Kamis, 26 Januari 2017

PERANAN PERBANKAN SYARIAH DAN PEMBANGUNAN EKONOMI



PERANAN PERBANKAN SYARIAH DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
EKA WIDIA ASTUTI
Jurusan Syariah Prodi Ekonomi STAIN Watampone
Abstrak
Sejarah dikenalnya asal mula kegiatan perbankan dimulai dari jasa penukaran uang. Oleh karena itu, bank dikenal sebagai tempat menukar uang atau sebagai meja tempat menukarkan uang. Dalam sejarah para pedagang dari berbagai kerajaan melakukan transaksi dengan menukarkan uang, di mana penukaran uang dilakukan antar mata uang kerajaan yang satu dengan mata uang kerajaan yang lain. Kegiatan penukaran uang ini sekarang dikenal dengan pedagang valuta asing (money changer). Dalam perkembangan selanjutnya, kegiatanoperasional perbankan bertambah lagi menjadi tempat penitipan uang atau yang disebut saat ini kegiatan peminjaman uang, yaitu dengan cara uang yang semula disimpan masyarakat, oleh perbankan dipinjamkan kembali ke masyarakat yang membutuhknannya.’[1]
Sejarah perbankan yang dikenal oleh dunia berawal dari dataran Eropa mulai dari zaman Babylonia yang kemudian dilanjutkan zaman Yunani Kuno dan Romawi. Bank-bank yang sudah terkenal pada saat itu di benua Eropa adalah Bank Venesia tahun 1171, kemudian menyusul Bank of Genoa dan Bank Barcelona tahun 1320. Perkembangan perbankan di daratan Inggris baru mulai pada abad ke-16. Namun, karena Inggris yang begitu aktif mencari daerah penjajahan, perkembangan perbankan pun ikut dibawa ke negara jajahannya seperti Benua Amerika, Afrika, dan Asia yang memang sudah dikenal pada saat itu memegang peran penting dalam bidang perdagangan. Seiring dengan perkembangan perdagangan dunia, perkembangan perbankan pun semakin pesat karena karena perkembangan dunia perbankan tidak terlepas dari perkembangan perdagangan. Perkembangan perdagangan yang semula hanya berkembang dan maju di daratan Eropa hanya berkembang dan maju di daratan Eropa akhirnya menyebar ke seluruh benua Asia, Amerikan dan Afrika.


PENDAHULUAN
Istilah bank telah menjadi istilah umum yang banyak dipakai di masyarakat dewasa ini. Palang Merah punya “bank darah”, di lingkungan kesehatan ada “bank sperma”, lembaga-lembaga penelitian punya “bank data”, dan orang atau lembaga yang mengalami keruntuhan keuangan disebut bankrupt. Tentu saja yang akan kita bicarakan dalam buku ini bukan bank-bank semacam itu, melainkan bank dalam arti system perokonomian kita, yaitu suatu lembaga khusus yang menyediakan layanan financial. Kata bank dapat kita telusuri dalam bahasa Prancis, dan dari Banco dalam bahasa Italia, yang dapat berarti peti/lemari atau bangku. Konotasi kedua kata ini menjelaskan dua fungsi dasar yang ditujukan oleh bank komersial. Kata peti atau lemari menyiratkan fungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda berharga, seperti peti emas, peti berlian, peti uang dan sebagainya. Dewasa ini peti-bank berarti portepel aktiva yang menghasilkan (portofolio of earning assets), yaitu portofolio yang memberi bank “darah kehidupan” bernama laba bersih setelah pengeluaran-pengeluan pajak.’[2]
Bank merupakan salah satu usaha lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit, baik dengan alat pembayaran sendiri, dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, dengan jalan mengedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama, pengertian telah mengalami evolusi, sesuai dengan perkembangan bank itu sendiri. Kedua, fungsi bank pada umumnya adalah menerima berbagai bentuk simpanan dari masyarakat, memberikan kredit, baik sumber dari danan yang diterima dari masyarakat maupun berdasarkan atas kemampuannya untuk memnciptakan tenaga beli baru, memberikan jasa-jasa lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.’[3]






PEMBAHASAN
Sejarah Bank Syariah
Sejarah awal mula kegiatan bank syariah yang pertama sekali dilakukan adalah di Pakistan dan Malaysia pada sekitar tahun 1940-an. Kemudian di Mesir pada tahun 1963 berdiri Islami Rural Bank di desa It Ghamr Bank. Bank ini beroperasi di pedesaan Mesir dan masih berskala kecil. Di Uni Emirat Arab, baru tahun 1975 dengan berdiri Dubai Islamic Bank. Kemudian di Kuwait pada tahun 1977 berdiri Kuwait Finance House yang beroperasi tanpa bunga. Selanjutnya kembali di Mesir pada tahun 1978 berdiri Bank Syariah yang diberi nama Faisal Islamic Bank. Langkah ini kemudian diikuti oleh Islamic International Bank for Invesment and Develoment Bank. Di Siprus tahun 1983 berdiri Faisal Islamic Bank of Kibris. Kemudian di Malaysia Bank Syariah lahir tahun 1983 dengan berdirinya Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) dan pada tahun1999 lahir pula Bank Bumi Putera Muamalah. Di Iran system perbankan syaraiah mulai berlaku secara nasional pada tahun 1983 sejak dikeluarkannya Undang-undang Perbankan Islam. Kemudian di Turki negara yang berideologi sekuler Bank Syariah lahir tahun 1984 yaitu dengan hadirnya Daar alMaal al-Islami serta Faisal Finance Institution dan mulai beroperasi tahun 1985.
Salah satu negara pelopor utama dalam melaksanakan system perbankan syariah secara nasional adalah Pakistan. Pemerintah Pakistan mengkonversi seluruh system perbankan di negaranya pada tahun 1985 menjadi system perbankan syariah. Sebelumnya pada tahun 1979 beberapa institusi keuangan terbesar di Pakistan telah menghapus siste bunga dan mulai tahun itu juga pemerintah Pakistan mensosialisasikan pinjaman tanpa bunga, terutama kepada petani dan nelayan. Kehadiran bank syariah di Indonesia mash relative baru, yaitu berawal dari tahun 1990-an, meskipun masyarakat Indonesia merupakan masyarakat Muslim terbesar di dunia. Prakars untuk mendirikan Bank Syariah di Indonesia dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 18-20 Agustus 1990.  Namun, diskusi tentang Bank Syariah sebagai basisi ekonomi Islam sudah mulai dilakukan pada awal tahun 1980. Bank Syariah pertama di Indonesia merupakan hasil kerja tim perbankan MUI, yaitu dengan dibentuknya PT Bank Muamlat Indonesia (BMI) yang akte pendiriannya ditandatangani tanggal 1 November 1991. Bank ini ternyata berkembang cukup pesatn sehingga saat ini BMI sudah memiliki puluhan cabang yang terbesar di beberapa kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Makassar dan kota lainnya.
Dalam perkembangan selanjutnya kehadairan Bank Syariah di Indonesia khususnya cukup menggembirakan. Di samping BMI, saat ini juga telah lahir Bank Syariah milik pemerintah seperti Bank Syariah Mandiri (BSM). Kemudian berikutnya berdiri Bank Syariah sebagai cabang dari bank konvensional yang sudah ada, seperti Bank BNI, Bank IFI, dan Bank Jabar. Bank-bank Syariah lain yang direncanakan akan membuka cabang adalah BRI, Bank Niaga dan Bank Bukopin. Kehadiran Bank Syariah ternyata tidak hanya dilaksanakan oleh masyarakat Muslim, tetapi juga bank milik non-Muslim. Saat ini Bank Islam sudah tersebar diberbagai negara-negara Muslim dan non-Muslim, baik di Benua Amerika, Australia dan Eropa. Bahkan banyak perusahaan keuangan dunia seperti ANZ, Chase Chemical Bank dan Citibank telah membuka cabang yang berdasarkan syariah.’[4]
Tonggak sejarah yang sangat penting untuk mencapai cita-cita umat muslim dalam perekonomian Islam adalah dengan dibentuknya Bank Pembangunan Islam /IDB (Islamic Development Bank), berdasarkan Deklarasi yang dikeluarkan oleh Konferensi Menteri Keuangan kalangan Negara Islam, yang tergabung dalam OKI, yang diselenggarakan di Jeddah, pada tahun 1973, dan resmi dibuka pada tanggal 20 Oktober 1975.’[5]
Setelah berdiri, IDB juga membantu mendirikan bank-bank Islam diberbagai negara. Untuk pengembangan system ekonomi Syariah, institute ini membangunsebuah institute riset danpelatihan untuk pengembangan penelitian dan pelatihan ekonomi Islam, baik dalam bidang perbankan maupun keuangan secara umu. Lembaga ini disingkat IRTI ( Islamic Reserc Training Institute).’[6]
Di Indonesia, pendirian bank syariah, sudah lama dicita-citakan oleh umat Islam, hal ini terungkap dalam keputusan Majelis Tarjih Muhammadiyah yang diadakan di Sidoarjo, Jawa Timur pada tahun 1968, dalam poin no 4 diputuskan, Majelis Tarjih menyarankan kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk mengusahakan terwujudnya konsepsi system perekonomian, khususnya lembaga perbankan yang sesuai dengan kaidah Islam.’[7]
Kedudukan bank syariah dalam system perbankan Nasional terbuka setelah dikeluarnya UU No.7 tahun 1992 tentang perbankan.dalam pasal 13 (c) Undang-undang tersebut menyatakan bahwa salah satu usaha  Bank Perkreditan Rakyat, menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh peraturan pemerintah.”[8]
Peranan Perbankan Syariah
Bank sangat penting berperan untuk mendorong pertumbuhan perekonomian suatu bangsa karena bank adalah:
Ø  Pengumpulan dana dari SSU dan penyalur kredit kepada DSU,
Ø  Tempat menabung yang efektif dan produktif bagi masyarakat,
Ø  Pelaksana dan memperlancar lalu lintas pembayaran dengan aman, praktis, dan ekonomis,
Ø  Penjamin penyelesaian perdagangan dengan menerbitkan L/C,
Ø  Penjamin penyelesaian proyek dengan menerbitkan bank garansi.
Drs. Mohammad Hatta mengemukakan bahwa bank adalah sendi kemajuan masyarakat dan sekiranya tidak ada bank maka tidak akan ada kemajuan seperti saat ini. Negara yang tidak mempunyai banyak bank yang baik dan benar adalah negara yang terbelakang. Perusahaan saat ini diharuskan memanfaatkan jasa-jasa perbankan dalam kegiatan usahanya jika ingin maju.’[9]
Kegiatan operasional perbankan syariah di Indonesia dimulai pada tahun 1992 melalui pendirian PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk. (PT.BMI) atau 4 tahun setelah deregulasi Pakto 88. Perkembangan perbankan syariah berjalan lebih lambat dibandingkan dengan bank konvensional. Hingga kini, telah terdapat 10 Bank Umum Syariah dan 80 BPRS. Operasional perbankan syariah didasarkan pada Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan yang kemudian diperbaharui dalam Undang-Undang No.8 tahun 1998. Pertimbangan perubhan Undang-Undang tersebut dilakukan untuk mengantisipasi tantangan system keuangan yang semakin maju dan kompleks dan mempersiapkan infrastruktur memasuki era globalisasi. Jadi, adopsi perbankan syariah dalam system perbankan nasional bukanlah semata-mata mengakomodasi kepentingan penduduk Indonesia yang kebetulan sebagian besar muslim. Namun lebih kepada adanya faktor keunggulan atau manfaat lebih dari perbankan syariah dalam mnjembatani ekonomi.
Dalam sistem perbankan nasional, selain berperan sebagai jembatan antara pemilik dana dan dunia usaha, perbankan juga masih menjadi penyekat antara keduanya karena tidak adanya transferability risk dan return. Tidak demikian halnya system perbankan syariah dimana perbankan syariah menjadi manajer investasi, wakil atau pemegang amanat (custadion) dari pemilik dana atas investasi di sektor riil. Dengan demikian, seluruh keberhasilan dan risiko dunia usaha atau pertumbuhan ekonomi secara langsung didistribusikan kepada pemilik dana sehingga menciptakan suasana harmoni. Dalam konteks makro,modus ini menghindarkan terjadinya gap antara sumber dana dengan investasi (saving-investment gap) sehingga menciptakan landasan peumbuhan yang kuat. Skema produk perbankan syariah secara alamiah merujuk kepada dua kategori kegiatan ekonomi yakni produksi dan distribusi. Kategori pertama difasilitasi melalui skema profit sharing (mudharabah) dan partnership (musyarakah), sedangkan kegiatan distribusi manfaat hasil-hasil produk dilakukan melalui skema jual-beli (murabahah) dan sewa-menyewa (ijarah). Berdasarkan nature tersebut maka kegiatan keungan syariah dapat dikategorikan sebagai investment banking dan merchant/commercial banking.’[10]
Beberapa kegiatan investasi yang dapat dikembangkan dari perbankan syariah adalah, dengan :
1.      Menumbuhkan kegiatan produksi masal berskala kecil dan menengah khususnya di sektor agro industry melalui skema pembiayaan lunak seperti kemitraan (mudharabah dan musyarakah).
Ø  Mendukung strategi pengembangan ekonomi regional,
Ø  Memfasilitasi segmen pasar yang belum terjangkau atau tidak berminat dengan bankkonvensional,
Ø  Memfasilitasi distribusi utilitas barang-barang modal untuk kegiatan produksi melalui skema sewa menyewa.
2.      Sedangkan dalam kegiatan komersial, perbankan syariah dapat mengambil posisi dalam kegiatan seperti :
Ø  Mendukung pengadaan faktor-faktor produksi,
Ø  Mendukung perdagangan antar daerah dan ekspor,
Ø  Mendukung penjualan hasil-hasil produk kepada masyarakat.
Peranan perbankan syariah dalam perekonomian relative masih sangat kecil dengan pelaku tunggal. Beberapa kendala pengembangan perbankan syariah selama ini adalah :
v  Peraturan perbankan yang berlaku belum sepenuhnya mengakomodir operasional bank syariah,
v  Pemahaman masyarakat yang belum tepat terhadap kegiatan operasional bank syariah. Hal ini disebabkan oleh pandangan yang belum tegas mengenai bunga dari para ulama, dan kurangnya perhatian ulama atas kegiatan ekonomi,
v  Frekuensi sosialisasi belum dilakukan secara optimal,
v  Jaringan kantor bank syariah yang masih terbatas,
v  Sumber daya manusia yang memiliki keahlian mengenai bank syariah masih terbatas,
v  Persaingan produk perbankan konvensional yang ketat dan jor-joran mempersulit bank syariah segmen pasar.
Strategi pengembangan perbankan syariah diarahkan untuk meningkatkan kompetensi usaha yang sejajar dengan system perbankan konvesional dan dilakukan secara komprehensif dengan mengacu pada analisis kekuatan dan kelemahan perbankan syariah. Upaya pemerintah untuk merealisasikan hal tersebut ditempuh melalui 4 langkah utama :
v  Penyempurnaan ketentuan,
v  Pengembangan jaringan bank syariah,
v  Pengembangan piranti moneter,
v  Pelaksanaan kegiatan sosialisasi perbankan syariah.
Adapun fungsi utama bank syariah yaitu menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk titipan dan investasi, menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan dana dari bank, dan juga memberikan pelayanan dalam bentuk jasa perbankan syariah.
1)      Penghimpunan Dana Masyarakat
Fungsi bank syariah yang pertama yaitu menghimpun dana dari masyaraka yang kelebihan dana. Bank syariah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk titipan dengan menggunakan akad al-Wadiah dan dalam bentuk investasi dengan menggunakan akad al-Mudharabah.
2)      Penyaluran Dana Kepada Masyarakat
Fungsi bank syariah yang kedua yaitu menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan (user of fund). Masyarakat dapat memperoleh pembiayaan dari bank syariah asalkan dapat memenuhi semua kebutuhan dan persyaratan yang berlaku. Menyalurkan dana merupakan aktivitas yang sangat penting bagi bank syariah. Bank syariah akan memperoleh return atas dana yang disalurkan. Return atau pendapatan yang diperoleh bank atas penyaluran dana ini tergantung pada akadnya.
3)      Pelayanan Jasa Bank
Bank syariah, di samping menghimpun dana dan menyalurkan dana kepada masyarakat, juga memberikan pelayanan jasa perbankan. Pelayanan jasa bank syariah ini diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam menjalankan aktifitasnya pelayanan jasa kepada nasabah merupakan fungsi bank syariah yang ketiga. Berbagai jenis produk pelayanan jasa yang dapat diberikan oleh bank syariah antara lain jasa pengiriman uang (transfer), pemindahbukuan, penagihan surat berharga, kliring, letter of credit, inkaso, garansi bank, dan pelayanan jasa bank lainnya.’[11]
Secara khusus peranan bank syari’ah secara nyata dapat terwujud dalam aspek-aspek berikut :
a)      Menjadi perekat nasionalisme baru, artinya bank syariah dapat menjadi fasilitator aktif bagi terbentuknya jaringan usaha ekonomi kerakyatan. Di samping itu, bank syariah perlu mencontoh keberhasilan Sarekat Dagang Islam, kemudian ditarik keberhasilannya untuk masa kini (nasionalis, demokratis, religious, ekonomis).
b)      Memberdayakan ekonomi umat dan beroperasi secara transparan. Artinya, pengelolaan bank syariah harus didasarkan pada visi ekonomi kerakyatan, dan upaya ini terwujud jika ada mekanisme operasi yang transparan.
c)      Memberikan return yang lebih baik. Artinya investasi di bank syariah tidak memberikan janji yang pasti mengenai return (keuntungan) yang diberikan kepada investor. Oleh karena itu, bank syariah harus mampu memberikan return yang lebih baik dibandingkan dengan bank konvensional. Di samping itu, nasabah pembiayaan akan memberikan bagi hasil sesuai dengan keuntungan yang diperolehnya. Oleh karena itu, pengusaha harus bersedia memberikan keuntungan yang tinggi kepada bank syariah.
d)     Mendorong penurunan spekulasi di pasar keuangan. Artinya bank syariah mendorong terjadinya transaksi produktif dari dana masyarakat. Dengan demikian, spekulasi dapat ditekan.
e)      Mendorong pemerataan pendapatan. Artinya, bank syariah bukan hanya mengumpulkan dana pihak ketiga, namun dapat mengumpulkan dana Zakat, Infaq, dan Shadaqah(ZIS). Dana ZIS dapat disalurkan melalui pembiayaan Qardul Hasan, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Pada akhirnya terjadi pemerataan ekonomi.
f)       Peningkatan efisiensi mobilisasi dana. Artinya, adanya produk al-mudharabah al-muqayyadah, berarti terjadi kebebasan bank untuk melakukan investasi atas dana yang diserahkan oleh investor, maka bank syariah sebagai financial arranger, bank memperoleh komisi atau bagi hasil, bukan karena spread bunga.
g)      Uswah hasanah implementasi moral dalam penyelenggaraan usaha bank. Salah satu sebab terjadinya krisis adalah adanya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Bank syariah karena sifatnya sebagai bank berdasarkan prinsip syariah wajib memosisikan diri sebagai uswatun hasanah dalam implementasi moral dan etika bisnis yang benar atau melaksanakan etikadan moral agama dalam aktivitas ekonomi.’[12]

Pembangunan Ekonomi
a.       Pengertian Ekonomi
Kata ekonomi berasal dari bahasa Yunani (Greek), “Oikos dan Nomos”. Oikos berarti berarti rumah tangga (house-hold), sedang Nomos berarti aturan kaidah, atau pengelolaan. Dengan demikian secara sederhana ekonomi dapat diartikan sebagai kaidah-kaidah, aturan-aturan atau cara pengelolaan suatu rumah tangga. Dalam bahasa Arab, ekonomi sering diterjemahkan dengan al-iqtishad, yang berarti hemat, dengan perhitungan, juga mengandung makna rasionalitas dan nilai secara implisit. Jadi, ekonomi adalah mengatur urusan rumah tangga, di mana anggota keluarga yang mampu, ikut terlibat dalam menghasilkan barang-barang berharga dan membantu memberikan jasa, lalu seluruh anggota keluarga yang ada, ikut menikmati apa yang mereka peroleh. Kemudian populasinya semakin banyak dan dalam rumah-rumah, lalu menjadi suatu kelompok (community) yang diperintah oleh satu negara.
Mengatur urusan rumah tangga dalam ekonomi, erat kaitannya dengan mengatur pemenuhan kebutuhan rumah tangga dan sejenisnya. Sedangkan kebutuhan rumah tangga dengan masalah konsumsi, produksi, dan investasi serta lainnya. Jadi, prinsip ekonomi adalah mengatur semua hal yang berkaitan dengan masalah tersebut agar dapat memnuhi kebutuhan kesehariannya, baik secara individu, kelompok maupun masyarakat.
Jadi, Islam adalah suatu ajaran yang bersifat penyerahan, tunduk dan patuh, terhadap perintah-perintah (hokum-hukm Tuhan) untuk dilaksanakan oleh setiap manusia.’[13]
Pengertian lembaga atau institusi ekonomi adalah suatu pedoman, aturan atau kaidah yang digunakan seseorang atau masyarakat dalam melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhannya. Kegiatan ekonomi adalah kegiatan yang berkaitan dengan usaha (bisnis), dengan pasar, transaksi jual-beli, dan pembayaran dengan uang. Secara sistematik kegiatan ekonomi dapat dibedakan antara kegiatan produksi, distribusi atau konsumsi terhadap barang-barang dan jasa. Kegiatan poduksi adalah kegiatan ditujukan untuk menciptakan atau menambah nilai (faedah) suatu barang dan jasa. Kegiatan distribusi bersifat meningkatkan faedah atau valle added, dengan cara membagi atau memindahkan suatu barang dan jasa. Sedangkan konsumsi adalah kegiatan yang berupa pengurangan atau menghabiskan faedah atau nilai suatu barang dan jasa.’[14]
b.      Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pertumbahan Ekonomi Indonesia
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak terlepas dari permasalahan kesenjangan dalam pengelolaan perekonomian, di mana para pemilik modal besar selalu mendapatkan kesempatan yang lebih luas dibandingkan dengan para pengusaha kecil dan menengah yang serba kekurangan modal. Disamping itu, akses untuk mendapatkan bantuan modal ke perbankan juga lebih memihak kepada para pengusaha besar dibandingkan dengan pengusaha ekonomi lemah.disamping itu pertumbuhan ekonomi dan perdagangan internasional juga memberikan dampak yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ketidakpastian perekonomian dan perdagangan dunia yang semakin meningkat, semakin menyebabkan kemungkinan-kemungkinan pertumbuhan ekonomi yang kurang menggembirakan bagi bangsa Indonesia, secara umum:
v  Faktor produksi, yaitu harus mampu memanfaatkan tenaga kerja yang ada, dan penggunaan bahan baku industri dalam negeri semaksimal mungkin,
v  Faktor investasi, yaitu dengan membuat kebijakan investasi yang rumit dan berpihak pada pasar,
v  Faktor Perdagangan Luar Negeri dan Neraca Pembayaran, harus surplus sehingga mampu meningkatkan cadangan devisa dan menstabilkan nilai rupiah,
v  Faktor Kebijakan Moneter dan Inflasi, yaitu kebijakan terhadap nilai tukar rupiah dan tingkat suku bunga ini juga harus antisipatif dan dapat diterima pasar,
v  Faktor Keuangan Negara, yaitu berupa kebijakan fiscal yang konstruktif dan mampu untuk membiayai pengeluaran pemerintah (tidak deficit).’[15]


Penutup
Dari pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwaperbankan syariah yaitu suatu perbankan yang beroperasi dengan menggunakan peraturan Qur’an dan Hadis yaitu menghindari riba dalam operasinya. Sedangkan masalah ekonomi diperlukan perencanaan yang komprehensif dan integral atas system produksi dan distribusi terhadap pemenuhan kebutuhan primer seperti persoalan sandang, pangan, dan papan.
Hingga saat ini Indonesia belum mampu mengatasi persoalan mendasar tersebut.realitas menunjukkan bahwa lebih 50% produksi beras domestic dihasilkan di pulau Jawa, pada tahun 1980-an. Sementara ketersediaan lahan di pulau Jawa mengalami penciutan terus-menerus karena himpitan industrialisasi dan pembangunan pemukiman. Di sisi lain, tanah di luar Jawa cocok untuk persawahan sehingga memerlukan biaya produksi yang lebih tinggi lagi.










DAFTAR PUSTAKA

Antonio, M. Syafi’I, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta : Gema Insani, 2002.
Arifin, Drs. Zainul, Dasar-dasar Manajemen  Bank Syariah, Cet. II ; Jakarta : Alvabeta, 2003.
Aziz, Abdul, Ekonomi Islam Analisis Mikro dan Makro, Cet. I ; Yogyakarta : Graha Ilmu, 2008.  
Drs. Ismail, MBA. Ak. Perbankan Syariah, Cet. III ; Jakarta : Kencana, 2014
Drs. Subandi, Sistem Ekonomi Indonesia, Cet. VII ; Bandung : Alvabeta, 2012.
Hak, Drs. Nurul, Ekonomi Islam Hukum. Cet. I ; Yogyakarta : Teras, 2011.
Hasibuan, Dr.H. Malayu, S.P. Dasar-dasar Perbankan, Cet. IX ; Jakarta : PT Bumi Aksara, 2003.
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Bank Lainnya, Cet. XVI ; Jakarta : 2015.
Kasmir, Manajemen Perbankan, Cet. II ; Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2001
Lubis, Suhrawardi. K, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta : Sinar Grafika, 2000
M. A. Manan, Ekonomi Islam Teori ke Praktik, Jakarta : PT Inter Masa, 1992.
Martono, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Cet. IV ; Yogyakarta : Ekonisia, 2010.
Muhammad, Bank Syariah, Cet. III ;  Yogyakarta : Ekonisia, 2004.
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, Cet. I ; Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2014.


[1] Kasmir, Manajemen Perbankan, (Cet. XI : Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2010), h. 16
[2] Drs. Zainul Arifin, MBA,  Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah (Cet.II ; Jakarta : AlvaBet, 2003) h. 1-2
[3] Martono, Bank dan Lembaga Keuangan Lain (Cet .IV ;Yogyakarta : Ekonisia, 2010), h. 20
[4] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lain (Cet.XVI ; Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2015), h.164
[5] M. A. Manan, Ekonomi Islam Teori ke Praktik (Jakarta : PT Intermasa, 1992), h. 191
[6] Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam ( Jakarta : Sinar Grafika, 2000), h. 47
[7] M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik (Jakarta : Gema Insani, 2002), h. 21
[8] Drs. Nurul Hak, MA. Ekonomi Islam Hukum Bisnis Syari’ah (Cet. I ; Yogyakarta : Teras, 2011), h. 17
[9] Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan, Dasar-dasar Perbankan (Cet. IX ; Jakarta : PT Bumi Aksara, 2003), h. 3
[10] Muhammad,  Bank Syariah (Cet.III ; Yogyakarta : Ekonisia, 2004), h. 72
[11] Drs. Ismail, MBA., Ak. Perbankan Syariah (Cet. III ; Jakarta : Kencana, 2014), h.39
[12] Muhammad,  Manajemen Dana Bank Syariah (Cet.I; Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2014), h. 9
[13] Abdul Aziz, Ekonomi Islam Analisis Mikro dan Makro (Cet. I ; Yogyakarta : Graha Ilmu, 2008), h. 1
[14] Drs. Subandi, M.M, Sistem Ekonomi Indonesia (Cet, VII ; Bandung : Alfabeta, 2012), h. 3
[15] Ibih, h. 39

Tidak ada komentar:

Posting Komentar