adalah “transaksi jual beli yang
mewajibkan adanya penjual (al-bai), pembeli (al mustary) dan harga (tsaman)”. Dengan demikian pengertian Bai’
Murabahahadalah, “jual beli pada barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati”. [3]
Sedangkan
menurut Zuhaily, transaksi murabahah adalah jual beli dengan harga awal
ditambah dengan keuntungan tertentu.[4]
Dengan demikian murabahah,
adalah suatu transaksi jual beli barang berwujud (tangible assets). Dalam
konsep muamalah Islam tidak dikenal jual beli barang tidak berwujud (intagible
asset) seperti jasa pendidikan,jasa hiburan dan jasa layanan. Apabila obyek
transaksinya adalah jasa maka mekanisme transaksinya adalah melalui al ijarah
yaitu pemindahaan hak guna atas manfaat barang dan jasa melalui mekanisme pembayaran
upah dan sewa.
Pembiayaan
Pembiayaan adalah penyediaan
dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi pembiayaan
dengan prinsip jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan istishna.[5]
Perbankan syariah tidak menggunakan istilah kredit atau pinjaman uang tetapi
menggunakan istilah pembiayaan, karena dalam muamalah ekonomi syariah tidak ada
konsep hutang piutang. Apabila seseorang meminjamkan uang kepada pihak lain
tidak diperbolehkan memberikan tambahan diatas pokok pinjamannya.[6]
Hal ini didasarkan pada hadits
Nabi Muhamad SAW yang menyatakan bahwa setiap pinjaman uang yang menghasilkan
manfaat adalah riba, dan para ulama bersepakat bahwa riba itu haram. Pinjam
meminjam uang hanya ada dalam akad sosial atau tolong menolong (Tabarru’),
bukan akad komersiil (Tijjarah).[7]
Pelaksanaan transaksi Bai al
murabah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang
disepakati. Dalam bai al-murabahah, penjual harus memberi tahu harga produk
yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.
Contoh transaksi seorang pedagang eceran membeli komputer dengan harga
Rp.10.000.000,00 kemudian ia menambahkan keuntungan sebesar Rp.2.000.000,00 dan
ia menjual kepada pembeli seharga Rp.12.000.000,00. Umumnya si pedagang tidak
akan memesan dari grosir sebelum ada pemesanan dari calon pembeli. Demikian
halnya di Bank Syariah. Bank Syariah baru akan memesan barang apabila sudah ada
pemesanan dari pembeli. Dengan demikian bai’ al murabahah dapat dilakukan untuk
pembelian barang secara pemesanan, biasa disebut sebagai murabahah kepada
pemesan pembelian, disebut demikian karena si penjual semata-mata mengadakan
barang untuk memenuhi kebutuhan si pembeli yang memesannya.[8]
Jenis-jenis Murabahah
Penerapan transaksi murabahah pada bank syariah dapat dibedakan menjadi
dua jenis yaitu :[9]
1.
Murabahah tanpa pesanan, maksudnya ada yang pesan atau
tidak, ada yang beli atau tidak, bank syariah menyediakan barang dagangannya.
Penyediaan barang pada murabahah ini terpengaruh atau terkait langsung dengan
ada atau tidaknya pesanan atau pembeli.
2.
Murabahah berdasarkan pesanan, maksudnya bank syariah
akan melakukan transaksi murabahah atau jual beli apabila ada nasabah yang
memesan barang sehingga penyediaan barang baru dilakukan jika ada pesanan. Pada
murabahah ini, pengadaan barang sangat tergantung atau terkait langsung dengan
pesanan atau pembelian barang tersebut. Murbahahah berdasarkan pesanan dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu:
a.
Murabahah berdasarkan pesanan dan bersifat mengikat.
Maksudnya apabila telah dipesan harus dibeli.
b.
Murabahah berdasarkan pesanan dan bersifat tidak
mengikat. Maksudnya walaupun nasabah telah memesan barang, tetapi nasabah tidak
terikat, nasabah dapat menerima atau membatalkan pesanan.
Landasan Hukum Pembiayaan Murabahah dalam Bank Syariah
Pembiayaan murabahah telah
diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor.04/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Murabahah. Dalam fatwa tersebut disebutkan ketentuan umum mengenai
murabahah yaitu sebagai berikut:[10]
a. Bank dan nasabah harus melakukan
akad murabahah yang bebas riba.
b. Barang yang diperjual belikan tidak
diharamkan dalam syariah Islam.
c. Bank membiayai sebagian atau
seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
d. Bank harus membeli barang yang
diperlukan nasabah atas bank sendiri, dan harus pembelian ini harus sah dan
bebas riba
e. Bank harus menyampaikan, semua hal
yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara
utang.
f. Bank kemudian menjual barang
tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli harga
beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini
g. Bank harus memberitahu secara jujur
harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
h. Nasabah membayar harga barang yang
telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
i.
Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut,
pihak Bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
j.
Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari
pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip
menjadi milik bank.
Jaminan dalam Murabahah:
1. Jaminan dalam murabahah dibolehkan,
agar nasabah serius dengan pesanannya.
2. Bank dapat meminta nasabah untuk
menyediakan jaminan yang dapat dipegang.
Penerapan Murabahah dalam bank Syariah
Murabahah merupakan skim fiqh
yang paling populer diterapkan dalam perbankan syariah. Murabahah dalam
perbankan syariah didefinisikan sebagai jasa pembiayaan dengan mengambil bentuk
transaski jual beli barang antara bank dengan nasabah dengan cara pembayaran
angsuran. Dalam perjanjian murabahah, bank membiayai pembelian barang atau
asset yang dibutuhkan oleh nasabahnya dengan membeli barang itu dari pemasok
barang dan kemudian menjualnya kepada nasabah tersebut dengan menambahkan suatu
mark-up atau margin keuntungan.[11]
Murabahah dalam konsep perbankan
syariah merupakan jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan
yang disepakati. Dalam jual beli murabahah penjual atau bank harus
memberitahukan bahwa harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan
sebagai tambahannya. Aplikasi pembiayaan murabahah pada bank syariah maupun
Baitul Mal Wa Tamwil dapat digunakan untuk pembelian barang konsumsi maupun
barang dagangan (pembiayaan tambah modal) yang pembayarannya dapat dilakukan
secara tangguh (jatuh tempo/angsuran).[12]
Murabahah sebagaimana yang diterapkan dalam perbankan syariah, pada
prinsipnya didasarkan pada 2 (dua) elemen pokok, yaitu harga beli serta biaya
yang terkait dan kesepakatan atas mark-up Ciri dasar kontrak pembiayaan
murabahah adalah sebagai berikut:
a.
Pembeli harus memiliki pengetahuan tentang biaya-biaya
terkait dan harga pokok barang dan batas mark-up harus ditetapkan dalam bentuk
persentase dari total harga plus biaya-biayanya.
b.
Apa yang dijual adalah barang atau komoditas dan dibayar
dengan uang.
c.
Apa yang diperjual-belikan harus ada dan dimiliki oleh
penjual atau wakilnya dan harus mampu menyerahkan barang itu kepada pembeli.
d.
Pembayarannya ditangguhkan.
Cara pembayaran pada transaksi
murabahah, dapat dilakukan dengan cara tunai atau dengan cara mengangsur atau
pembayaran tangguh akan tetapi, sebagian besar transaksi murabahah yang
dijalankan oleh bank syariah adalah murabahah berdasarkan pesanan dengan
pembayaran secara tangguh. Hal ini terjadi, karena hampir dipastikan seseorang
tidak akan datang ke bank kecuali untuk mendapat pembiayaan untuk pembelian
barang dimana pembelian atas barang tersebut dilakukan dengan pembayaran secara
angsuran atau tangguh.
Bank atau Lembaga Keuangan
Syariah (BMT) bertindak sebagai penjual sementara nasabah sebagai pembeli.
Harga jual adalah harga beli bank dari produsen (supplier) ditambah keuntungan.
Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual tersebut dan jangka waktu
pembayaran. Harga jual ini dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati,
tidak dapat berubah selama berlaku akad. Barang atau objek harus diserahkan
segera kepada nasabah, dan pembayarannya dilakukan secara tangguh.[13]
Mekanisme pembiayaan murabahah dapat digunakan untuk pengadaan
barang, modal kerja, pembangunan rumah dan lain-lain. Berikut ini beberapa
contoh aplikasi mekanisme pembiayaan murabahah dalam perbankan syariah:[14]
a.
Pengadaan Barang
Transaksi
ini dilakukan oleh bank syariah dengan prinsip jual beli murabahah,
seperti pengadaan sepeda motor, kulkas, kebutuhan barang untuk investasi untuk
pabrik dan sejenisnya. Apabila seorang nasabah menginginkan untuk memiliki
sebuah kulkas, ia dapat datang ke bank syariah dan kemudian mengajukan
permohonan agar bank membelikannya. Setelah bank syariah meneliti keadaan
nasabah dan menganggap bahwa ia layak untuk mendapatkan pembiayaan untuk
pengadaan kulkas, bank kemudiaan membeli kulkas dan menyerahkannya kepada
pemohon, yaitu nasabah. Harga kulkas tersebut sebesar Rp. 4.000.000,- dan pihak
bank ingin mendapatkan keuntungan sebesar RP. 800.000,-. Jika pembayaran
angsuran selama dua tahun, maka nasabah dapat mencicil pembayarannya sebesar
Rp. 200.000,- per bulan. Selain memberikan keuntungan kepada bank syariah,
nasabah juga dibebani dengan biaya administrasi yang jumlahnya belum ada
ketentuannya. Dalam praktiknya biaya ini menjadi pendapatan fee base income
bank syariah. Biaya-biaya lain yang diharus ditanggung oleh nasabah adalah
biaya asuransi, biaya notaris atau biaya kepada pihak ketiga.
b.
Modal Kerja (Modal Kerja Barang)
Penyediaan
barang persediaan untuk modal kerja dapat dilakukan dengan prinsip jual
beli murabahah. Akan tetapi, transaksi ini hanya berlaku sekali putus,
bukan satu akad dengan pembelian barang berulang-ulang. Sebenarnya, penyediaan
modal kerja berupa uang tidak terlalu tepat menggunakan prinsip jual beli
murabahah. Transaksi pembiayaan modal kerja dalam bentuk barang atau uang lebih
tepat menggunakan prinsip mudharabah (bagi hasil) atau musyarakah (penyertaan
modal). Karena, jika pembiayaan modal kerja dalam bentuk uang menggunakan
mekanisme murabahah, maka transaksi ini sama dengan consumer finance (pembiayaan
konsumen) dalam bank konvesional yang mengandung usur bunga. Transaksi dalam
consumer finance menggunakan pinjam meminjam uang dan dalam murabahah
menggunakan transaksi jual beli.
c.
Renovasi Rumah (Pengadaan Material Renovasi Rumah)
Pengadaan
material renovasi rumah dapat menggunakan mekanisme jual beli murabahah.
Barang-barang yang diperjualbelikan adalah segala bentuk barang yang dibutuhkan
untuk renovasi rumah, seperti bata merah, genteng, cat, kayu dan lainlain.
Transaksi dalam pembiayaan ini hanya berlaku sekali putus, tidak satu akad
dilakukan berulang-ulang.
Adapun contoh perhitungan pembiayaan murabahah adalah sebagai berikut:
Tuan A, pengusaha toko buku, mengajukan permohonan pembiayaan murabahah
(modal kerja) guna pembelian bahan baku kertas, seniali Rp. 100 juta. Setelah
dievaluasi bank syariah, usahanya layak dan permohonannya disetujui, maka bank
syariah akan mengangkat Tuan A sebagai wakil bank syariah untuk membeli dengan
dana dan atas namanya kemudian menjual barang tersebut kembali kepada Tuan A
sejumlah Rp 120 juta, dengan jangka waktu 3 bulan dan dibayar lunas pada saat
jatuh tempo. Asumsi penetapan harga jual Rp. 120 juta telah dilakukan:
1.
Tawar menawar harga jual antara Tuan A dengan bank
syariah.
2.
Harga jual yang disetujui, tidak akan berubah
selama jangka waktu pembiayaan (dalam hal ini 3 bulan) walaupun dalam masa
tersebut terjadi devaluasi, inflasi, maupun perubahan tingkat suku bunga bank
konvensional di pasar.
Penutup
Murabahah adalah suatu transaksi
jual beli barang berwujud (tangible assets). Dalam konsep muamalah Islam tidak
dikenal jual beli barang tidak berwujud (intagible asset) seperti jasa
pendidikan,jasa hiburan dan jasa layanan. Apabila obyek transaksinya adalah
jasa maka mekanisme transaksinya adalah melalui al ijarah yaitu pemindahaan hak
guna atas manfaat barang dan jasa melalui mekanisme pembayaran upah dan sewa.
Dalam pembiyaan murabahah pada
bank syariah apabila pihak bank mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang
dari pihak ketiga supplier), maka kedua pihak harus menandatangani kesepakatan
agency (agency contract), dimana pihak bank memberi otoritas kepada nasabah
untuk menjadi agennya untuk membeli komoditas dari pihak ketiga atas nama bank,
dengan kata lain nasabah menjadi wakil bank untuk membeli barang. Kepemilikan
barang hanya sebatas sebagai agen dari pihak bank. Selanjutnya nasabah
memberikan informasi kepada pihak bank bahwa Ia telah membeli barang, kemudian
pihak bank menawarkan barang tersebut kepada nasabah dan terbentuklah kontrak
jual beli. Sehingga barang pun beralih kepemilikan menjadi milik nasabah dengan
segala resikonya.
Daftar Pustaka
Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek,
Jakarta: Gema Insani, 2008
Bank Indonesia Direktorat
Perbankan Syariah, Kamus istilah Keuangan
dan Perbankan Syariah, Cet.I, Jakarta: Bank Indonesia, 2006
Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa, Jakarta
:CV.Gaung Persada, 2006
Indonesia, Undang-undang tentang
perbankan Syariah, UU No.21 tahun 2008, LN No.94 tahun 2008, TLN No. 4867
Karim, Adiwarman. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009
Latif, Ah
Azharuddin. Konsep dan Aplikasi Akad
Murabahah pada Perbankan Syariah di Indonesia (jurnal)
Muhammad, Model-Model Akad
Pembiayaan di Bank Syariah Panduan teknis pembuatan Akad/Perjanjian Pembiayaan
Pada Bank Syariah, Yogyakarta : UII Press, 2009
Rifa’I, Moh. Konsep Perbankan Syariah, Semarang : CV.
Wicaksana, 2002
Rusyd. Ibnu, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Mugtashid, Beirut : Lebanon : Dar
al-Kutub Al-Ilmiyah
Sjahdeini, Sutan Remy. Perbankan
Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan, Jakarta : Pustaka Utama
Grafiti, 1999
Sudarsono, Heri. Bank dan Lembaga
Keuangan Syariah : Deskripsi dan Ilustrasi, Jakarta : Ekonisia, 2004
Suhendi,Hendi.
fiqh Muamalah, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002
Sumitro, Warkum. Asas-asas Perbaknan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait (BUMI
dan Takaful), Jakarta : PT Grafindo Persada, cet. Ke-1, 1996
Wiroso, Jual Beli Murabahah, Jakarta: Universitas Islam Indonesia, 2005
Zuhaili, Wahbah Az. Al Fiqh Al
Islami wa Adillatuhu, Damascus:
Dar al-Fikr, 1997
[1] Indonesia,
Undang-undang tentang perbankan Syariah, UU No.21 tahun 2008, LN No.94 tahun
2008, TLN No. 4867, ps. 1.
[2] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank
Syariah Dari Teori Ke Praktek, (Cet. XII, Jakarta: Gema Insani, 2008), h.23
[5] Bank Indonesia Direktorat
Perbankan Syariah, Kamus istilah Keuangan
dan Perbankan Syariah, (Cet.I, Jakarta: Bank Indonesia, 2006), h. 13
[7] Adiwarman Karim, Bank Islam
Analisis Fiqih dan Keuangan, (Cet. III, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2009), h. 70
[10] Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa, (Cet.III Jakarta :CV.Gaung Persada, 2006), h.
24-25
[11] Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata
Hukum Perbankan, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 1999, h. 64
[13] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah :
Deskripsi dan Ilustrasi, Jakarta : Ekonisia, 2004, h. 63.
[14] Ah
Azharuddin Latif, Konsep dan Aplikasi
Akad Murabahah pada Perbankan Syariah di Indonesia (jurnal). Hal : 12-16
Tidak ada komentar:
Posting Komentar