PERANAN
PERBANKAN SYARIAH DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
EKA WIDIA ASTUTI
Jurusan Syariah Prodi
Ekonomi STAIN Watampone
Abstrak
Sejarah
dikenalnya asal mula kegiatan perbankan dimulai dari jasa penukaran uang. Oleh
karena itu, bank dikenal sebagai tempat menukar uang atau sebagai meja tempat
menukarkan uang. Dalam sejarah para pedagang dari berbagai kerajaan melakukan
transaksi dengan menukarkan uang, di mana penukaran uang dilakukan antar mata
uang kerajaan yang satu dengan mata uang kerajaan yang lain. Kegiatan penukaran
uang ini sekarang dikenal dengan pedagang valuta asing (money changer). Dalam perkembangan selanjutnya, kegiatanoperasional
perbankan bertambah lagi menjadi tempat penitipan uang atau yang disebut saat
ini kegiatan peminjaman uang, yaitu dengan cara uang yang semula disimpan
masyarakat, oleh perbankan dipinjamkan kembali ke masyarakat yang
membutuhknannya.’[1]
Sejarah
perbankan yang dikenal oleh dunia berawal dari dataran Eropa mulai dari zaman
Babylonia yang kemudian dilanjutkan zaman Yunani Kuno dan Romawi. Bank-bank
yang sudah terkenal pada saat itu di benua Eropa adalah Bank Venesia tahun
1171, kemudian menyusul Bank of Genoa dan Bank Barcelona tahun 1320.
Perkembangan perbankan di daratan Inggris baru mulai pada abad ke-16. Namun, karena
Inggris yang begitu aktif mencari daerah penjajahan, perkembangan perbankan pun
ikut dibawa ke negara jajahannya seperti Benua Amerika, Afrika, dan Asia yang
memang sudah dikenal pada saat itu memegang peran penting dalam bidang
perdagangan. Seiring dengan perkembangan perdagangan dunia, perkembangan
perbankan pun semakin pesat karena karena perkembangan dunia perbankan tidak
terlepas dari perkembangan perdagangan. Perkembangan perdagangan yang semula
hanya berkembang dan maju di daratan Eropa hanya berkembang dan maju di daratan
Eropa akhirnya menyebar ke seluruh benua Asia, Amerikan dan Afrika.
PENDAHULUAN
Istilah
bank telah menjadi istilah umum yang banyak dipakai di masyarakat dewasa ini.
Palang Merah punya “bank darah”, di lingkungan kesehatan ada “bank sperma”,
lembaga-lembaga penelitian punya “bank data”, dan orang atau lembaga yang
mengalami keruntuhan keuangan disebut bankrupt. Tentu saja yang akan kita
bicarakan dalam buku ini bukan bank-bank semacam itu, melainkan bank dalam arti
system perokonomian kita, yaitu suatu lembaga khusus yang menyediakan layanan
financial. Kata bank dapat kita telusuri dalam bahasa Prancis, dan dari Banco dalam bahasa Italia, yang dapat
berarti peti/lemari atau bangku. Konotasi kedua kata ini menjelaskan dua fungsi
dasar yang ditujukan oleh bank komersial. Kata peti atau lemari menyiratkan
fungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda berharga, seperti peti emas, peti
berlian, peti uang dan sebagainya. Dewasa ini peti-bank berarti portepel aktiva
yang menghasilkan (portofolio of earning
assets), yaitu portofolio yang memberi bank “darah kehidupan” bernama laba
bersih setelah pengeluaran-pengeluan pajak.’[2]
Bank
merupakan salah satu usaha lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit,
baik dengan alat pembayaran sendiri, dengan uang yang diperolehnya dari orang
lain, dengan jalan mengedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral.
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank adalah badan usaha yang menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak.
Dari
beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama,
pengertian telah mengalami evolusi, sesuai dengan perkembangan bank itu
sendiri. Kedua, fungsi bank pada umumnya adalah menerima berbagai bentuk
simpanan dari masyarakat, memberikan kredit, baik sumber dari danan yang
diterima dari masyarakat maupun berdasarkan atas kemampuannya untuk
memnciptakan tenaga beli baru, memberikan jasa-jasa lalu lintas pembayaran dan
peredaran uang.’[3]
PEMBAHASAN
Sejarah
Bank Syariah
Sejarah
awal mula kegiatan bank syariah yang pertama sekali dilakukan adalah di
Pakistan dan Malaysia pada sekitar tahun 1940-an. Kemudian di Mesir pada tahun
1963 berdiri Islami Rural Bank di desa It Ghamr Bank. Bank ini beroperasi di
pedesaan Mesir dan masih berskala kecil. Di Uni Emirat Arab, baru tahun 1975
dengan berdiri Dubai Islamic Bank. Kemudian di Kuwait pada tahun 1977 berdiri
Kuwait Finance House yang beroperasi tanpa bunga. Selanjutnya kembali di Mesir
pada tahun 1978 berdiri Bank Syariah yang diberi nama Faisal Islamic Bank.
Langkah ini kemudian diikuti oleh Islamic International Bank for Invesment and
Develoment Bank. Di Siprus tahun 1983 berdiri Faisal Islamic Bank of Kibris.
Kemudian di Malaysia Bank Syariah lahir tahun 1983 dengan berdirinya Bank Islam
Malaysia Berhad (BIMB) dan pada tahun1999 lahir pula Bank Bumi Putera Muamalah.
Di Iran system perbankan syaraiah mulai berlaku secara nasional pada tahun 1983
sejak dikeluarkannya Undang-undang Perbankan Islam. Kemudian di Turki negara
yang berideologi sekuler Bank Syariah lahir tahun 1984 yaitu dengan hadirnya
Daar alMaal al-Islami serta Faisal Finance Institution dan mulai beroperasi
tahun 1985.
Salah
satu negara pelopor utama dalam melaksanakan system perbankan syariah secara
nasional adalah Pakistan. Pemerintah Pakistan mengkonversi seluruh system
perbankan di negaranya pada tahun 1985 menjadi system perbankan syariah.
Sebelumnya pada tahun 1979 beberapa institusi keuangan terbesar di Pakistan
telah menghapus siste bunga dan mulai tahun itu juga pemerintah Pakistan
mensosialisasikan pinjaman tanpa bunga, terutama kepada petani dan nelayan.
Kehadiran bank syariah di Indonesia mash relative baru, yaitu berawal dari
tahun 1990-an, meskipun masyarakat Indonesia merupakan masyarakat Muslim terbesar
di dunia. Prakars untuk mendirikan Bank Syariah di Indonesia dilakukan oleh Majelis
Ulama Indonesia (MUI) pada 18-20 Agustus 1990.
Namun, diskusi tentang Bank Syariah sebagai basisi ekonomi Islam sudah
mulai dilakukan pada awal tahun 1980. Bank Syariah pertama di Indonesia
merupakan hasil kerja tim perbankan MUI, yaitu dengan dibentuknya PT Bank
Muamlat Indonesia (BMI) yang akte pendiriannya ditandatangani tanggal 1
November 1991. Bank ini ternyata berkembang cukup pesatn sehingga saat ini BMI
sudah memiliki puluhan cabang yang terbesar di beberapa kota besar seperti
Jakarta, Surabaya, Bandung, Makassar dan kota lainnya.
Dalam
perkembangan selanjutnya kehadairan Bank Syariah di Indonesia khususnya cukup
menggembirakan. Di samping BMI, saat ini juga telah lahir Bank Syariah milik
pemerintah seperti Bank Syariah Mandiri (BSM). Kemudian berikutnya berdiri Bank
Syariah sebagai cabang dari bank konvensional yang sudah ada, seperti Bank BNI,
Bank IFI, dan Bank Jabar. Bank-bank Syariah lain yang direncanakan akan membuka
cabang adalah BRI, Bank Niaga dan Bank Bukopin. Kehadiran Bank Syariah ternyata
tidak hanya dilaksanakan oleh masyarakat Muslim, tetapi juga bank milik
non-Muslim. Saat ini Bank Islam sudah tersebar diberbagai negara-negara Muslim
dan non-Muslim, baik di Benua Amerika, Australia dan Eropa. Bahkan banyak
perusahaan keuangan dunia seperti ANZ, Chase Chemical Bank dan Citibank telah
membuka cabang yang berdasarkan syariah.’[4]
Tonggak
sejarah yang sangat penting untuk mencapai cita-cita umat muslim dalam
perekonomian Islam adalah dengan dibentuknya Bank Pembangunan Islam /IDB (Islamic Development Bank), berdasarkan
Deklarasi yang dikeluarkan oleh Konferensi Menteri Keuangan kalangan Negara
Islam, yang tergabung dalam OKI, yang diselenggarakan di Jeddah, pada tahun
1973, dan resmi dibuka pada tanggal 20 Oktober 1975.’[5]
Setelah
berdiri, IDB juga membantu mendirikan bank-bank Islam diberbagai negara. Untuk
pengembangan system ekonomi Syariah, institute ini membangunsebuah institute
riset danpelatihan untuk pengembangan penelitian dan pelatihan ekonomi Islam,
baik dalam bidang perbankan maupun keuangan secara umu. Lembaga ini disingkat
IRTI ( Islamic Reserc Training Institute).’[6]
Di
Indonesia, pendirian bank syariah, sudah lama dicita-citakan oleh umat Islam,
hal ini terungkap dalam keputusan Majelis Tarjih Muhammadiyah yang diadakan di
Sidoarjo, Jawa Timur pada tahun 1968, dalam poin no 4 diputuskan, Majelis
Tarjih menyarankan kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk mengusahakan
terwujudnya konsepsi system perekonomian, khususnya lembaga perbankan yang
sesuai dengan kaidah Islam.’[7]
Kedudukan
bank syariah dalam system perbankan Nasional terbuka setelah dikeluarnya UU
No.7 tahun 1992 tentang perbankan.dalam pasal 13 (c) Undang-undang tersebut
menyatakan bahwa salah satu usaha Bank
Perkreditan Rakyat, menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip
bagi hasil, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh peraturan pemerintah.”[8]
Peranan
Perbankan Syariah
Bank
sangat penting berperan untuk mendorong pertumbuhan perekonomian suatu bangsa
karena bank adalah:
Ø Pengumpulan
dana dari SSU dan penyalur kredit kepada DSU,
Ø Tempat
menabung yang efektif dan produktif bagi masyarakat,
Ø Pelaksana
dan memperlancar lalu lintas pembayaran dengan aman, praktis, dan ekonomis,
Ø Penjamin
penyelesaian perdagangan dengan menerbitkan L/C,
Ø Penjamin
penyelesaian proyek dengan menerbitkan bank garansi.
Drs.
Mohammad Hatta mengemukakan bahwa bank adalah sendi kemajuan masyarakat dan
sekiranya tidak ada bank maka tidak akan ada kemajuan seperti saat ini. Negara
yang tidak mempunyai banyak bank yang baik dan benar adalah negara yang
terbelakang. Perusahaan saat ini diharuskan memanfaatkan jasa-jasa perbankan
dalam kegiatan usahanya jika ingin maju.’[9]
Kegiatan
operasional perbankan syariah di Indonesia dimulai pada tahun 1992 melalui
pendirian PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk. (PT.BMI) atau 4 tahun setelah
deregulasi Pakto 88. Perkembangan perbankan syariah berjalan lebih lambat
dibandingkan dengan bank konvensional. Hingga kini, telah terdapat 10 Bank Umum
Syariah dan 80 BPRS. Operasional perbankan syariah didasarkan pada
Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan yang kemudian diperbaharui
dalam Undang-Undang No.8 tahun 1998. Pertimbangan perubhan Undang-Undang
tersebut dilakukan untuk mengantisipasi tantangan system keuangan yang semakin
maju dan kompleks dan mempersiapkan infrastruktur memasuki era globalisasi.
Jadi, adopsi perbankan syariah dalam system perbankan nasional bukanlah
semata-mata mengakomodasi kepentingan penduduk Indonesia yang kebetulan
sebagian besar muslim. Namun lebih kepada adanya faktor keunggulan atau manfaat
lebih dari perbankan syariah dalam mnjembatani ekonomi.
Dalam
sistem perbankan nasional, selain berperan sebagai jembatan antara pemilik dana
dan dunia usaha, perbankan juga masih menjadi penyekat antara keduanya karena
tidak adanya transferability risk dan return. Tidak demikian halnya system
perbankan syariah dimana perbankan syariah menjadi manajer investasi, wakil atau
pemegang amanat (custadion) dari pemilik dana atas investasi di sektor riil.
Dengan demikian, seluruh keberhasilan dan risiko dunia usaha atau pertumbuhan
ekonomi secara langsung didistribusikan kepada pemilik dana sehingga
menciptakan suasana harmoni. Dalam konteks makro,modus ini menghindarkan
terjadinya gap antara sumber dana dengan investasi (saving-investment gap) sehingga menciptakan landasan peumbuhan yang
kuat. Skema produk perbankan syariah secara alamiah merujuk kepada dua kategori
kegiatan ekonomi yakni produksi dan distribusi. Kategori pertama difasilitasi
melalui skema profit sharing (mudharabah) dan partnership (musyarakah),
sedangkan kegiatan distribusi manfaat hasil-hasil produk dilakukan melalui
skema jual-beli (murabahah) dan sewa-menyewa
(ijarah). Berdasarkan nature tersebut
maka kegiatan keungan syariah dapat dikategorikan sebagai investment banking dan merchant/commercial
banking.’[10]
Beberapa
kegiatan investasi yang dapat dikembangkan dari perbankan syariah adalah,
dengan :
1. Menumbuhkan
kegiatan produksi masal berskala kecil dan menengah khususnya di sektor agro
industry melalui skema pembiayaan lunak seperti kemitraan (mudharabah dan musyarakah).
Ø Mendukung
strategi pengembangan ekonomi regional,
Ø Memfasilitasi
segmen pasar yang belum terjangkau atau tidak berminat dengan bankkonvensional,
Ø Memfasilitasi
distribusi utilitas barang-barang modal untuk kegiatan produksi melalui skema
sewa menyewa.
2. Sedangkan
dalam kegiatan komersial, perbankan syariah dapat mengambil posisi dalam
kegiatan seperti :
Ø Mendukung
pengadaan faktor-faktor produksi,
Ø Mendukung
perdagangan antar daerah dan ekspor,
Ø Mendukung
penjualan hasil-hasil produk kepada masyarakat.
Peranan
perbankan syariah dalam perekonomian relative masih sangat kecil dengan pelaku
tunggal. Beberapa kendala pengembangan perbankan syariah selama ini adalah :
v Peraturan
perbankan yang berlaku belum sepenuhnya mengakomodir operasional bank syariah,
v Pemahaman
masyarakat yang belum tepat terhadap kegiatan operasional bank syariah. Hal ini
disebabkan oleh pandangan yang belum tegas mengenai bunga dari para ulama, dan
kurangnya perhatian ulama atas kegiatan ekonomi,
v Frekuensi
sosialisasi belum dilakukan secara optimal,
v Jaringan
kantor bank syariah yang masih terbatas,
v Sumber
daya manusia yang memiliki keahlian mengenai bank syariah masih terbatas,
v Persaingan
produk perbankan konvensional yang ketat dan jor-joran mempersulit bank syariah
segmen pasar.
Strategi
pengembangan perbankan syariah diarahkan untuk meningkatkan kompetensi usaha
yang sejajar dengan system perbankan konvesional dan dilakukan secara
komprehensif dengan mengacu pada analisis kekuatan dan kelemahan perbankan
syariah. Upaya pemerintah untuk merealisasikan hal tersebut ditempuh melalui 4
langkah utama :
v Penyempurnaan
ketentuan,
v Pengembangan
jaringan bank syariah,
v Pengembangan
piranti moneter,
v Pelaksanaan
kegiatan sosialisasi perbankan syariah.
Adapun
fungsi utama bank syariah yaitu menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
titipan dan investasi, menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan dana
dari bank, dan juga memberikan pelayanan dalam bentuk jasa perbankan syariah.
1) Penghimpunan
Dana Masyarakat
Fungsi
bank syariah yang pertama yaitu menghimpun dana dari masyaraka yang kelebihan
dana. Bank syariah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk titipan dengan
menggunakan akad al-Wadiah dan dalam
bentuk investasi dengan menggunakan akad al-Mudharabah.
2) Penyaluran
Dana Kepada Masyarakat
Fungsi
bank syariah yang kedua yaitu menyalurkan dana kepada masyarakat yang
membutuhkan (user of fund).
Masyarakat dapat memperoleh pembiayaan dari bank syariah asalkan dapat memenuhi
semua kebutuhan dan persyaratan yang berlaku. Menyalurkan dana merupakan
aktivitas yang sangat penting bagi bank syariah. Bank syariah akan memperoleh return atas dana yang disalurkan. Return atau pendapatan yang diperoleh
bank atas penyaluran dana ini tergantung pada akadnya.
3) Pelayanan
Jasa Bank
Bank
syariah, di samping menghimpun dana dan menyalurkan dana kepada masyarakat,
juga memberikan pelayanan jasa perbankan. Pelayanan jasa bank syariah ini
diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam menjalankan
aktifitasnya pelayanan jasa kepada nasabah merupakan fungsi bank syariah yang
ketiga. Berbagai jenis produk pelayanan jasa yang dapat diberikan oleh bank
syariah antara lain jasa pengiriman uang (transfer), pemindahbukuan, penagihan
surat berharga, kliring, letter of credit,
inkaso, garansi bank, dan pelayanan jasa bank lainnya.’[11]
Secara
khusus peranan bank syari’ah secara nyata dapat terwujud dalam aspek-aspek
berikut :
a) Menjadi
perekat nasionalisme baru, artinya bank syariah dapat menjadi fasilitator aktif
bagi terbentuknya jaringan usaha ekonomi kerakyatan. Di samping itu, bank
syariah perlu mencontoh keberhasilan Sarekat Dagang Islam, kemudian ditarik
keberhasilannya untuk masa kini (nasionalis, demokratis, religious, ekonomis).
b) Memberdayakan
ekonomi umat dan beroperasi secara transparan. Artinya, pengelolaan bank
syariah harus didasarkan pada visi ekonomi kerakyatan, dan upaya ini terwujud
jika ada mekanisme operasi yang transparan.
c) Memberikan
return yang lebih baik. Artinya investasi di bank syariah tidak memberikan
janji yang pasti mengenai return (keuntungan) yang diberikan kepada investor.
Oleh karena itu, bank syariah harus mampu memberikan return yang lebih baik
dibandingkan dengan bank konvensional. Di samping itu, nasabah pembiayaan akan
memberikan bagi hasil sesuai dengan keuntungan yang diperolehnya. Oleh karena
itu, pengusaha harus bersedia memberikan keuntungan yang tinggi kepada bank
syariah.
d) Mendorong
penurunan spekulasi di pasar keuangan. Artinya bank syariah mendorong
terjadinya transaksi produktif dari dana masyarakat. Dengan demikian, spekulasi
dapat ditekan.
e) Mendorong
pemerataan pendapatan. Artinya, bank syariah bukan hanya mengumpulkan dana
pihak ketiga, namun dapat mengumpulkan dana Zakat, Infaq, dan Shadaqah(ZIS).
Dana ZIS dapat disalurkan melalui pembiayaan Qardul Hasan, sehingga dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi. Pada akhirnya terjadi pemerataan ekonomi.
f) Peningkatan
efisiensi mobilisasi dana. Artinya, adanya produk al-mudharabah al-muqayyadah, berarti terjadi kebebasan bank untuk
melakukan investasi atas dana yang diserahkan oleh investor, maka bank syariah
sebagai financial arranger, bank
memperoleh komisi atau bagi hasil, bukan karena spread bunga.
g) Uswah hasanah
implementasi moral dalam penyelenggaraan usaha bank. Salah satu sebab
terjadinya krisis adalah adanya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Bank
syariah karena sifatnya sebagai bank berdasarkan prinsip syariah wajib
memosisikan diri sebagai uswatun hasanah
dalam implementasi moral dan etika bisnis yang benar atau melaksanakan etikadan
moral agama dalam aktivitas ekonomi.’[12]
Pembangunan
Ekonomi
a. Pengertian
Ekonomi
Kata
ekonomi berasal dari bahasa Yunani (Greek), “Oikos dan Nomos”. Oikos
berarti berarti rumah tangga (house-hold),
sedang Nomos berarti aturan kaidah,
atau pengelolaan. Dengan demikian secara sederhana ekonomi dapat diartikan
sebagai kaidah-kaidah, aturan-aturan atau cara pengelolaan suatu rumah tangga.
Dalam bahasa Arab, ekonomi sering diterjemahkan dengan al-iqtishad, yang
berarti hemat, dengan perhitungan, juga mengandung makna rasionalitas dan nilai
secara implisit. Jadi, ekonomi adalah mengatur urusan rumah tangga, di mana
anggota keluarga yang mampu, ikut terlibat dalam menghasilkan barang-barang
berharga dan membantu memberikan jasa, lalu seluruh anggota keluarga yang ada,
ikut menikmati apa yang mereka peroleh. Kemudian populasinya semakin banyak dan
dalam rumah-rumah, lalu menjadi suatu kelompok (community) yang diperintah oleh satu negara.
Mengatur
urusan rumah tangga dalam ekonomi, erat kaitannya dengan mengatur pemenuhan
kebutuhan rumah tangga dan sejenisnya. Sedangkan kebutuhan rumah tangga dengan
masalah konsumsi, produksi, dan investasi serta lainnya. Jadi, prinsip ekonomi
adalah mengatur semua hal yang berkaitan dengan masalah tersebut agar dapat
memnuhi kebutuhan kesehariannya, baik secara individu, kelompok maupun
masyarakat.
Jadi,
Islam adalah suatu ajaran yang bersifat penyerahan, tunduk dan patuh, terhadap
perintah-perintah (hokum-hukm Tuhan) untuk dilaksanakan oleh setiap manusia.’[13]
Pengertian
lembaga atau institusi ekonomi adalah suatu pedoman, aturan atau kaidah yang
digunakan seseorang atau masyarakat dalam melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi
untuk memenuhi kebutuhannya. Kegiatan ekonomi adalah kegiatan yang berkaitan
dengan usaha (bisnis), dengan pasar, transaksi jual-beli, dan pembayaran dengan
uang. Secara sistematik kegiatan ekonomi dapat dibedakan antara kegiatan
produksi, distribusi atau konsumsi terhadap barang-barang dan jasa. Kegiatan
poduksi adalah kegiatan ditujukan untuk menciptakan atau menambah nilai
(faedah) suatu barang dan jasa. Kegiatan distribusi bersifat meningkatkan
faedah atau valle added, dengan cara
membagi atau memindahkan suatu barang dan jasa. Sedangkan konsumsi adalah
kegiatan yang berupa pengurangan atau menghabiskan faedah atau nilai suatu
barang dan jasa.’[14]
b. Faktor-faktor
Yang Mempengaruhi Pertumbahan Ekonomi Indonesia
Faktor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak terlepas dari
permasalahan kesenjangan dalam pengelolaan perekonomian, di mana para pemilik
modal besar selalu mendapatkan kesempatan yang lebih luas dibandingkan dengan
para pengusaha kecil dan menengah yang serba kekurangan modal. Disamping itu,
akses untuk mendapatkan bantuan modal ke perbankan juga lebih memihak kepada
para pengusaha besar dibandingkan dengan pengusaha ekonomi lemah.disamping itu
pertumbuhan ekonomi dan perdagangan internasional juga memberikan dampak yang
besar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ketidakpastian perekonomian dan
perdagangan dunia yang semakin meningkat, semakin menyebabkan
kemungkinan-kemungkinan pertumbuhan ekonomi yang kurang menggembirakan bagi
bangsa Indonesia, secara umum:
v Faktor
produksi, yaitu harus mampu memanfaatkan tenaga kerja yang ada, dan penggunaan
bahan baku industri dalam negeri semaksimal mungkin,
v Faktor
investasi, yaitu dengan membuat kebijakan investasi yang rumit dan berpihak
pada pasar,
v Faktor
Perdagangan Luar Negeri dan Neraca Pembayaran, harus surplus sehingga mampu
meningkatkan cadangan devisa dan menstabilkan nilai rupiah,
v Faktor
Kebijakan Moneter dan Inflasi, yaitu kebijakan terhadap nilai tukar rupiah dan
tingkat suku bunga ini juga harus antisipatif dan dapat diterima pasar,
v Faktor
Keuangan Negara, yaitu berupa kebijakan fiscal yang konstruktif dan mampu untuk
membiayai pengeluaran pemerintah (tidak deficit).’[15]
Penutup
Dari
pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwaperbankan syariah yaitu suatu
perbankan yang beroperasi dengan menggunakan peraturan Qur’an dan Hadis yaitu
menghindari riba dalam operasinya. Sedangkan masalah ekonomi diperlukan perencanaan
yang komprehensif dan integral atas system produksi dan distribusi terhadap
pemenuhan kebutuhan primer seperti persoalan sandang, pangan, dan papan.
Hingga
saat ini Indonesia belum mampu mengatasi persoalan mendasar tersebut.realitas
menunjukkan bahwa lebih 50% produksi beras domestic dihasilkan di pulau Jawa,
pada tahun 1980-an. Sementara ketersediaan lahan di pulau Jawa mengalami
penciutan terus-menerus karena himpitan industrialisasi dan pembangunan
pemukiman. Di sisi lain, tanah di luar Jawa cocok untuk persawahan sehingga
memerlukan biaya produksi yang lebih tinggi lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
Antonio,
M. Syafi’I, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta : Gema Insani, 2002.
Arifin,
Drs. Zainul, Dasar-dasar Manajemen Bank
Syariah, Cet. II ; Jakarta : Alvabeta, 2003.
Aziz,
Abdul, Ekonomi Islam Analisis Mikro dan Makro, Cet. I ; Yogyakarta : Graha
Ilmu, 2008.
Drs. Ismail, MBA. Ak. Perbankan
Syariah, Cet. III ; Jakarta : Kencana, 2014
Drs. Subandi, Sistem Ekonomi
Indonesia, Cet. VII ; Bandung : Alvabeta, 2012.
Hak, Drs. Nurul, Ekonomi Islam
Hukum. Cet. I ; Yogyakarta : Teras, 2011.
Hasibuan,
Dr.H. Malayu, S.P. Dasar-dasar Perbankan, Cet. IX ; Jakarta : PT Bumi Aksara,
2003.
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan
Bank Lainnya, Cet. XVI ; Jakarta : 2015.
Kasmir, Manajemen Perbankan, Cet.
II ; Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2001
Lubis, Suhrawardi. K, Hukum Ekonomi
Islam, Jakarta : Sinar Grafika, 2000
M. A. Manan, Ekonomi Islam Teori ke
Praktik, Jakarta : PT Inter Masa, 1992.
Martono,
Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Cet. IV ; Yogyakarta : Ekonisia, 2010.
Muhammad, Bank Syariah, Cet. III
; Yogyakarta : Ekonisia, 2004.
Muhammad,
Manajemen Dana Bank Syariah, Cet. I ; Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2014.
[1] Kasmir, Manajemen Perbankan, (Cet. XI : Jakarta
: PT Raja Grafindo Persada, 2010), h. 16
[2] Drs. Zainul Arifin,
MBA, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah (Cet.II
; Jakarta : AlvaBet, 2003) h. 1-2
[3] Martono, Bank dan Lembaga Keuangan Lain (Cet .IV
;Yogyakarta : Ekonisia, 2010), h. 20
[4] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lain (Cet.XVI
; Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2015), h.164
[5] M. A. Manan, Ekonomi Islam Teori ke Praktik (Jakarta
: PT Intermasa, 1992), h. 191
[6] Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam ( Jakarta : Sinar
Grafika, 2000), h. 47
[7] M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik
(Jakarta : Gema Insani, 2002), h. 21
[8] Drs. Nurul Hak, MA. Ekonomi Islam Hukum Bisnis Syari’ah
(Cet. I ; Yogyakarta : Teras, 2011), h. 17
[9] Drs. H. Malayu S.P.
Hasibuan, Dasar-dasar Perbankan (Cet.
IX ; Jakarta : PT Bumi Aksara, 2003), h. 3
[10] Muhammad, Bank
Syariah (Cet.III ; Yogyakarta : Ekonisia, 2004), h. 72
[11] Drs. Ismail, MBA.,
Ak. Perbankan Syariah (Cet. III ;
Jakarta : Kencana, 2014), h.39
[12] Muhammad, Manajemen
Dana Bank Syariah (Cet.I; Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2014), h. 9
[13] Abdul Aziz, Ekonomi Islam Analisis Mikro dan Makro
(Cet. I ; Yogyakarta : Graha Ilmu, 2008), h. 1
[14] Drs. Subandi, M.M, Sistem Ekonomi Indonesia (Cet, VII ;
Bandung : Alfabeta, 2012), h. 3
[15] Ibih, h. 39
Tidak ada komentar:
Posting Komentar