MENDEKATKAN POTENSI ZAKAT DENGAN REALISASI PENGUMPULAN DANA ZAKAT
ABSTRAK
STAIN Watampone
Mendekatkan
potensi zakat dengan realisasinya tidak serta-merta tercapai begitu saja, tapi
perlu adanya senergi antara semua pihak yang berkaitan dengan hal tersebut,
untuk itu penelitian ini membahas tentang strategi mendekatkan potensi zakat
dan realisasinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) mengapa terjadi
kesenjangan antara potensi zakat dan realisasi pengumpulannya, (2)
langkah-langkah apa yang perlu dilakukan untuk mendekakan potensi zakat dan
realisasi pengumpulannya.
Berdasarkan
pada tujuan penelitian tersebut di atas, maka desain yang digunakan dalam
penelitian ini adalah desain deskriftif kualitatif. Artinya penelitian yang
dilakukan ini akan mengurai terjadinya kesenjangan antara potensi zakat dan
realisasi pengumpulannya serta strategi atau langkah-langkah apa yang perlu
dilakukan untuk mendekatkan potensi zakat dan realisasi pengumpulannya dengan
dukungan teori sebagai landasannya dengan metode observasi, wawancara langsung
kepada responden, dan dekumen dalam pengumpulan data-data yang diperlukan.
Untuk menganalisis data-data yang telah dikumpulkan tersebut, maka teknik
analisis data yang digunakan adalah teknik Content Analysis dan
Descriptive Analysis dengan model analisis interaktif.
Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa penyebab terjadinya kesenjangan antara potensi zakat dan
realisasinya yaitu, mayarakat lebih cenderung membayar zakat langsung ke
mustahik, imam mesjid, dan pesantren dibandingkan dengan mebayar zakat ke
lembaga zakat, kemudian langah-langkah yang perlu dilakukan untuk mendekakan
potensi zakat dan realisasi pengumpulannya yaitu, (1) Penguatan Regulasi Zakat,
(2) Mengelola Zakat dengan Baik, (3) Meningkatkan Kepercayaan Publik, (4)
Mendayagunakan Zakat, (5) Merevitalisasi Lembaga Zakat.
Kata Kunci: Pengumpulan, Potensi, Zakat, Realisasi
PENDAHULUAN
Kesejahteraan
merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh masyarakat dengan cara melakukan
pembangunan diberbagai bidang utamanya dalam bidang ekonomi, Pembangunan
ekonomi merupakan suatu keharusan jika suatu negara ingin meningkatkan taraf
hidup dan kesejahteraan rakyatnya. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi
merupakan upaya sadar dan terarah dari suatu bangsa untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyatnya melalui pemanfaatan sumber daya yang ada.[1]
Sehingga
keberhasilan pembangunan terkadang hanya dilihat dari pencapaian ekonomi
seperti pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita saja. Namun dalam
perspektif islam, pembangunan merupakan proses peningkatan kesejahteraan, baik
materi maupun non-materi, yang seimbang dan berkesinambungan dengan
berlandaskan pada nilai-nilai moral islam.[2] Dengan
demikian, pembangunan dikatakan berhasil jika mampu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dalam jangka panjang, diantaranya tercermin dalam kesehatan
masyarakat yang baik, tingkat pendidikan yang baik, pendapatan perkapita yang
tinggi disertai distribusi pendapatan yang merata, turunnya angka kemiskinan,
serta terciptanya keadilan dan kemakmuran masyarakat. Karena kemiskinan akan
membawa pada kehinaan yang dilarang dalam islam, dan menjadi sumber kejahatan
dalam seluruh aspek kehidupan sosial-ekonomi.
PEMBAHASAN
Konsep Zakat
1.
Pengertian Zakat
Secara bahasa,
zakat berarti tumbuh (numu>w) dan bertambah (ziya>dah). jika diucapkan,
zaka> al-za>r’, artinya adalah
tanaman itu tumbuh dan bertambah. Jika diucapkan zaka>t al-nafa>qah, artinya nafkah
tumbuh dan bertambah jika diberkati. Kata ini juga sering dikemukakan untuk
makna tha>ha>rah (suci).[3] Sementara itu yang dijelaskan dalam Lisa>n Al-arab, الزكاة berarti
kebaikan, kelayakan, dan kemanfaatan.[4]
Selain itu makna zakat yang
dikemukakan oleh Yu>suf al-Qarda>wi> bahwa zakat dalam bahasa Al-Quran dan
As-Sunnah disebut juga dengan sedekah, sehingga Mawardi[5] mengatakan sedekah itu
adalah zakat dan zakat itu adalah sedekah, berbeda nama namun satu pengertian.
Dikatakan zakat, karena ia menyucikan
tanggungjawab melaksanakan kewajiban, menyucikan jiwa dari kotoran kikir dan
tamak, dan mensucikan harta dari hak orang lain yang berada di dalamnya,
sehingga barakahlah yang hidup dan penghidupan orang yang melaksanakannya. Karena
baik dan terpuji budi pekertinya, dan kemudian menjadi barakah dan tumbuh
berkembang ekonomi sosial. Dikatakan sedekah, karena mengeluarkan sebagian
harta yang pada hakikatnya merupakan milik orang lain, merupakan bukti
kebenaran iman orang yang berzakat dan bukti bahwa ia membenarkan agama dan
hari kemudian.
Firman Allah swt. dalam QS. 9:104
disebutkan bahwa tidakkah mereka mengetahui bahwasannya Allah menerima taubat
dari hamba-hamba-Nya dan menerima sedekah, dan bahwasanya Allah Maha Penerima
Taubat lagi Maha Penyayang.[6] Jadi menurut ayat
tersebut, zakat pada hakekatnya adalah menyerahterimakan harta benda kepada
Allah swt. sebelum diterima oleh orang fakir dan orang yang berhak menerimanya.
Zakat adalah proses pengoperan hak milik kepada Allah swt. Dengan demikian,
zakat dapat didefinisikan mengeluarkan harta benda kepada Allah Ta’ala. Jadi,
proses pengoperannya itulah yang disebut zakat, bukan harta yang diberikannya,
dengan demikian dasar zakat yakni harta yang menjadi obyek zakat disebut dengan
harta benda zakat. Subyek yang menerima zakat disebut dengan mustahi>q. Orang yang mempunyai harta benda yang mengeluarkan zakatnya disebur muzakki>. Sedangkan orang yang memungut atau mengurusi zakat disebut dengan a>mil zaka>t.
Sementara secara istilah, ulama mengemukkan pengertian zakat dengan redaksi
yang agak berbeda antara satu dan yang lainnya, akan tetapi pada prinsipnya
sama. Pengertian-pengertian yang dimaksud tersebut adalah sebagai berikut:
a)
Menurut Yu>suf al-Qarda>wi>, zakat adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan
kepada orang-orang yang berhak.[7]
b)
Menurut Wahbah al-Zuha>ili, zakat adalah zakat itu mensucikan orang yang mengeluarkannya dan akan
menumbuhkan pahalanya.[8]
c)
Menurut Didin Hafidhuddin, zakat
adalah ibadah maaliyah ijma’iyah yang memiliki posisi penting, strategis, dan
menentukan, baik dari sisi ajaran maupun pembangunan kesejahteraan umat.[9]
d)
Menurut Nuruddin Mhd. Ali, zakat adalah sejumlah harta
tertentu yang diwajibkan Allah yang diserahkan kepada orang-orang yang berhak.[10]
e)
Sedangkan yang disebutkan dalam Undang-undang RI No. 23/
2011, zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan
usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat
islam.[11]
Dari kesimpulan tersebut di atas, secara jelas dapat dipahami bahwa harta
yang dimiliki oleh seorang muslim tidaklah bersifat absolut. Artinya, tidak ada
kepemilikan aset kekayaan yang bersifat mutlak. Ada bagian/prosentase tertentu
yang diatur oleh syariah sebagai milik orang lain, sehingga harus dialirkan dan
didistribusikan kepada mereka yang berhak menerimanya. Maka dalam perspektif
ilmu ekonomi, zakat dapat didefenisikan sebagai suatu tindakan mentransfer
kekayaan dari golongan muslim kaya kepada golongan muslim tidak punya. Transfer
kekayaan itu berarti transfer sumber-sumber daya ekonomi. Tindakan ini tentu
akan mengakibatkan perubahan tertentu yang bersifat ekonomis. Misalnya,
seseorang yang menerima zakat bisa mempergunakannya untuk berkonsumsi atau
berproduksi.
Zakat dapat diarahkan pada usaha pemerataan ekonomi masyarakat dan
menciptakan keseimbangan sirkulasi ekonomi masyarakat. Masyarakat miskin akan
mendapatkan haknya secara lebih baik dalam memenuhi kebutuhan dasar, dengan
demikian zakat sebagai salah satu instrumen mengentaskan kemiskinan, pemerataan
pendapatan, dan mempersempit kesenjangan antara kelompok kaya dan miskin.[12] Oleh karena itu, jika zakat itu disetujuai sebagai salah satu cara dari
berbagai cara untuk program pemerataan, maka hal-hal yang harus ditentukan,
antara lain:[13]
(1) kesadaran dan kemauan muzakki>, (2) memiliki kekuatan hukum formal
tentang zakat, dan (3) lembaga pengelolah zakat harus solid dan profesional.
2.
Tujuan Zakat
Tujuan zakat adalah untuk mencapai
keadilan sosial ekonomi. Zakat merupakan transfer sederhana dari bagian dengan
ukuran tertentu harta si kaya untuk dialokasikan kepada si miskin.[14]
Para cendekiawan muslim banyak yang
menerangkan tentang tujuan-tujuan zakat, baik secara umum yang menyangkut
tatanan ekonomi, sosial dan kenegaraan maupun secara khusus yang ditinjau dari
tujuan-tujuan nash secara eksplisit, yaitu di antaranya:[15] (1) menyucikan harta dan jiwa muzakki, (2) mengangkat derajat fakir
miskin, (3) membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat islam dan
manusia pada umumnya, (4) mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri
seseorang, terutama bagi yang memiliki harta, (5) membebaskan si penerima (mustahi>q) dari kebutuhan, sehingga dapat merasa
hidup tenteram dan dapat meningkatkan kekhusyukan ibadat kepada Allah swt., (6)
sarana pemerataan pendapatan untuk mencapai keadilan sosial, (7) tujuan yang
meliputui bidang moral, sosial, dan ekonomi: dalam bidang moral, zakat mengikis
ketamakan dan keserakahan hati si kaya. Sedangakan, dalam bidang sosial, zakat
berfungsi untuk menghapuskan kemiskinan dari masyarakat. Dan dibidang ekonomi,
zakat mencegah penumpukan kekayaan di tangan sebagian kecil manusia dan
merupakan sumbangan wajib kaum muslimin untuk pembendaharaan negara.
Sementara itu, tujuan zakat yang
disebutkan dalam Undang-undang RI No. 23/2011, pengelolaan zakat bertujuan:[16] (1) meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan
zakat, (2) meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat
dan penanggulangan kemiskinan. Oleh karena itu zakat mampu menciptakan keadilan
sosial dalam penanggulangan kemiskinan dan merupakan mekanisme distribusi
kekayaan, sehingga terjadi sirkulasi kekayaan dalam masyarakat yang dapat pula
dinikmati orang miskin.
3.
Hikmah Zakat
Dengan adanya zakat maka diharapkan akan dapat memberikan
hikmah yang besar dalam kehidupan baik individu maupun sosial. Hikmah zakat
adalah sebagai berikut:[17] (1)
Mensyukuri karunia ilahi, (2) Menumbuhsuburkan harta, (3) Membersihkan diri
dari sifat serkah, iri, kikir, dan dosa, (4) Melindungi mayarakat dari konflik
sosial, (5) Menggerakkan aktivitas ekonomi, (6) Mengurangi jurang (gap) kaya miskin, (7) Menumbuhkan kasih
sayang dan solidaritas sosial.
Jenis-jenis Zakat
Zakat
merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi
tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu, hukum zakat adalah wajib (fardlu) atas
setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam
kategori ibadah (seperti salat, haji, dan
puasa) yang telah diatur secara rinci dan paten berdasarkan Al-Qur’an dan
as-Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang
dapat berkembang sesuai dengan perkembangan umat manusia.
a) Bagi orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan, kadangkala terjerumus pada
perkataan dan perbuatan yang tidak berguna, padahal puasa yang sempurna itu
adalah lidah dan anggota tubuh yang lainnya ikut berpuasa. Namun, manusia
sebagai hamba yang dhaif tidak lepas dari hal-hal tersebut. Oleh karena
itu, zakat fitrah di akhir bulan Ramadhan bagaikan pembersih dari hal kotor
yang demikian atau untuk menambal kekurangan.
b) Bagi masyarakat, dapat menumbuhkan rasa kecintaan antara orang-orang miskin
atau yang membutuhkan dengan orang-orang kaya. Maka tetaplah dengan hikmah
syariat, mewajibkan sesuatu bagi pemenuhan kebutuhan orang miskin dan
pencegahannya dari meminta-minta pada Hari Raya.
Dari hikmah syariat juga
dapat ditetapkan tentang sedikitnya ukuran yang wajib dikeluarkan, yaitu yang
mudah bagi orang-orang dari makanan pokoknya, sehingga bisa diharapkan semua
orang bisa menunaikannya.[20]
1.
Zakat Ma>l (harta)
Selain zakat fitrah, terdapat
pula zakat harta/ma>l yang perhitungannya didasarkan
pada harta atau pendapatan yang diperoleh seseorang. Menurut bahasa harta
adalah sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia untuk dimiliki,
memanfaatkannya, dan menyimpannya. Sementara secara syariat harta adalah segala
sesuatu yang dikuasai dan dapat digunakan secara lazim. Perbedaan antara zakat
fitrah (nafs) dengan zakat ma>l adalah
zakat fitrah pokok persoalannya yang harus dizakati adalah diri atau jiwa bagi
seorang muslim beserta diri orang lain yang menjadi tanggungannya, sedangkan
dalam zakat ma>l, persoalan
pokoknya terletak pada pemilikan harta kekayaan yang batasan dan segala
ketentuannya diatur oleh syariat berdasarkan dalil Al-Qur’an dan as-Sunnah.
Macam-macam harta yang wajib
dikeluarkan zakatnya adalah:
a) Zakat
uang
Pada zaman Rasulullah manusia
belum mengenal uang. Sahingga pada saat Rasulullah mewajibkan zakat, beliau
memakai ukuran mata uang pada masa itu yaitu dinar (emas) dan dirham (perak) .
Sebagaimana yang telah menjadi kesepakatan kaum muslimim atas kewajiban zakat
uang, maka mereka pun bersepakat atas ukuran kewajiban pengeluaran zakatnya.
Syariat
Islam tidaklah mewajibkan zakat dalam semua bilangan daripada uang. Sedikit
atau banyak. Tidaklah setiap masa, pendek atau panjang. Tidak atas setiap
pemilik uang tanpa memandang tujuan dan kebutuhannya. Tapi mensyaratkan
kewajiban zakat pada uang dengan syarat tertentu, seperti halnya pada syarat
harta yang wajib dizakatkan yaitu:[21]
1.
Cukup nisab, syarat pertama adalah
hendaklah uang itu mencapai nisab. Nisab
seperti kita ketahui adalah batas minimal kekayaan menurut pandangan syariat. Kurang dari itu dianggap harta yang sedikit dan
dimanfaatkan, dan pemilikya idak dianggap kaya. Kita ketahui dari halaman-halaman terdahulu ukuran nisab uang untuk
sekarang ini. Dan kita telah memilih bahwa nisab uang adalah apa yang
menyamakan nilai 85 gr emas, yang sama dengan 20 dinar,
2.
Waktu wajib mengeluarkan
zakat, syarat kedua untuk mengeluarkan zakat adalah sampainya satu tahun
(haul), ini berarti bahwa uang tidak dikeluarkan zakatnya kecuali dalam
setahun. Maka dari itu setiap cukup waktu satu tahun, harta yang cukup nisab
dan haul wajib dikeluarkan zakatnya,
3.
Bebas dari hutang, menjadi
syarat bagi nisab uang yang diwajibkan zakatnya untuk bebas dar hutang yang
menghilangkan nisab atau mengurangimya. Dalam hal ini para ulama berbeda
pendapat mengenai kedudukan hutang yang dapat mencegah penunaian zakat,
4.
Kelebihan dari kebutuhan
pokok, para fuqaha dari pihak mazhab Hanafi mensyaratkan nisab melebihi
kebutuhan-kebutuhan primer[22] bagi pemiliknya.
b)
Hasil Pertanian
(Tanaman-tanaman dan Buah-buahan)
Semua
tanaman dan buah-buahan yang tumbuh di atas bumi ini merupakan karunia dan ciptaan Allah swt. untuk
dipergunakan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh karena sebagai
kesyukuran atas nikmat tersebut, maka wajar jika Allah mewajibkan zakat atas
tanaman atau buah-buahan yang ada. Zakat tanaman atau buah-buahan yaitu 10%.
Zakat ini berbeda dengan zakat yang lainnya, bahwa zakat ini tidak tergantung
dengan waktu satu tahun, tapi setiap panen.[23]
c)
Zakat Hewan Ternak
Hewan yang
ada di dunia sangat banyak, tetapi yang berguna bagi manusia hanya sebagian
kecil. Ada diantaranya ynag plaing berguna yaitu: unta, sapi, kerbau, kambing
dan biri-biri.[24]
Hewan
ternak itu semuanya diciptakan Allah untuk kepentingan manusia, antara lain
untuk ditungganginyasebagi kendaraan, dimakan dagingnya, diminum susunya dan
diambil kulit dan bulunya.[25] Oleh karena itu, sudah sepatutnya manusia bersyukur atas nikmat tersebut.
Realisasi
konkrit dari syukur tersebut sebagai tuntunan Al-Qur’an dan hadist Nabi adalah
zakat yang sesuai dengan batasan nisab dan besar yang telah ditetapkan
untuk dapat dikeluarkan zakatnya.[26]
1.
Nisab unta: minimal 5 ekor ke atas suadah wajib dikeluarkan zakatnya.
2.
Nisab sapi dan kerbau: minimal 30 ekor, 30-39 ekor sapi dikeluarkan 1 ekor umur 1
tahun, 40-59 ekor keluar 1 ekor umur 2 tahun,
60-69 ekor dikeluarkan 2 ekor umur 1 tahun, dan seterusnya setiap
tambahan 30 ekor sapi, kadar zakatnya tambah 1 ekor sapi umur 2 tahun.
3.
Nisab kambing, biri-biri dan domba: minimal 40 ekor, 40-120 ekor keluar 1 ekor, 121-200 ekor
dikeluarkan 2 ekor, 201-300 ekor dikeluarkan 3 ekor, dan seterusnya setiap
tambahan 100 ekor, kadar zakatnya tambah 1 ekor..
d) Zakat
Emas dan Perak
Emas dan perak merupakan logam galian
yang berharga dan merupakan karunia Allah. Barang siapa memiliki satu nisab emas
dan perak selama satu tahun penuh, maka ia berkewajiban mengeluarkan zakatnya
bila syarat-syarat yang lain telah terpenuhi artinya bila ditengah-tengah
tahun, yang satu nisab tidak dimiliki lagi atau berkurang tidak mencapai
satu nisab lagi, karena dijual atau sebab lain, berarti kepemilikan yang
satu tahun itu terputus. Menurut Ibnul Mundzir dalam Shiddieqy bahwa para ulama
telah mengeluarkan ijma’, bahwa apabila ada 20 misqal atau 20
dinar harganya 200 dirham, sudah wajib zakat. Tegasnya nisab emas adalah
20 misqal atau 90 gram dalam satuan lain. Sedangkan zakat perak, wajib
mengeluarkan zakatnya apabila berjumlah 1 auqiyah sama dengan 40 dirham,
sehingga kalau 5 auqiyah sama dengan 200 dirham. Para ulama sepakat
dalam menentukan nisab perak ini dalam 5 auqiyah.[28]
Adapun emas dan perak yang jika
dipakai sebagai perhiasan bagi wanita, maka hukumnya menjadi lain, yang dalam
hal ini para fuqaha bebeda paham.
e) Zakat
Barang Dagangan
Perdagangan merupakan salah satu
bentuk usaha yang legal. Zakat perdagangan atau perniagaan adalah zakat yang
dikeluarkan atas kepemilikan harta yang diperuntuhkan untuk jual beli. Zakat
ini dikenakan kepada perniagaan yang diusahakan baik secara perorangan maupun
perserikatan. Segala jenis harta atau barang yang diperdagangkan[29]. Seseorang yang memiliki kekayaan perdagangan dan sudah
berlalu setahun, dan nilainya sudah sampai senisab pada akhir tahun itu,
semuanya itu wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5% dihitung dari modal dan
keuntungan, dan telah memenuhi syarat-syaratnya. [30]
f)
Zakat Barang Temuan dan
Hasil Tambang
Barang temuan yaitu berbagai macam
harta benda yang disimpan oleh orang-orang dulu di dalam tanah, seperti emas,
perak, tembaga, pundi-pundi berharga dan lain-lain. Para ahli fikih telah
menetapkan bahwa orang yang menemukan benda-benda seperti itu diwajibkan
langsung mengeluarkan zakatnya sebesar 1/5 bagian (20%), tanpa menunggu sampai
satu tahun dan siapapun yang berhak menerimanya.[31]
2. Zakat
Profesi
Profesi adalah suatu pekerjaan dengan
keahlian khusus sebagai mata pencaharian. Penghasilan atau gaji yang mereka
terima jika sampai nisab dan telah cukup setahun mereka miliki, mereka
wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5%. Demikianlah penghasilan itu jika diukur
dengan syarat nisab emas.[32]
Bila seseorang sudah mengeluarkan gaji, penghasilan
atau sejenisnya pada waktu menerimanya maka tidak wajib zakat lagi pada waktu
masa tempo tahun sampai sehingga tidak terjadi kewajiban mengeluarkan zakat dua
kali pada satu kekayaan dalam satu tahun.[33]
Pengelolaan Zakat
1.
Potensi Zakat di Indonesia
Zakat merupakan potensi besar yang dimiliki negara-negara
Muslim termasuk Indonesia, untuk menciptakan keadilan sosial, integrasi sosial
serta memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat. Zakat dapat diarahkan pada usaha
pemerataan ekonomi masyarakat dan menciptakan keseimbangan sirkulasi ekonomi
masyarakat. Masyarakat miskin akan mendapatkan haknya secara lebih baik dalam
memenuhi kebutuhan dasar. Dengan demikian, zakat akan berfungsi sebagai salah
satu instrumen mengentaskan masyarakat dari kemiskinan, pemerataan pendapatan,
dan mempersempit kesenjangan antara kelompok kaya dan miskin. Karena instrumen
zakat secara jelas merupakan mekanisme distribusi kekayaan sehingga terjadi
sirkulasi kekayaan dalam masyarakat, agar juga dinikmati orang miskin dan
termarginalkan.[34]
Berbagai hasil penelitian menunjukkan
bahwa potensi zakat Indonesia adalah besar. Hasil penelitian Pusat Bahasa dan
Budaya UIN Syarif Hidayatullah dan Ford Foundatian (2005) menunjukkan, jumlah
potensi filantropi (kedermawanan) umat Islam Indonesia mencapai Rp. 19,3
triliun. di antara potensi tersebut, Rp.5,1 triliun berbentuk barang dan Rp
14,2 triliun berbentuk uang. jumlah dana sebesar dana tersebut, sepertiganya
masih berasal dari zakat fitrah (Rp 6,2 triliun) dan sisanya zakat harta Rp
13,1 triliun. sementara itu, Public Interes Research and Advhocachy Center
(PIRAC) mengungkapkan bahwa potensi zakat di Indonesia mencapai Rp 9,09 trliun
pada tahun 2007 potensi ini meningkat Rp 4,64 triliun dibandingkan tahun 2004
yang potensinya diduga sebesar Rp 4,45 triliun. sedangkan Beik (2007) membuat
estimasi dengan mengasumsikan bahwa besar zakat yang dapat dikumpulkan adalah
2,5 persen dari total produk domestik bruto (PDB) sehingga potensi zakat
mencapai Rp 44,1 triliun.[35]
Namun dalam kenyataannya, dana zakat
yang berhasil dihimpun dari masyarat masih jauh dari potensi yang sebenarnya. Dana
zakat yang berhasil dikumpulkan oleh lembaga-lembaga pengelola zakat (BAZ dan
LAZ) masih dibawah Rp. 1 triliun. Tentu saja dalam kondisi demikian maka peran
optimum yang diharapkan dari instrumen zakat untuk redistribusi, alokasi dan
stabilisasi perekonomian masih sulit diharapkan. Untuk itu diperlukan
langkah-langkah strategis untuk mendekatkan realisasi dan potensi yang ada,
sekaligus mengoptimalisasi pengaruhnya bagi perekonomian nasional.[36]
2.
Milestones Perkembangan Pengelolaan Zakat di Indonesia
Secara prinsipil, pengelolaan zakat dapat dilakukan oleh
pemerintah maupun individu. Namun mayoritas ulama sepakat bahwa sebaiknya
pengelolaan dana zakat ini dilakukan dan diatur oleh pemerintah. Dalam
prakteknya di Indonesia, perkembangan pengelolaan zakat sangat dipengaruhi oleh
pemerintah yang berkuasa serta kondisi sosial-ekonomi masyarakat pada
masing-masing periode pemerintahan tersebut. Misalnya di era Kolonial Belanda,
pengelolaan zakat cenderung dihalangi oleh pemerintah Kolonial tersebut karena
diduga dana zakat tersebut digunakan untuk membiayai perjuangan melawan
pemerintahan Belanda. Sementara pada awal kemerdekaan Indonesia, pemerintah
belum terlalu memperhatikan pengelolaan zakat dan sibuk dalam upaya
mempertahankan kemerdekaan indonesia. Dengan demikian, pengelolaan zakat lebih
banyak dilakukan secara individu oleh masyarakat muslim.[37]
Pada saat ini, era pemerintahan
reformasi, pengelolaan zakat di indonesia ditandai dengan penguatan institusi
zakat nasional, sebagaimana tercermin dalam berkembangnya wacana amandemen UU
Pengelolaan Zakat No. 38/1999, serta sinergi yang dilakukan oleh berbagai
lembaga dan badan amil zakat untuk mencapai tujuan bersama dalam apa yang
dinamakan sebagai Gerakan Zakat Nasional.[38]
a)
Perkembangan Zakat di Era Pemerintahan
Kolonial (Sebelum 1945) Tahap I Pengelolaan Zakat Secara Individu
Sejak Islam datang ke nusantara, zakat
telah menjadi salah satu sumber dana untuk kepentingan perkembangan agama Islam.
Dalam perjuangan bangsa Indonesia menentang penjajahan zakat tertama bagian
sbilillah-nya, merupakan salah satu sumber dana perjuangan melawan pemerintah
kolonial belanda. Ketika satu persatu tana air kita dikuasai oleh penjajah
belanda, pemerintah kolonial itu mengeluarkan Bijblad no. 1892 tanggal 4
agustus 1993 yang berisi kebijaksanaan pemerintah belanda mengenai zakat.
Awalnya alasan yang menjadi pendorong pengeluaran peraturan tentang zakat itu
adalah klasik rezim jadinya Kolonial: mencegah terjadinya penyelewengan
keuangan zakat oleh pegawai pribumi yang bekerja melaksanakan administrasi
kekuasaan pemerintah belanda, tapi tidak diberi uang atau tunjangan untuk
membiayai kehidupan mereka dan keluarganya. Lebih jauh lagi, untuk melemahkan
kekuatan rakyat yang bersumber dari zakat itu berbagai upayah diplomatis dan
no-diplomatis atau militer dilakukan untuk mengupayakan kemerdekaan Indonesia.
Karena itulah, pada masa yang singkat ini praktis tidak ada perkembangan dalam
hal penlolaan zakat di Indonesia.[39]
b)
Perkembangan Zakat di Era Pemerintahan
Orde Lama (1945-1967) Tahap II Pengeolaan Zakat Secara Individu
Walaupun konstitusi sudah secara tidak
langsung mengkomodasi pengelolaan zakat, dalam peraktenya sepanjang periode
1950-1960an ini perhatian pemerintah orde lama masih terfokus pada hal-hal yang
diperlukan untuk memulihkan situasi ekonomi dan politik Indonesia. Hal ini bisa
dimengerti mengingat kemerdakaan yang baru saja diperoleh dengan susah payah
oleh bangsa Indonesia. Selain itu, banyak pula terjadi pemberontakan di tanah
air ynmg baru merdeka ini yang sangat menyita perhatian pemerintah pusat.
Adapula yang berpendapat bahwa memang pemerintah pada periode ini cenderung
menganut paham sekuler yang memisahkan kehidupan kenegaraan dengan Keagamaan.
Karena berbagai faktor itulah, pada masa pemerintahan orde lama belum banyak
perkembangan yang berarti dalam hal pengelolaan zakat di tanah air.[40]
c)
Perkembangan Zakat di Era Orde Baru
(1968-1998) Tahap Kesadaran
Kurang aspiratif dan optimalnya
pengelolaan zakat yang dilakukan oleh negara menyebabkan sebagian masyarakat
berinisiatif untuk mengelola zakat secara lebih produktif sehingga mampu
meningkatkan kesejahteraan umat Islam khususnya dan masyarakat pada umumnya. Salah
satu Lembaga Amil Zakat yang paling awal didirikan oleh masyarakat adalah
Dompet Dhuafa (DD) Republika yang didirikan oleh Harian Umum Republika tanggal
2 Juli 1993. Pada tanggal 7 Juli 1997 dilahirkan pula Forum Zakat (FOZ) sebagai
wadah yang memayungi keberadaan LAZ untuk menangani masalah-masalah yang
berkaitan dengan pengelolaan zakat. Untuk memaksimalkan pengelolaan dana ZIS,
FOZ menjalin kerjasama antara istitusi pengelola zakat, baik yang dibentuk oleh
pemerintah maupun non-pemerintah. FOZ diharapkan dapat mengatasi konflik
yang mungkin terjadi diantara lenmbaga zakat dengan anggotanya. FOZ
menyelenggarakan berbagai peletihan untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan
anggotanya. Ke depan FOZ juga diharapkan
untuk menjadi lembaga yang memiliki kekuatan untuk mengembangkan pengelolaan
zakat di indonesia.[41]
d)
Perkembangan Zakat di Era Pemerintahan
Transisi (1999-2000) Tahap Institusionalisasi Pengelolaan Zakat
Pada tahun 1998, Indonesia mengalami
serangkaian kritis ekonomi yang kemudian dianggap banyak pihak sebagai pemicu
terjadinya reformasi dalam berbagai bidang kehidupan dan kenegaraan. Seiring
dengan semakin besarnya kiprah lembaga-lembaga pengelolaan zakat, khususnya
yang non-pemerintah, pemerintah juga semakin menyadari bahwa sudah saatnya dibuat
institusi dan regulasi zakat di Indonesia. Pada tanggal 23 September Presiden
B.J. Habibie mengesahkan Undang-undang No. 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat.
Untuk mendukung pelaksanaan Undang-undang tersebut, pemerintah yang diwakili
Menteri Agama mengeluarkan Keputusan menteri Agama (KMA) RI No. 581/1999
tentang Pelaksanaan UU No. 38/1999 (yang kemudian direvisi oleh KMA-RI No.
373/2003) dan Keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masayarakat Islam dan Urusan
Haji No. D/291/2000 tentang Pengelolaan Teknis pengelolaan Zakat. Kehadiran
perundang-undangan ini disambut gembira oleh umat Islam. Akan tetapi, berbagai
kritik terhadap isi UU mengenai pengelolaan zakat tersebut juga banyak
dilontarkan. Di antara isu-isu yang menjadi kritikan adalah sifat sukarela
pembayaran zakat serta kurangnya harmonisasi dengan aturan perundang-undangan
terkait lainnya, seperti aturan perpajakan. Walaupun demikian, pada tahap
institusiolisasi ini perkembangan lembaga-lembaga amil zakat, khususnya LAZ
tetap mengalami perkembangan yang pasti. BAZIS dan LAZ-LAZ baru terus
bermunculan, sementara LAZ-LAZ besar terus melakukan ekspansi ke seluruh
pelosok Indonesia.[42]
e) Perkembangan Zakat di Era Pemerintahan Reformasi (2001-sekarang) Tahap
Penguatan Institusi dan Sinergi
Di tahun 2006, beberapa even penting terjadi dan mewarnai dunia perzakatan
nasional dan internasional. Pada tanggal 13-15 maret 2006, di adakan perhelatan
zakat antar bangsa di Kuala Lumpur Malaysia. Konferensi ini dihadiri tidak
kurang dari 200 orang dari berbagai institusi pengelola zakat di Asia Tenggara
dan melahirkan Dewan Zakat Asia Tenggara (DZAT). DZAT merupakan wadah
penghimpunan par tokoh dan pelaku zakat di Asia Tenggara yang bertujuan untuk
menjadi rujukan dalam memutuskan seputar permasalahan zakat, baik dalam hal
fikih dan mnajemen pengelolaan zakat ditingkat Regional.
Terinspirasi oleh DZAT, di tanah air
gebrakan juga terjadi dalam dunia zakat di Indonesia di tahun 2006 tersebut.
BAZNAS, yang merupakan ujung tombak pengumpulan dana zakat oleh pemerintah,
mengadakan sinergi dengan Dompet Duafa Repoblika yang merupakan LAZ terbesar
saat itu. Namun setahun kemudian, karena berbagai faktor sinergi ini tidak
dilanjutkan menariknya, semenjak awal tahun 2008 wacana penyatuan dan sinergi antara BAZ dan LAZ
kembali mengemuka. Dalam wacana ini, Departemen Agama berpendapat bahwa
sebaiknya LAZ disatukan kedalam tubuh BAZNAS dan bertindak sebagai UPZ (unit
pengumpul zakat). Sedangkan fungsi penyaluran zakat akan dijalankan langsung
oleh kantor pusat. tujuanya dalah agar distribusi zakat dapat dilakukan secara
merata. Akan tetapi, pihak pengelola LAZ merasa bahwa ide tersebut belum
saatnya dilakukan saat ini. Pemerintah, khususnya Departemen Agama dinilai
belum siap untuk menyatukan pengelolaan zakat secara Nasional. Ide tersebut
sebaiknya dilakukan apabila pemerintah telah membentuk kementerian zakat dan
wakaf tersendiri. Selain itu diharpkan sistem pengelolaan yang diterapkan
pemerintah dimasa yang akan datang adalah sistem koordinatif dan bukanya sistem komando. Saat ini, wacana
ini masih terus berkembang dalam bentuk yang lebih formal yakni usulan
amandemen UU pengelolaan zakat oleh poemerintah dan berbagai unsur masyarakat
di tanah air.[43]
3.
Lembaga Amil Zakat
a)
Pengertian Amil
Secara bahasa kata amil berarti wakil, agen, kuasa dan langganan. Kata ini
berasal dari kata ‘a>mil, yang berarti pekerja, tukang dan pengatur pekerjaan. Pengertian amil dalam
artinya yang sekarang bermula pada Nabi Muhammad saw. Nabi saw. menggunakan
istilah tersebut bagi orang-orang yang ditunjuk olehnya sebagai petugas yang
mengumpulkan dan menyalurkan sedekah dan zakat kepada mereka yang berhak
menerimanya.[44]
Sedangkan menurut istilah, amil adalah orang atau badan hukum (panitia) yang
mengurus zakat dan sedekah dengan cara mengumpulkan, mencatat, dan
menyalurkannya kepada mereka yang berhak menerimanya menurut ketentuan ajaran
Islam.[45]
b)
Amil Zakat dalam Konteks Perundang-undangan
Amil
zakat sebagaimana yang disebutkan dalam penjelasan perundang-undangan zakat di
Indonesia adalah dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna, zakat
harus dikelola secara melembaga sesuai dengan syariat islam, amanah, kemanfaatan,
keadilan, kepastian hukum, terintegrasi dan akuntabilitas sehingga dapat
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat.[46]
Untuk melakukan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan Hak Amil. Sedangkan BAZNAS provinsi dan
BAZNAS kabupaten/kota dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak
Amil, serta juga dapat dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
PENUTUP
Penyebab terjadinya kesenjangan antara potensi zakat dengan realisasi
pengumpulannya yaitu mayarakat lebih cenderung membayar zakat langsung ke
mustahik, imam mesjid, dan pesantren dibandingkan dengan mebayar zakat ke
lembaga zakat. Demikian halnya pada sisi penyaluran zakat juga sangat sedikit
karena dana zakat yang dikelolah oleh lembaga zakat juga zakat sedikit dan jauh
dari potensi yang ada.
Langkah-langkah yang digunakan untuk mendekatkan potensi zakat dengan
realisasi pengumpulannya yaitu: (1) Penguatan Regulasi Zakat, (2) Mengelola
Zakat dengan Baik, (3) Meningkatkan Kepercayaan Publik, (4) Mendayagunakan
Zakat, (5) Merevitalisasi Lembaga Zakat.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama
RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Cet. X (Bandung: CV. Penerbit
Diponegoro, 2003),
Hafizh Anshari,
(at.al), Ensiklopedi Islam, (Cet. IV;
Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1997)
Hikmat Kurnia dan
A. Hidayat, Panduan Pintar Zakat, Cet.
I; Jakarta: QultumMedia, 2008
Lihat
Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan Zakat pada Bab I (Ketentuan
Umum) Pasal 1 ayat 2.
Ridwan Mas'ud dan Muhammad, Zakat
& Kemiskinan: Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat, Yogyakarta: UII Press, 2005
Sofyan S. Harahap,
“Manajemen Zakat yang Profesional Pasca Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999”, Harmoni, Jurnal Multikultural dan
Multireligius, Vol.VI No. 22 April-Juni 2007
Wahbah al-Zuha>ili>, al-Fiqh
al-Isla>mi> wa Adillatuh, Beirut: Da>r al-Fikr, 1997
Yu>suf al-Qarda>wi>, Fiqh az-Zaka>t, Beirut
Libanon: Mua>ssasa>t
ar-Risa>lah, 1994
Garry Nugraha Winoto, “Pengaruh Dana Zakat
Produktif Terhadap Keuntungan Usaha Mustahik Penerima Zakat”, Skripsi,
Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang , 2011,
Tidak Diterbitkan,
Mustafa Edwin
Nasution, dkk. (Ed.), “Indonesia Zakat and Development Report 2009”, Laporan
Tahunan, 2009,
[1]Garry
Nugraha Winoto, “Pengaruh Dana Zakat Produktif Terhadap Keuntungan Usaha
Mustahik Penerima Zakat”, Skripsi, Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas
Diponegoro Semarang , 2011, Tidak Diterbitkan, h. 1
[2]Mustafa Edwin Nasution, dkk.
(Ed.), “Indonesia Zakat and Development Report 2009”, Laporan Tahunan, 2009,
h. 22
[3]Wahbah al-Zuha>ili>, al-Fiqh
al-Isla>mi> wa Adillatuh, (Beirut: Da>r al-Fikr,
1997), Juz III, h. 1788
[5]Imam al-Mawardi, Meninggal 450
H, Al-ahkam as-sultaniah
[6]Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Cet.
X (Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2003), hlm. 162.
[11]Lihat Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan Zakat pada Bab I (Ketentuan Umum)
Pasal 1 ayat 2.
[12]Mustafa Edwin Nasution, op.cit., h. 104
[13]Ridwan
Mas'ud dan Muhammad, Zakat & Kemiskinan: Instrumen Pemberdayaan Ekonomi
Umat, Cet. I
(Yogyakarta: UII Press, 2005), h. 63.
[14]Hikmat Kurnia dan A. Hidayat, Panduan Pintar Zakat, (Cet. I; Jakarta:
QultumMedia, 2008), h. 9
[16]Lihat Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan Zakat pada Bab I (Ketentuan Umum)
Pasal 3 ayat 1.
[17]Sofyan S. Harahap, “Manajemen
Zakat yang Profesional Pasca Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999”, Harmoni, Jurnal Multikultural dan
Multireligius, Vol.VI No. 22 April-Juni 2007, h. 23-24
[18] Zakat Badan yaitu zakat untuk
pribadi, bukan badan yang merupakan lawan dari jiwa dan nyawa. Ibid.
[22]Kebutuhan Primer yang dinukilkan
dari Ibnu Malik yaitu yang pada hakikatnya dapat menghilangkan eksistensi
manusia, seperti sandang, papan dan pangan, termasuk hutang. Ibid., h.
272.
[27]Muhammad Daud Ali, op.cit.,
h. 59.
[29]Barang yang diperdagangkan yaitu
segala sesuatu yang dibeli atau dijual dengan tujuan untuk memperoleh
keuntungan. Ibid., h. 298.
[38]Ibid
[44]Hafizh
Anshari, (at.al), Ensiklopedi Islam, (Cet. IV;
Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1997), h. 134
Tidak ada komentar:
Posting Komentar